Senin, 19 Agustus 2013

Mengapa Banyak Orang Mempercayai Evolusi?


Pasal 15

 

SEBAGAIMANA telah kita lihat, ada banyak sekali bukti yang mendukung penciptaan. Kalau begitu, mengapa banyak orang menolak penciptaan dan mempercayai evolusi? Salah satu alasannya adalah karena hal itu diajarkan kepada mereka di sekolah. Hampir semua buku sains mendukung pandangan yang berbau evolusi. Para siswa hampir tidak pernah diberi tahu tentang argumen yang berbeda. Malah, argumen yang bertentangan dengan evolusi biasanya tidak boleh dimuat dalam buku-buku pelajaran.

2 Dalam majalah American Laboratory, seorang pakar biokimia menulis tentang pendidikan anak-anaknya, ”Evolusi tidak diajarkan kepada anak-anak sebagai suatu teori. Paham itu disiratkan secara halus dalam buku-buku sains bahkan sejak kelas dua (berdasarkan buku pelajaran anak-anak yang saya baca). Evolusi disajikan sebagai kenyataan, bukan sebagai konsep yang dapat diragukan. Dengan demikian, kalangan berwenang dalam sistem pendidikan memaksakan suatu kepercayaan.” Mengenai pengajaran evolusi di tingkat yang lebih tinggi, ia berkata, ”Seorang siswa tidak diizinkan menganut keyakinan pribadi atau menyatakannya: jika siswa itu melakukannya, ia diejek dan dikritik oleh sang pengajar. Sering kali, siswa itu bisa mengalami kerugian akademis karena pandangannya dianggap tidak ’benar’ dan nilainya dikurangi.”1

3 Gagasan evolusi tidak hanya menyusup di sekolah-sekolah tetapi juga di semua bidang sains dan bidang-bidang lain seperti sejarah dan filsafat. Buku, artikel majalah, film, dan tayangan televisi menganggapnya sebagai fakta yang sudah terbukti. Kita sering mendengar atau membaca ungkapan seperti, ’Sewaktu manusia berevolusi dari binatang yang lebih rendah,’ atau, ’Jutaan tahun yang lalu, sewaktu kehidupan muncul melalui evolusi dalam samudra raya.’ Jadi, pikiran orang-orang telah dikondisikan untuk mempercayai evolusi sebagai fakta, dan bukti yang bertentangan tidak dihiraukan.

Pengaruh yang Kuat

4 Sewaktu para pendidik dan ilmuwan terkemuka menegaskan bahwa evolusi itu fakta, dan menyiratkan bahwa hanya orang bodoh yang tidak mempercayainya, berapa banyak orang awam yang akan membantah? Kuatnya pengaruh yang dikerahkan demi evolusi adalah alasan utama teori tersebut dipercayai banyak orang.

5 Satu contoh pernyataan khas yang sering mengintimidasi orang awam adalah seperti yang dikemukakan Richard Dawkins ini, ”Teori Darwin sekarang didukung oleh semua bukti relevan yang ada, dan kebenarannya tidak diragukan oleh setiap biolog modern yang berkualitas.”2 Benarkah begitu? Sama sekali tidak. Dengan sedikit riset akan terungkap bahwa banyak ilmuwan, termasuk banyak ”biolog modern yang berkualitas”, tidak saja meragukan tetapi juga tidak mempercayai evolusi.3 Mereka yakin bahwa bukti yang mendukung penciptaan jauh, jauh lebih kuat. Maka, pernyataan pukul rata seperti yang dikatakan Dawkins itu tidak benar. Namun, bahasa seperti itu biasa digunakan dalam upaya meredam pertentangan. Seseorang yang mengamati hal ini menulis dalam New Scientist, ”Sebegitu kecilkah keyakinan Richard Dawkins pada bukti yang mendukung evolusi sehingga ia harus menggunakan pernyataan pukul rata seperti itu untuk membungkam orang-orang yang menentang kepercayaannya?”4

6 Dengan nada serupa, buku A View of Life karya evolusionis Luria, Gould, dan Singer menyatakan bahwa ”evolusi adalah fakta”, dan menegaskan, ”Kalau tidak, kita pun bisa meragukan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, atau bahwa hidrogen dan oksigen membentuk air.”5 Dikatakan juga bahwa evolusi benar-benar fakta seperti halnya keberadaan gravitasi adalah fakta. Tetapi, eksperimen dapat membuktikan bahwa bumi mengelilingi matahari, bahwa hidrogen dan oksigen membentuk air, dan bahwa gravitasi memang ada. Sedangkan evolusi tidak dapat dibuktikan melalui eksperimen. Memang, para evolusionis itu juga mengakui bahwa ”ada banyak perdebatan mengenai teori evolusi”.6 Tetapi, apakah masih ada perdebatan mengenai bumi mengelilingi matahari, hidrogen dan oksigen membentuk air, dan adanya gravitasi? Tidak. Kalau begitu, apakah masuk akal untuk mengatakan bahwa evolusi benar-benar fakta seperti hal-hal tersebut?

7 Dalam pengantar buku Missing Links karya John Reader, David Pilbeam menunjukkan bahwa ilmuwan tidak selalu mengambil kesimpulan berdasarkan fakta. Alasannya adalah, kata Pilbeam, karena ilmuwan ”juga manusia, dan banyak yang dipertaruhkan, sebab ada hadiah yang gemerlap berupa ketenaran dan publisitas”. Buku tersebut mengakui bahwa evolusi adalah ”ilmu yang dimotori oleh ambisi pribadi dan sangat dipengaruhi oleh keyakinan yang sudah dianut sebelumnya”. Misalnya buku tersebut menulis, ”Sewaktu gagasan yang sudah diyakini sebelumnya . . . disambut dengan begitu antusias dan diterima untuk waktu yang begitu lama seperti halnya kasus Manusia Piltdown, sains ternyata menunjukkan kecenderungan yang meresahkan, yaitu untuk langsung percaya sebelum menyelidiki.” Sang pengarang menambahkan, ”[Para evolusionis] modern juga cenderung berpegang pada data keliru yang mendukung gagasan yang sudah mereka yakini sebelumnya, sama seperti para peneliti yang terdahulu . . . [yang] mengabaikan penilaian yang objektif demi gagasan yang ingin mereka percayai.”7 Jadi, karena telah berkomitmen kepada evolusi, dan berhasrat memajukan karier mereka, beberapa ilmuwan tidak mau mengakui kemungkinan adanya kesalahan. Sebaliknya, mereka berupaya membenarkan gagasan yang sudah diyakini sebelumnya ketimbang mengakui fakta-fakta yang mungkin merugikan kepercayaan mereka.

8 Sikap yang tidak ilmiah ini diperhatikan dan disesalkan oleh W. R. Thompson dalam kata pengantar edisi seratus tahun The Origin of Species karya Darwin. Thompson menyatakan, ”Jika argumentasi gagal menumbangkan analisis, persetujuan seharusnya tidak diberikan, dan pemaksaan massal untuk mempercayai evolusi berdasarkan argumentasi yang tidak sehat harus dianggap sebagai sesuatu yang patut disesalkan.” Ia berkata, ”Fakta-fakta dan penafsiran yang diandalkan oleh Darwin sudah tidak meyakinkan lagi. Penelitian yang berkesinambungan tentang hereditas dan variasi telah merongrong kedudukan Darwin.”8

9 Thompson juga menyatakan, ”Kesuksesan buku Origin menghasilkan pengaruh yang bertahan lama dan menyedihkan, yakni kecanduan para biolog pada spekulasi yang tidak dapat dipastikan. . . . Kesuksesan paham Darwin diiringi oleh kemerosotan integritas di bidang ilmiah.” Ia menyimpulkan, ”Situasi ini, yaitu bersatunya para ilmuwan untuk membela doktrin yang tidak dapat mereka pastikan secara ilmiah, dan yang juga tidak dapat mereka tunjukkan dengan ketepatan ilmiah, dalam upaya mempertahankan harkatnya di hadapan umum, dengan memberangus kritik dan menyingkirkan kesulitan, adalah sesuatu yang abnormal dan merugikan dalam ilmu pengetahuan.”9

10 Demikian juga, seorang profesor antropologi, Anthony Ostric, mengkritik rekan sejawatnya yang menyatakan bahwa manusia adalah keturunan makhluk yang mirip kera serta menyebutnya ”sebagai suatu fakta”. Ia mengatakan bahwa ”paling-paling itu hanya hipotesis yang tidak didukung oleh bukti yang kuat”. Ia menyatakan bahwa ”tidak ada bukti bahwa manusia pada dasarnya tidak tetap sama sejak bukti pertama pemunculannya”. Antropolog itu mengatakan bahwa sejumlah besar profesional telah bergabung dengan para penganjur evolusi ”karena takut tidak dinyatakan sebagai pakar yang berkualitas atau takut ditolak dari lingkungan akademis yang berkualitas”.10 Mengenai hal ini, Hoyle dan Wickramasinghe juga berkomentar, ”Anda harus percaya pada konsep tersebut kalau Anda tidak mau dicap sebagai bidah.”11 Salah satu akibatnya, banyak ilmuwan enggan menyelidiki gagasan penciptaan tanpa prasangka. Sebagaimana dinyatakan oleh sepucuk surat kepada redaktur Hospital Practice, ”Sains selalu membanggakan objektivitasnya, tetapi saya khawatir bahwa kita para ilmuwan dengan mudahnya menjadi korban dari cara berpikir yang picik dan penuh prasangka yang sudah sekian lama kita benci.”12

Kegagalan Agama

11 Alasan lain evolusi dipercayai banyak orang adalah kegagalan agama konvensional, baik dalam soal ajarannya maupun perbuatannya, juga kegagalannya untuk memberikan penjelasan yang benar mengenai catatan Alkitab tentang penciptaan. Orang-orang yang terinformasi tahu betul riwayat kemunafikan agama, penindasan dan inkuisisinya. Mereka memperhatikan bahwa pemimpin agama mendukung para diktator yang haus darah. Mereka tahu bahwa jutaan orang dari agama yang sama saling bunuh dalam peperangan, dan hal ini didukung oleh para pemimpin agama di masing-masing pihak. Karena itu, mereka tidak mau berpikir tentang Allah yang katanya diwakili oleh agama-agama tersebut. Orang juga semakin menjauh karena doktrin-doktrin yang tidak masuk akal dan tidak berdasarkan Alkitab. Gagasan seperti siksaan kekal—bahwa Allah akan memanggang orang dalam api neraka selama-lamanya—sangatlah menjijikkan bagi orang-orang yang berakal sehat.

12 Namun, bukan hanya orang-orang berakal sehat yang muak terhadap ajaran dan perbuatan agama demikian, tetapi Alkitab membuktikan bahwa Allah pun muak. Bahkan, Alkitab terang-terangan membeberkan kemunafikan beberapa pemimpin agama. Misalnya, tentang mereka dikatakan, ”Kamu juga, dari luar memang, tampak adil-benar bagi manusia, tetapi di dalamnya, kamu penuh kemunafikan dan pelanggaran hukum.” (Matius 23:28) Yesus memberi tahu orang banyak bahwa pemimpin agama mereka adalah ”penuntun buta” yang mengajarkan ”perintah manusia sebagai doktrin”, dan bukannya apa yang berasal dari Allah. (Matius 15:9, 14) Demikian juga, Alkitab mengecam para penganut agama yang ’di depan umum menyatakan bahwa mereka mengenal Allah, tetapi menyangkal dia dengan perbuatan mereka’. (Titus 1:16) Jadi, agama-agama yang menganjurkan atau membiarkan kemunafikan serta penumpahan darah tidak berasal dari Allah dan tidak mewakili Dia, meskipun itulah yang mereka nyatakan. Sebaliknya, mereka disebut ”nabi-nabi palsu”, dan diumpamakan seperti pohon yang menghasilkan ”buah yang tidak berguna”.—Matius 7:15-20; Yohanes 8:44; 13:35; 1 Yohanes 3:10-12.

13 Selain itu, banyak agama akhirnya menyerah dan menyetujui evolusi, sehingga tidak memberikan pilihan lain bagi umatnya. Misalnya, buku New Catholic Encyclopedia menyatakan, ”Evolusi umum, bahkan evolusi tubuh manusia, kelihatannya adalah penjelasan ilmiah yang paling mendekati kebenaran tentang asal-usul kehidupan.”13 Pada sebuah pertemuan Vatikan, 12 pakar yang mewakili badan ilmiah tertinggi dari Gereja Katolik menyetujui kesimpulan ini, ”Kami yakin bahwa dengan adanya segudang bukti, penerapan konsep evolusi pada manusia dan primata-primata lain tidak dapat disangkal lagi.”14 Dengan adanya persetujuan seperti itu, mungkinkah anggota gereja yang tidak tahu apa-apa akan menentang sekalipun, pada kenyataannya, ”segudang bukti” tidak mendukung evolusi, tetapi justru mendukung penciptaan?

14 Kekosongan yang diakibatkannya sering diisi dengan agnostisisme dan ateisme. Orang-orang tidak lagi mempercayai Allah, dan sebagai gantinya, mereka meyakini evolusi. Sekarang, di sejumlah negeri, ateisme yang didasarkan atas evolusi bahkan menjadi kebijakan resmi negara. Agama-agama dunia bisa dianggap bertanggung jawab atas hilangnya iman banyak orang.

15 Lagipula, beberapa doktrin agama menyebabkan orang percaya bahwa Alkitab mengajarkan hal-hal yang bertentangan dengan fakta ilmiah, sehingga mereka menolak Allah yang disebutkan dalam Alkitab. Misalnya, sebagaimana pernah disebutkan, ada yang memberikan pernyataan keliru bahwa menurut Alkitab bumi diciptakan dalam enam hari yang masing-masing panjangnya 24 jam dan bumi baru berusia 6.000 tahun. Tetapi, itu bukan ajaran Alkitab.

’Lihat Dulu, Baru Percaya’

16 Beberapa orang tanpa prasangka menolak konsep adanya Pencipta karena mereka berpendapat, seperti kata orang, ’lihat dulu, baru percaya’. Jika sesuatu tidak dapat dilihat atau diukur dengan suatu cara, mereka berpendapat bahwa itu tidak ada. Memang, dalam kehidupan sehari-hari mereka mengakui adanya banyak hal yang tidak dapat dilihat, seperti listrik, gaya tarik magnet, gelombang radio atau televisi, serta gravitasi. Namun, ini tidak mengubah pandangan mereka, karena semua ini masih dapat diukur atau dirasakan melalui sarana fisik lain. Tetapi, tidak ada sarana fisik untuk melihat atau mengukur adanya Pencipta, atau Allah.

17 Namun, sebagaimana telah kita lihat dalam pasal-pasal sebelumnya, ada alasan yang kuat untuk percaya bahwa Pencipta yang tidak kelihatan memang ada karena kita dapat melihat buktinya, yaitu hasil karya-Nya berupa benda-benda fisik. Kita dapat melihatnya dalam kesempurnaan teknis dan kerumitan struktur atom, dalam alam semesta yang terorganisasi secara menakjubkan, dalam planet bumi yang unik, dalam berbagai rancangan makhluk hidup yang menakjubkan, dan dalam keajaiban otak manusia. Semua ini adalah akibat yang mengharuskan adanya penyebab. Bahkan orang-orang materialis mempercayai hukum sebab dan akibat ini untuk segala perkara yang lain. Kalau begitu, mengapa tidak mempercayainya untuk alam semesta itu sendiri?

18 Mengenai pokok ini, argumen Alkitab yang sederhana memberikan penjelasan terbaik, ”Sifat-sifat Allah yang tidak kelihatan, yaitu keadaan-Nya sebagai Allah dan kuasa-Nya yang abadi, sudah dapat difahami oleh manusia melalui semua yang telah diciptakan.” (Roma 1:20, Bahasa Indonesia Masa Kini) Dengan kata lain, Alkitab bernalar bahwa akibat mengharuskan adanya penyebab. ”Semua yang telah diciptakan”, yang kasatmata dan menakjubkan, adalah akibat yang jelas yang mengharuskan adanya penyebab yang cerdas. Penyebab yang tidak kelihatan itu adalah Allah. Selain itu, sebagai Pembuat seluruh alam semesta, sang Pencipta pasti memiliki kekuatan yang begitu dahsyat sehingga manusia darah daging tidak mungkin dapat melihat Allah dan tetap hidup. Seperti dikatakan Alkitab, ”Tidak seorang pun dapat melihat [Allah] dan tetap hidup.”—Keluaran 33:20.

Alasan Utama Lainnya

19 Ada alasan utama lain banyak orang tidak mau lagi percaya kepada Allah dan menganut evolusi. Itu karena ada penderitaan di mana-mana. Selama berabad-abad ada begitu banyak ketidakadilan, penindasan, kejahatan, perang, penyakit, dan kematian. Banyak orang tidak mengerti mengapa semua penderitaan ini menimpa umat manusia. Mereka berpendapat bahwa Pencipta yang mahakuasa tidak akan mengizinkan hal-hal itu terjadi. Karena kondisi-kondisi ini memang ada, mereka berpikir mustahil Allah ada. Maka, sewaktu evolusi diperkenalkan, mau tidak mau mereka mempercayainya, sering kali tanpa banyak menyelidiki.

20 Kalau begitu, mengapa Pencipta yang mahakuasa mengizinkan begitu banyak penderitaan? Apakah akan selamanya begitu? Dengan memahami jawaban atas persoalan ini, seseorang akan bisa memahami alasan yang lebih dalam dan mendasar mengapa teori evolusi tersebar begitu luas pada zaman kita.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar