Kata kosmologi sendiri
berasal dari kata Yunani, Kosmos. Kata ini pada masa Yunani Kuno dipakai
oleh Pythagoras untuk menggambarkan keteraturan dan keselarasan benda-benda
langit. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya kata kosmologi tidak lagi
dipakai dalam hal penjelajahan alam semesta, terutama ketika zaman Aristoteles.
Langit dijadikan objek pemujaan sebagaimana berlangsung pada masa Babilonia.
Yang ada hanyalah bidang astronomi yang mengkaji tentang perhitungan gerak
benda-benda langit atau ramal meramal nasib yang merupakan wilayah astrologi,
sedangkan aspek langit lainnya merupakan kawasan yang dikuasai oleh
teologi.
Setelah itu kosmologi baru muncul kembali dalam karya penting Thomas Aquinas, Summa Theologica. Kemudian pada abad ke-18 Christian Wolff menggunakan kata ini untuk membagi wilayah kajian filsafat. Dalam pengertian Wolff, kosmologi adalah telaah tentang sistem kosmik, yang diselidiki menurut inti dan hakikatnya yang mutlak, baik menurut segi material maupun menurut maknanya. Hal ini berarti bahwa―dalam spekulasi filosofis mengenai kosmos― obyek-obyek kosmologi tidak secara a priori dibatasi pada benda fisika-kimia ataupun biotik (makhluk hidup), melainkan juga manusia dan kosmos sejauh dialami oleh manusia.
Setelah itu kosmologi baru muncul kembali dalam karya penting Thomas Aquinas, Summa Theologica. Kemudian pada abad ke-18 Christian Wolff menggunakan kata ini untuk membagi wilayah kajian filsafat. Dalam pengertian Wolff, kosmologi adalah telaah tentang sistem kosmik, yang diselidiki menurut inti dan hakikatnya yang mutlak, baik menurut segi material maupun menurut maknanya. Hal ini berarti bahwa―dalam spekulasi filosofis mengenai kosmos― obyek-obyek kosmologi tidak secara a priori dibatasi pada benda fisika-kimia ataupun biotik (makhluk hidup), melainkan juga manusia dan kosmos sejauh dialami oleh manusia.