”Tidak ada topik sehubungan dengan kehidupan psikis yang
telah sedemikian menyibukkan pikiran manusia selain daripada keadaannya setelah
kematian.”—”ENCYCLOPÆDIA OF RELIGION AND ETHICS.”
SEORANG sarjana dan guru yang berusia 70 tahun dituduh
berbuat tidak pantas dan merusak pikiran orang muda dengan ajarannya. Meskipun
ia menyajikan pembelaan yang cemerlang di persidangannya, juri yang berat
sebelah memutuskan dia bersalah dan menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Persis
beberapa jam sebelum eksekusinya, guru yang sudah tua itu menyajikan kepada
para pelajar yang berkumpul di sekelilingnya serangkaian argumen untuk
menegaskan bahwa jiwa tidak berkematian dan bahwa kematian tidak perlu ditakuti.
2 Pria yang dihukum itu tidak lain adalah
Sokrates, filsuf terkemuka asal Yunani pada abad kelima SM. Muridnya, Plato,
mencatat insiden ini dalam esai Apology dan Phaedo. Sokrates dan
Plato diakui termasuk di antara orang-orang pertama yang memajukan gagasan
bahwa jiwa itu tidak berkematian. Tetapi mereka bukan pemrakarsa ajaran ini.
3 Sebagaimana akan kita lihat, akar dari gagasan
tentang manusia yang tidak berkematian memiliki asal usul yang jauh lebih awal.
Akan tetapi, Sokrates dan Plato memoles konsep tersebut dan mengubahnya menjadi
ajaran filsafat, sehingga itu menjadi lebih menarik bagi golongan terpelajar
pada zaman mereka dan setelahnya.