Selasa, 25 Oktober 2016

Hukum Penggunaan Virtual Office

Hukum Penggunaan Virtual Office




Saya melihat saat ini banyak sekali agen-agen yang menawarkan jasa penggunaan virtual office. Saya berencana akan menggunakan jasa tersebut karena untuk menekan biaya sewa dan tempat usaha yang saya gunakan bukan peruntukan untuk usaha, melainkan tempat tinggal. Apakah penggunaan Virtual Office diperbolehkan dan sah secara hukum? Bagaimana kaitannya nanti dengan masalah perpajakannya? Mohon dapat dibantu pencerahannya dari bung Prokol. Terima kasih.
Jawaban :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
 
Memang saat ini penggunaan virtual office atau sering juga ditulis kantor virtual oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia cukup marak. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang menawarkan jasa penyewaan virtual office. Berdasarkan penelusuran kami pada beberapa situs yang menawarkan virtual office, kegunaan penyewaan virtual office antara lain untuk mendapatkan alamat kantor yang bergengsi tetapi tidak harus menyewa ruang kantor pada umumnya. Biasanya virtual officetidak hanya memiliki operator yang bertugas menerima dan mengirimkan kembali (forward) surat kepada penyewa, tetapi juga memiliki ruang rapat. Intinya, penyewaan virtual office dimaksudkan untuk menekan biaya sewa kantor, tetapi tetap dapat memiliki alamat untuk kegiatan surat menyurat perusahaan.

 
Kebanyakan dalam praktik, yang menyewa fasilitas virtual office adalah badan usaha berbentuk perseroan terbatas (“PT”). Mengenai tempat kedudukan PT diatur dalam Pasal 5 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya.
(3) Dalam surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan, dan akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Perseroan
 
Di dalam penjelasan Pasal 5 UUPT, dijelaskan bahwa:
 
Tempat kedudukan Perseroan sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.
Perseroan wajib mempunyai alamat sesuai dengan tempat kedudukannya yang harus disebutkan, antara lain dalam surat-menyurat dan melalui alamat tersebut Perseroan dapat dihubungi
 
 
Menurut M. Yahya Harahap dalam buku Hukum Perseroan Terbatas (hal. 103), frasa tempat kedudukan dapat disimpulkan mengandung berbagai makna yuridis antara lain:
a.    Tempat kedudukan, merupakan domisili hukum (legal domicile) yang sah dari Perseroan
b.    Tempat kedudukan merupakan yurisdiksi hukum (legal jurisdiction) bagi Perseroan melakukan kegiatan usaha
c.    Tempat kedudukan, merupakan landasan domisili komersial (commercial domicile) bagi Perseroan melakukan kegiatan komersial
d.    Tempat kedudukan, merupakan tempat utama (principal place) bagi Perseroan mengatur pelaksanaan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan
 
Masalah alamat atau tempat kedudukan Perseroan merupakan hal yang penting, karena harus disebutkan dalam anggaran dasar (lihat Pasal 15 ayat [1] huruf a UUPT), serta harus disebutkan dalam permohonan pengesahan status badan hukum (Pasal 9 ayat [1] huruf e UUPT).
 
Mengenai hal ini, praktisi hukum Irma Devita Purnamasari menyebutkan bahwa penggunaan virtual office untuk mempunyai alamat perseroan tidak menyalahi hukum. Akan tetapi, menurut Irma, jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang menerbitkan faktur pajak (Pengusaha Kena Pajak/PKP) karena telah memiliki omzet mencapai Rp600 juta/tahun, penggunaan virtual office tidak dibolehkan karena biasanya petugas Dirjen Pajak akan melakukan survei ke kantor perusahaan tersebut.
 
Mengenai hal tersebut, mengutip artikel Ketentuan Perpajakan Usaha Online,kewajiban untuk menjadi PKP ini baru muncul ketika pengusaha memiliki penerimaan bruto melebihi Rp 600 juta/tahun. Bila sudah timbul kewajiban tetapi sengaja tidak mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak maka diancam dengan pidana sesuai Pasal 39 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
 
Untuk melakukan pengukuhan sebagai PKP, pihak Dirjen Pajak akan melakukan verifikasi dalam rangka pengukuhan Pengusaha Kena Pajak,verifikasi dilakukan untuk pengujian pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif dengan cara pengujian atas kebenaran status Pengusaha, kebenaran alamat Pengusaha, dan kebenaran keberadaan Pengusaha yang bersangkutan di alamat tersebut. Selain itu juga dilakukan pengujian terhadap kesesuaian antara dokumen izin kegiatan usaha dengan kegiatan usaha yang dilakukan untuk memperoleh informasi antara lain mengenai gambaran kegiatan usaha, data peredaran usaha, dan daftar harta di tempat kegiatan usaha.
 
Mengenai pembayaran pajak, kami asumsikan yang Anda maksud adalah pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (6) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 36/2008”), tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.
 
Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (6) UU 36/2008 disebutkan antara lain:
 
Penentuan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan penting untuk menetapkan Kantor Pelayanan Pajak mana yang mempunyai yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan tersebut.
 
Pada dasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan.
 
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut, antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak.
 
Kesimpulannya, penggunaan virtual office oleh PT pada umumnya tidak menyalahi hukum. Akan tetapi, jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang menerbitkan faktur pajak (Pengusaha Kena Pajak), berpotensi menimbulkan masalah terkait perpajakan .
 
Demikian yang kami ketahui, semoga bermanfaat.
 
Catatan editor: Klinik hukumonline mewawancara Irma Devita Purnamasari pada 13 Februari 2013.
 
Dasar hukum:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar