”Teori penderitaan abadi tidak konsisten dengan kepercayaan
akan kasih Allah bagi makhluk-makhluk ciptaan. . . . Mempercayai
hukuman kekal atas jiwa karena kekeliruan beberapa tahun saja, tanpa memberinya
kesempatan untuk memperbaiki diri, sama dengan menentang semua prinsip
nalar.”—NIKHILANANDA, FILSUF HINDU.
SEBAGAIMANA halnya Nikhilananda, sang filsuf Hindu, banyak
orang dewasa ini merasa terganggu dengan ajaran siksaan kekal. Dengan nada yang
sama, orang-orang lain mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep seperti
mencapai Nirwana dan menyatu dengan Tao.
2 Namun, dikarenakan gagasan bahwa jiwa tidak
berkematian, agama-agama dari Timur maupun Barat telah mengembangkan
serangkaian kepercayaan yang membingungkan mengenai kehidupan setelah kematian.
Apakah kita dapat mengetahui kebenaran mengenai apa yang terjadi dengan kita
bila kita meninggal? Apakah jiwa memang tidak berkematian? Ke mana kita harus
mencari jawaban?