Senin, 15 Oktober 2012
Ilustrasi oleh: Bryan Christie Design
(Sumber: Scientific American, Special Edition – The Once and Future Cosmos, 31 Desember 2002, hal. 66-73)
"Alam semesta tampak (visible universe) boleh jadi terletak pada sebuah membran yang mengapung di ruang dimensi tinggi".
Cerita klasik tahun 1884 karya Edwin A. Abbott, Flatland: A Romance of Many Dimensions, melukiskan petualangan “A. Square”, karakter yang hidup di dunia dua-dimensi yang dihuni oleh sosok-sosok animasi geometris—segitiga, persegi, segilima, dan sebagainya. Menjelang akhir cerita, pada hari pertama tahun 2000, makhluk spheris dari “Spaceland” tiga-dimensi melintasi Flatland dan mengangkut A. Square keluar dari domain bidang [Flatland] untuk menunjukkan kepadanya alam dunia tiga-dimensi sejati yang lebih besar. Begitu memahami apa yang diperlihatkan oleh lingkungan tersebut, A. Square berspekulasi bahwa Spaceland sendiri mungkin eksis sebagai subruang kecil alam semesta empat-dimensi yang lebih besar lagi.
Luar biasanya, empat tahun belakangan fisikawan mulai serius menyelidiki ide yang amat mirip: segala sesuatu yang bisa kita lihat di alam semesta kita terkurung di “membran” tiga-dimensi yang terdapat di alam dimensi tinggi. Tapi tak seperti A. Square, yang harus mengandalkan intervensi hebat dari Spaceland untuk memperoleh pemahamannya, fisikawan mungkin segera bisa mendeteksi dan memverifikasi eksistensi dimensi-dimensi tambahan yang dimiliki oleh realitas [kita], yang boleh jadi membentang sepanjangnya satu milimeter. Eksperimen-eksperimen sedang mencari efek dimensi tambahan terhadap gaya gravitasi. Jika teori ini benar, eksperimen partikel high-energy mendatang di Eropa dapat melihat proses-proses tak lazim menyangkut gravitasi quantum, misalnya penciptaan black hole mikro sementara. Bukan sekadar romansa sambilan akan banyak dimensi, teori ini didasarkan pada beberapa perkembangan teranyar dalam teori string dan akan memecahkan beberapa teka-teki tua fisika partikel dan kosmologi.
Konsep eksotis teori string dan multidimensi sebetulnya timbul dari upaya memahami gaya paling familiar: gravitasi. Lebih dari tiga abad setelah Isaac Newton mengajukan hukum gravitasinya, fisika masih belum menjelaskan mengapa gravitasi begitu lemah dibanding semua gaya lain. Lemahnya gravitasi amat dramatis. Sebuah magnet kecil siap mengatasi tarikan gravitasi seluruh massa bumi ketika mengangkat sepotong paku dari tanah. Tarikan gravitasi di antara dua elektron adalah 1043 kali lebih lemah daripada gaya tolak listrik di antara mereka. Gravitasi terasa penting bagi kita—mempertahankan kaki kita di tanah dan menjaga bumi terus mengorbit matahari—hanya karena kumpulan besar materi ini berlistrik netral, menjadikan gaya listrik kian kecil dan menyisakan gravitasi, meskipun lemah, sebagai satu-satunya gaya nyata yang tersisa.
Lemahnya Gravitasi Tak Dapat Dipahami
Elektron harus 1022 kali lebih masif agar gaya listrik dan gravitasi di antara dua elektron setara. Untuk menghasilkan partikel seberat itu diperlukan energi sebesar 1019 gigaelektron volt (GeV), kuantitas yang dikenal sebagai energi Planck (diambil dari nama fisikawan Jerman Max Planck). Kuantitas terkait adalah panjang Planck, yakni 10-35 meter. Jika dibandingkan, nukleus atom hidrogen, yaitu proton, sekitar 1019 kali lebih besar dan memiliki massa sekitar 1 GeV. Skala energi dan panjang Planck jauh di luar jangkauan akselerator-akselerator tercanggih. Bahkan Large Hadron Collider di CERN akan menyelidiki jarak hingga sekitar 10-19 meter saja ketika mulai beroperasi lima tahun mendatang [lihat “Fisika Terpadu Tahun 2050?”, tulisan Steven Weinberg].
Hari ini, akselerator tercanggih menyelidiki alam energi antara 100 sampai 1000 GeV (satu teraelektron volt, atau TeV). Dalam kisaran ini, para pelaksana eksperimen telah melihat gaya elektromagnetik dan interaksi lemah (gaya di antara partikel-partikel subatom yang bertanggungjawab atas tipe-tipe pembusukan radioaktif tertentu) menjadi satu [yakni elektrolemah—penj]. Kita akan memahami lemahnya gravitasi jika memahami faktor 1016 yang memisahkan skala elektrolemah dari skala Planck.[Perlu diketahui, skala elektrolemah adalah 102 GeV—penj.]
Sialnya, teori sukses fisika partikel yang dimiliki fisikawan, bernama Standard Model, tidak dapat menjelaskan ukuran selisih yang besar ini, sebab teori ini disetel secara seksama untuk cocok dengan skala elektrolemah yang terobservasi. Kabar baiknya, penyetelan ini (dan 16 penyetelan lainnya) cocok secara definitif dengan banyak observasi. Kabar buruknya, kita harus menyetel teori pokok hingga akurasi sekitar 1 bagian dalam 1032; kalau tidak, efek-efek quantum—instabilitas—akan menyeret skala elektrolemah kembali naik ke skala Planck. Kehadiran penyeimbangan sesulit ini dalam teori Standard Model sama seperti berjalan memasuki ruangan lalu menemukan sebuah pensil berdiri sempurna di atas ujungnya di tengah-tengah [permukaan] meja. Meski bukan hal yang mustahil, situasi ini amat tak stabil, dan kita penasaran bagaimana itu terjadi.
Selama 20 tahun, para teoris menyerang teka-teki ini, disebut persoalan hirarki, dengan mengubah sifat fisika partikel dekat [besaran] 10-19 meter (atau 1 TeV) untuk menstabilkan skala elektrolemah. Modifikasi Standard Model terpopuler yang mencapai sasaran ini melibatkan kesimetrian baru yang disebut supersimetri. Kembali ke analogi pensil, supersimetri bertindak seperti benang gaib yang menahan pensil dan mencegahnya jatuh. Walaupun akselerator belum menemukan bukti langsung supersimetri, beberapa bukti tak langsung mendukung teori ini. Contoh, ketika kekuatan terukur gaya kuat, gaya lemah, dan gaya elektromagnetik diperhitungkan secara teoritis hingga jarak lebih pendek, [besaran] mereka bertemu secara akurat pada satu bilangan bila aturan supersimetri mengatur perhitungan tersebut. Hasil ini mengisyaratkan unifikasi supersimetris ketiga gaya pada [besaran panjang] sekitar 10-32meter, kurang-lebih 1000 kali lebih besar daripada panjang Planck tapi masih jauh di luar jangkauan particle collider.
Gravitasi dan Dimensi Besar Ruang
Selama dua dekade, satu-satunya kerangka kerja yang dapat bertahan untuk mengatasi persoalan hirarki adalah mengubah fisika partikel 10-19 meter dengan memperkenalkan proses-proses baru semisal supersimetri. Tapi dalam empat tahun terakhir, para teoris telah mengajukan pendekatan amat berbeda, memodifikasi ruangwaktu, gravitasi, dan skala Planck itu sendiri. Pemahaman kuncinya adalah bahwa ukuran luar biasa skala Planck, yang diterima selama seabad sejak Planck pertama kali memperkenalkannya, didasarkan pada asumsi tak teruji mengenai cara gravitasi berperilaku pada jarak pendek.
Hukum gravitasi kuadrat terbalik Newton—yang menyatakan gaya di antara dua massa turun seiring kuadrat [peningkatan] jarak di antara mereka—bekerja amat baik pada jarak makroskopis, menjelaskan orbit bumi sekeliling matahari, dan sebagainya. Tapi karena gravitasi begitu lemah, hukum ini teruji secara eksperimen hingga [besaran] jarak sekitar satu milimeter saja, dan kita harus memperhitungkan hingga 32 orde magnitudo untuk menyimpulkan bahwa gravitasi menjadi kuat hanya pada skala Planck 10-35 meter.
Hukum kuadrat terbalik adalah wajar di ruang tiga-dimensi [lihat ilustrasi di bawah]. Pikirkan garis-garis gaya gravitasi yang memancar seragam dari bumi. Semakin jauh dari bumi, gaya-gaya itu tersebar pada cangkang spheris berluas semakin besar. Luas permukaan bertambah seiring [peningkatan] kuadrat jarak, dengan demikian gaya gravitasi melemah. Asumsikan terdapat satu dimensi lagi, menghasilkan ruang empat-dimensi. Maka garis-garis medan yang memancar dari satu titik akan tersebar pada cangkang empat-dimensi yang [luas] permukaannya bertambah seiring [peningkatan] kubik jarak, dan gravitasi akan mengikuti hukum kubik terbalik.
Hukum kubik terbalik tentu tidak melukiskan alam semesta kita, tapi sekarang bayangkan bahwa dimensi tambahan itu tergulung menjadi lingkaran kecil berjari-jari R dan bahwa kita sedang menatap garis-garis medan yang berasal dari sebuah titik kecil [lihat ilustrasi di bawah]. Ketika garis-garis medan lebih dekat dengan titik tersebut dibandingkan jarak R, mereka dapat tersebar seragam di keempat dimensi, sehingga gaya gravitasi turun seiring kubik terbalik jarak. Namun, begitu garis-garis tersebar sepenuhnya ke seantero lingkaran, hanya tiga dimensi yang tersisa bagi mereka untuk melanjutkan penyebaran, sehingga untuk jarak yang jauh lebih besar dari R, gayanya berubah seiring kuadrat terbalik jarak.
Efek yang sama terjadi jika ada banyak dimensi tambahan, semuanya tergulung menjadi lingkaran berjari-jari R. Untuk n dimensi ruang tambahan pada [besaran] jarak kurang dari R, gaya gravitasi akan mengikuti hukum pangkat 2+n terbalik. Karena kita mengukur gravitasi hingga [kisaran jarak] sekitar satu milimeter saja, kita terlupa akan perubahan gravitasi yang disebabkan oleh dimensi-dimensi tambahan yang mengakibatkan R kurang dari satu milimeter. Lebih jauh, hukum pangkat 2+n akan menyebabkan gravitasi menyentuh kekuatan skala Planck jauh di atas 10-35 meter. Dengan kata lain, panjang Planck (yang ditetapkan oleh tempat gravitasi menguat) tidak sekecil itu, dan persoalan hirarki berkurang.
Kita dapat memecahkan persoalan hirarki sepenuhnya dengan mempostulatkan dimensi-dimensi tambahan dalam jumlah cukup untuk menggeser skala Planck mendekati skala elektrolemah.
Unifikasi final gravitasi dengan gaya-gaya lain, dengan demikian, akan terdapat di dekat [besaran] 10-19 ketimbang 10-35 yang biasa diasumsikan. Banyaknya dimensi yang diperlukan tergantung pada seberapa besar mereka. Sebaliknya, untuk dimensi tambahan dalam jumlah tertentu, kita dapat mengkomputasi seberapa mereka harus besar agar gravitasinya kuat, dekat besaran 10-19 meter. Jika ada satu dimensi tambahan saja, jari-jari R harus kurang-lebih sama dengan jarak antara bumi dan matahari. Karenanya, kemungkinan ini sudah dikesampingkan oleh observasi. Namun, dua dimensi tambahan dapat memecahkan persoalan hirarki jika mereka berukuran sekitar satu milimeter—persis [sama dengan besaran] di mana pengetahuan kita tentang gravitasi mogok. Jika kita menambahkan lebih banyak lagi, dimensi-dimensi [tambahan] itu semakin kecil; sedangkan untuk tujuh dimensi tambahan, mereka harus sebesar sekitar 10-14meter, kurang-lebih seukuran nukleus uranium. Ini amat kecil menurut standar sehari-hari tapi amat besar menurut ukuran fisika partikel.
Mempostulatkan dimensi tambahan mungkin terasa ganjil dan istimewa, tapi bagi fisikawan itu merupakan ide lama dan familiar yang berawal sejak tahun 1920-an, ketika matematikawan Polandia, Theodor Kaluza, dan fisikawan Swedia, Oskar Klein, mengembangkan teori gravitasi dan elektromagnetisme terpadu mengagumkan yang mensyaratkan satu dimensi tambahan. Ide ini telah dihidupkan kembali dalam teori-teori string modern, yang mensyaratkan total 10 dimensi ruang demi konsistensi matematis internal. Di masa lalu, fisikawan berasumsi bahwa dimensi-dimensi tambahan tergulung menjadi lingkaran kecil berukuran hampir 10-35 meter (panjang Planck tradisional), menjadikan mereka tak terdeteksi dan juga menyisakan teka-teki persoalan hirarki. Kontrasnya, dalam teori baru yang sedang kita bahas, dimensi-dimensi tambahan membelit menjadi lingkaran besar berjari-jari sekurangnya 10-14 meter dan mungkin juga sebesar satu milimeter.
Alam Semesta Kita di Dinding
Jika dimensi-dimensi ini sebesar itu, mengapa kita belum melihatnya? Dimensi tambahan sebesar satu milimeter akan bisa dilihat oleh mata telanjang dan akan terlihat jelas dengan mikroskop. Dan walaupun belum mengukur gravitasi jauh di bawah besaran sekitar satu milimeter, kita memiliki banyak pengetahuan eksperimen mengenai semua gaya lain pada [besaran] jarak lebih pendek, mendekati 10-19 meter, yang kesemuanya konsisten dengan ruang tiga-dimensi. Bagaimana mungkin ada dimensi-dimensi tambahan besar?
Jawabannya sederhana sekaligus aneh: seluruh materi dan gaya yang kita kenal—kecuali gravitasi—melekat pada sebuah “dinding” di ruang dimensi tambahan [lihat ilustrasi di bawah]. Elektron, proton, photon, dan semua partikel lain dalam Standard Model tidak bisa bergaul di dimensi-dimensi tambahan; garis-garis medan listrik dan magnet tidak bisa tersebar ke ruang dimensi tinggi. Dinding hanya memiliki tiga dimensi, dan bagi partikel-partikel ini, alam semesta juga tiga-dimensi. Hanya garis-garis medan gravitasi yang dapat mengulur ke ruang dimensi tinggi, dan hanya partikel pembawa gravitasi, graviton, yang dapat melancong bebas ke dimensi-dimensi tambahan. Keberadaan dimensi tambahan hanya bisa dirasakan melalui gravitasi.
Sebagai analogi, bayangkan semua partikel dalam Standard Model, seperti elektron dan proton, adalah bola biliar yang bergerak di permukaan meja biliar yang amat luas. Bagi mereka, alam semesta adalah dua-dimensi. Meski demikian, penghuni meja biliar yang terdiri dari bola-bola biliar masih dapat mendeteksi dunia dimensi tinggi: ketika dua bola saling bertubrukan cukup keras, mereka menghasilkan gelombang suara, yang berjalan ke tiga dimensi, mengangkut sebagian energi dari permukaan meja [lihat ilustrasi dalam boks di bawah]. Gelombang suara analogis dengan graviton, yang bisa berjalan ke ruang dimensi tinggi utuh. Dalam tubrukan partikel high-energy, kita berharap bisa melihat hilangnya energi, akibat larinya graviton ke dimensi-dimensi tambahan.
SingkatnyaOleh: Graham P. Collins (staf editor dan penulis)
DIMENSI. Alam semesta kita memiliki empat dimensi: tiga dimensi ruang (atas-bawah, kiri-kanan, depan-belakang) dan satu dimensi waktu. Walaupun kita hampir tidak bisa membayangkan dimensi-dimensi tambahan, matematikawan dan fisikawan sudah lama menganalisa atribut ruang-ruang teoritis yang memiliki bilangan dimensi berapapun.
UKURAN DIMENSI. Keempat dimensi ruangwaktu alam semesta kita sangat luas. Dimensi waktu mengulur sekurangnya 13 miliar tahun ke masalampau dan mungkin mengulur tak terhingga ke masa depan. Tiga dimensi ruang mungkin tak terhingga; teleskop kita telah mendeteksi objek-objek berjarak lebih dari 12 miliar tahun-cahaya. Dimensi juga bisa teringga. Contoh, dua dimensi permukaan bumi hanya mengulur sekitar 40.000 kilometer—panjang lingkaran besar.
DIMENSI TAMBAHAN KECIL. Beberapa teori fisika modern mempostulatkan dimensi-dimensi riil tambahan yang melingkar begitu kecil (barangkali berjari-jari 10-35meter) sehingga kita belum mendeteksi mereka. Bayangkan seutas benang: menurut penaksiran bagus, ia adalah objek satu-dimensi. Bilangan tunggal dapat menetapkan lokasi seekor semut di benang tersebut. Tapi menggunakan mikroskop, kita melihat tungau-tungau merayap di permukaan dua-dimensi benang: menyusuri dimensi panjang yang panjang dan mengelilingi dimensi keliling yang pendek.
DIMENSI TAMBAHAN BESAR. Belakangan fisikawan sadar bahwa dimensi-dimensi tambahan sebesar satu millimeter boleh jadi eksis tapi masih tak terlihat oleh kita. Yang mengejutkan, data eksperimen tidak menyingkirkan teori ini, dan ini dapat menjelaskan beberapa misteri fisika partikel dan kosmologi. Kita dan semua kandungan alam semesta tiga-dimensi kita (kecuali gravitasi) melekat pada membran, seperti bola yang bergerak di atas taplak hijau dua-dimensi sebuah meja biliar.
DIMENSI DAN GRAVITASI. Perilaku gravitasi—terutama kekuatannya—amat terkait dengan berapa banyak dimensi yang dirembesinya. Studi-studi gravitasi yang beraksi pada jarak kurang dari satu millimeter, dengan demikian, dapat menyingkap dimensi-dimensi tambahan besar kepada kita. Eksperimen semacam itu sedang berjalan. Dimensi-dimensi ini juga akan meningkatkan produksi objek ganjil gravitasi quantum semisal black hole mikro, partikel graviton, dan superstring, yang semuanya bisa dideteksi pada dekade ini di akselerator partikel high-energy.
Walaupun terasa aneh bahwa beberapa partikel terkurung di dinding, fenomena serupa cukup familiar dengan kita. Contoh, elektron pada kabel tembaga hanya bisa bergerak sepanjang ruang satu-dimensi kabel tersebut dan tidak berjalan ke ruang tiga-dimensi di sekelilingnya. Demikian pula, gelombang air berjalan utamanya di permukaan samudera, tidak menerobos kedalamannya. Skenario spesifik yang kami gambarkan, di mana semua partikel kecuali gravitasi melekat pada dinding, dapat timbul secara alami dalam teori string. Nyatanya, salah satu pemahaman utama yang memicu terobosan mutakhir dalam teori string adalah pengakuan bahwa teori ini memuat dinding semacam itu, dikenal sebagai bran-D (“bran” berasal dari kata “membran”, dan “D” adalah singkatan dari “Dirichlet”, yang mengindikasikan atribut matematis bran.)
Bran-D memiliki fitur yang persis dibutuhkan: partikel-partikel seperti elektron dan photon direpresentasikan oleh panjang string amat pendek yang masing-masing memiliki dua titik ujung yang harus melekat pada bran-D. Graviton, di sisi lain, merupakan simpal string kecil tertutup yang bisa mengeluyur ke semua dimensi sebab mereka tak memiliki titik ujung yang menjangkarkannya ke bran-D.
Apakah Masih Hidup?
Salah satu hal pertama yang diperbuat para teoris hebat ketika mendapatkan teori baru adalah mencoba mematahkannya dengan mencari inkonsistensi dengan temuan eksperimen. Teori dimensi tambahan besar mengubah gravitasi pada jarak makroskopis dan mengubah fisika lain pada energi tinggi, jadi ia pasti mudah dipatahkan. Namun, luar biasanya, ia tidak berkontradiksi dengan eksperimen manapun. Beberapa contoh menunjukkan betapa kesimpulan ini mengejutkan.
Kita mungkin mulanya khawatir gravitasi akan mempengaruhi objek-objek yang kesatuannya dijaga olehnya, semisal bintang dan galaksi. Tapi mereka tak terpengaruh. Gravitasi hanya berubah pada jarak kurang dari satu milimeter, sedangkan di sebuah bintang, misalnya, gravitasi beraksi mencakupi jarak ribuan kilometer untuk menjaga kesatuan bagian-bagian jauh bintang tersebut.
Kecemasan yang jauh lebih serius adalah berkenaan dengan graviton, partikel hipotetis yang mentransmisikan gravitasi dalam teori quantum. Dalam teori dimensi tambahan, graviton berinteraksi jauh lebih kuat dengan materi, sehingga semestinya graviton yang dihasilkan dalam tubrukan partikel high-energy jauh lebih banyak. Di samping itu, mereka menjalar ke semua dimensi, sehingga membawa pergi energi dari dinding, atau membran, yakni alam semesta tempat kita tinggal.
Ketika sebuah bintang kolaps dan meledak sebagai supernova, temperatur tinggi dapat merebus graviton lalu mendorongnya ke dimensi-dimensi tambahan [lihat ilustrasi di bawah]. Namun, dari observasi terhadap supernova terkenal bernama 1987A, kita tahu bahwa ledakannya memancarkan sebagian besar energinya sebagai neutrino, menyisakan sedikit ruang untuk kebocoran energi graviton. Pemahaman kita akan supernova, karenanya, membatasi seberapa kuat graviton dapat berpasangan dengan materi. Batasan ini dapat dengan mudah mematahkan ide dimensi tambahan besar, tapi kalkulasi detil menunjukkan bahwa teori ini dapat bertahan. Batasan terkeras adalah untuk dua dimensi tambahan, di mana graviton terlalu mendinginkan supernova.
Para teoris telah memeriksa banyak batasan potensial lain berdasarkan perubahan yang tak bisa diterima. Teori ini lulus semua pemeriksaan eksperimen, yang ternyata kurang keras daripada batasan supernova. Yang mengejutkan, batasan tersebut menjadi kurang keras begitu semakin banyak dimensi ditambahkan ke dalam teori. Kita menyaksikan ini dari awal: kasus satu dimensi tambahan dikesampingkan cepat-cepat sebab gravitasi diubah pada jarak tata surya. Ini mengindikasikan mengapa semakin banyak dimensi justru semakin aman: penguatan dramatis gravitasi di mulai pada jarak pendek dan karenanya memiliki dampak lebih kecil terhadap proses-proses jarak panjang.
Jawaban Pada 2010
Teori ini memecahkan persoalan hirarki dengan menjadikan gravitasi gaya yang kuat, dekat [besaran] energi TeV, persisnya skala energi yang akan diselidiki menggunakan akselerator-akselerator partikel mendatang.
Oleh sebab itu, eksperimen-eksperimen di Large Hadron Collider (LHC), dijadwalkan dimulai sekitar 2007, semestinya menyingkap alam gravitasi quantum! Contoh, jika teori string merupakan deskripsi gravitasi quantum yang tepat, maka partikel-partikel adalah seperti simpal string kecil yang bisa bervibrasi mirip string biola. Partikel fundamental yang dikenal bisa kita samakan dengan string yang tidak bervibrasi, seperti string biola yang tidak digesek. Masing-masing “not musik” yang dapat dibawakan sebuah string dengan cara bervibrasi akan terlihat sebagai partikel eksotis baru yang berbeda. Dalam teori-teori string konvensional, string dianggap berpanjang 10-35 meter saja, dan partikel-partikel baru akan memiliki massa pada orde energi Planck tradisional—“musik” string-string tersebut ber-pitch terlalu tinggi untuk dapat kita “dengar” di particle collider. Tapi dengan dimensi-dimensi tambahan besar, string-string jauh lebih panjang, hampir 10-19 meter, dan partikel-partikel baru akan muncul pada [besaran] energi TeV—cukup rendah untuk didengar di LHC.
Demikian halnya, energi yang diperlukan untuk menciptakan black hole mikro dalam tubrukan partikel akan terjangkau oleh eksperimen [lihat ilustrasi di bawah].
Bahkan pada [besaran] energi yang terlalu rendah untuk menghasilkan string bervibrasi atau black hole, tubrukan partikel akan menghasilkan banyak graviton, sebuah proses yang sepele dalam teori-teori konvensional. Eksperimen tidak bisa langsung mendeteksi graviton yang terpancarkan, tapi energi yang mereka bawa lari akan muncul sebagai energi yang hilang dari puing tubrukan. Teori memprediksi atribut spesifik energi yang hilang itu—bagaimana ia berubah seiring perubahan energi tubrukan dan sebagainya—sehingga bukti produksi graviton dapat dibedakan dari proses-proses lain yang membawa lari energi pada partikel-partikel tak tampak. Data mutakhir dari akselerator high-energy sudah dengan ringan membatasi skenario dimensi-dimensi besar. Eksperimen di LHC semestinya melihat bukti graviton atau mulai mengesampingkan teori lantaran ketiadaan graviton.
Tipe eksperimen yang sama sekali berbeda juga dapat memperkuat teori, barangkali jauh lebih cepat daripada particle collider. Ingat, agar dua dimensi tambahan memecahkan persoalan hirarki, kedua dimensi itu harus sebesar satu milimeter. Pengukuran gravitasi lalu akan mendeteksi perubahan dari hukum kuadrat terbalik Newton menjadi hukum pangkat empat terbalik pada jarak hampir satu milimeter. Perluasan kerangka teoritis dasar menghasilkan sekumpulan kemungkinan penyimpangan lain dari gravitasi Newtonian, yang paling menarik adalah gaya tolak yang lebih dari sejuta kali lebih kuat dibanding gravitasi yang terdapat di antara [dua] massa yang terpisah [jarak] kurang dari satu milimeter. Eksperimen meja menggunakan detektor yang dibangun secara cermat kini sedang berjalan, menguji hukum Newton dari kisaran [jarak] centimeter hingga sepuluh mikron [lihat ilustrasi di bawah].
Untuk menyelidiki gaya gravitasi pada jarak submilimeter, kita harus memakai objek yang tidak lebih besar dari satu milimeter, yang karenanya memiliki massa amat kecil. Kita harus dengan teliti menyaring banyak efek, misalnya gaya elektrostatik sisa, yang dapat menutupi atau menyerupai tarikan gravitasi kecil. Eksperimen semacam itu sangat sulit dan rumit, tapi menggairahkan sekali bahwa ini dapat menyingkap fisika baru yang dramatis. Bahkan terlepas dari pencarian dimensi tambahan, penting sekali memperluas pengetahuan langsung kita tentang gravitasi hingga jarak-jarak pendek ini. Periset di Universitas Washington telah melakukan pengukuran gravitasi hingga [jarak] seperlima milimeter dan tak menemukan penyimpangan dari gravitasi Newton. Oleh sebab itu, dimensi-dimensi baru yang besar harus berukuran kurang dari seperlima milimeter. Beberapa kelompok kini sedang mempertimbangkan menyempurnakan pengukuran ini.
Ide dimensi tambahan praktisnya melanjutkan tradisi Copernican dalam memahami kedudukan kita di dunia:
Bumi bukanlah pusat tata surya, matahari bukanlah pusat galaksi kita, galaksi kita hanyalah salah satu dari miliaran [galaksi] di alam semesta tak berpusat, dan kini keseluruhan alam semesta tiga-dimensi kita hanyalah sebuah membran tipis di ruang dimensi utuh. Jika kita mempertimbangkan irisan-irisan yang membentang di dimensi tambahan, alam semesta kita akan menempati sebuah titik infinitesimal (amat kecil) di tiap irisan, dikelilingi oleh kehampaan.
Barangkali cerita ini belum selesai. Sebagaimana Bima Sakti bukan satu-satunya galaksi di alam semesta, mungkinkah alam semesta kita tidak sendirian di dimensi-dimensi tambahan? Membran-membran alam semesta tiga-dimensi lainnya boleh jadi terletak sejajar dengan alam semesta kita, hanya berjarak satu milimeter dari kita di dimensi-dimensi tambahan [lihat ilustrasi di bawah]. Demikian halnya, walaupun semua partikel Standard Model harus melekat pada alam semesta membran kita, partikel lain di luar Standard Model mungkin menjalar ke dimensi tambahan. Dimensi-dimensi tambahan boleh jadi memiliki banyak struktur menarik, sama sekali tidak hampa.
Efek partikel-partikel baru dan alam-alam semesta di dimensi tambahan dapat menyediakan jawaban untuk banyak misteri fisika partikel dan kosmologi yang belum terpecahkan. Bukti mengesankan dari eksperimen Super Kamiokande di Jepang mengindikasikan bahwa neutrino, yang lama dianggap tak bermassa, memiliki massa amat kecil tapi tidak nol. Neutrino bisa memperoleh massanya dengan berinteraksi dengan medan partner yang berada di dimensi tambahan. Adapun gravitasi, interaksinya sangat dilemahkan oleh ketersebaran partner tersebut di dimensi tambahan, sehingga neutrino memperoleh massa yang kecil saja.
Alam Semesta Paralel
Contoh lain adalah misteri dalam kosmologi tentang apa itu dark matter, zat bergravitasi dan invisible yang kelihatannya menyusun lebih dari 90% massa alam semesta. Dark matter mungkin berada di alam-alam semesta paralel. Materi semacam itu akan mempengaruhi alam semesta kita lewat gravitasi dan pasti “gelap” sebab jenis photon kita melekat pada membran kita, sehingga photon tidak bisa berjalan melintasi kehampaan dari materi paralel ke mata kita.
Alam-alam semesta paralel demikian mungkin berbeda jauh dari punya kita, memiliki partikel dan gaya berbeda dan bahkan barangkali terkurung di membran-membran berdimensi lebih sedikit atau lebih banyak. Namun dalam sebuah skenario menggairahkan, mereka memiliki atribut identik dengan dunia kita. Bayangkan dinding yang kita tinggali terlipat berkali lipat di dimensi tambahan [lihat ilustrasi di atas].
Objek-objek di sisi lain sebuah lipatan akan terlihat sangat jauh meskipun mereka berjarak kurang dari satu milimeter dari kita di dimensi tambahan: cahaya yang mereka pancarkan harus berjalan ke lipatan lalu berbelok untuk menjangkau kita. Jika lipatannya puluhan miliar tahun-cahaya jauhnya, tak ada cahaya dari sisi lain dapat menjangkau kita sejak alam semesta mulai [eksis].
Dark matter mungkin tersusun dari materi biasa, barangkali bintang dan galaksi biasa, yang bersinar cerlang di lipatan mereka sendiri. Bintang demikian akan menghasilkan efek menarik yang bisa diamati, misalnya gelombang gravitasi dari supernova. Detektor gelombang gravitasi yang dijadwalkan rampung dapat segera menemukan bukti [adanya] lipatan dengan mengobservasi sumber-sumber besar radiasi gravitasi yang tidak bisa diterangkan oleh materi yang terlihat di alam semesta kita.
Teori kami bukan proposal pertama yang melibatkan dimensi tambahan berukuran lebih dari 10-35 meter. Pada 1990, Ignatios Antoniadis dari École Polytechnique di Prancis menyatakan bahwa sebagian dari dimensi-dimensi dalam teori string mungkin sebesar 10-19 meter. Pada 1996, Petr Hořava dari California Institute of Technology and Edward Witten dari Institute for Advanced Study di Princeton, New Jersey, menguraikan bahwa satu dimensi tambahan 10-30 meter akan menyatukan gaya-gaya dengan rapi. Menyusul ide ini, Joseph Lykken dari Fermi National Accelerator Laboratory di Batavia, Illinois, berupaya menurunkan skala unifikasi ke [besaran] hampir 10-19 meter. Keith Dienes dari Universitas Arizona, Emilian Dudas dari Universitas Paris-South, dan Tony Gherghetta (kini di Universitas Minnesota, mengamati pada 1998 bahwa dimensi-dimensi tambahan berukuran kurang dari 10-19 meter dapat memungkinkan gaya-gaya bersatu pada [kisaran] jarak lebih dari 10-32 meter.
Sejak proposal kami tahun 1998, sejumlah variasi menarik telah bermunculan, menggunakan komposisi dasar yang sama yakni dimensi tambahan dan keberadaan alam semesta kita di dinding. Dalam model yang menggairahkan, Lisa Randall dari Universitas Harvard dan Raman Sundrum dari Universitas John Hopkins mengajukan bahwa gravitasi sendiri mungkin terkonsentrasi di sebuah membran di ruangwaktu lima-dimensi yang [membentang] tak terhingga ke semua arah. Wajar gravitasi terasa amat lemah di alam semesta kita jika kita berada di membran berbeda.
Selama 20 tahun, pendekatan konvensional untuk mengatasi persoalan hirarki, dan karenanya memahami mengapa gravitasi begitu lemah, berasumsi bahwa skala Planck dekat [besaran] 10-35meter adalah sangat fundamental dan bahwa fisika partikel harus berubah dekat [besaran jarak] 10-19 meter. Dahulu gravitasi quantum terus berada di alam spekulasi, tak terjangkau oleh eksperimen. Sekarang kita sadar tidak demikian. Jika terdapat dimensi-dimensi baru yang besar, dalam beberapa tahun ke depan kita bisa menemukan penyimpangan dari hukum Newton dekat [besaran jarak] katakanlah 6 x 10-5 meter, dan kita akan mendeteksi vibrasi string atau black hole di LHC. Gravitasi quantum dan teori string akan menjadi sains yang bisa diuji. Apapun yang terjadi, eksperimen akan menunjukkan jalan untuk menjawab pertanyaan berumur 300 tahun. Pada 2010, kita akan membuat kemajuan menentukan menuju pemahaman mengapa gravitasi begitu lemah. Dan kita mungkin menemukan bahwa kita hidup di Flatland yang aneh, sebuah alam semesta membran di mana gravitasi quantum sudah di ambang pintu.
Penulis
Nima Arkani-Hamed, Savas Dimopoulos, dan Georgi Dvali menyusun teori dimensi tambahan di Universitas Stanford pada Februari 1998. Arkani-Hamed lahir di Houston dan pada 1997 menerima gelar Ph.D. fisika di universitas California, Berkeley, di mana dia menjadi asisten profesor sejak 1999. Ketika tidak sedang menggali kemungkinan-kemungkinan teoritis di luar Standard Model fisika partikel, dia senang melakukan hiking di High Sierra dan gurun California. Dimopoulos tumbuh di Athena, menerima gelar Ph.D. dari Universitas Chicago dan telah menjadi profesor fisika di Stanford sejak 1979. Risetnya sebagian besar didorong oleh pencarian di luar Standard Model. Pada 1981, bersama Howard Georgi dari Universitas Harvard, dia mengajukan Standard Model supersimetris. “Gia” Dvali dibesarkan di negara yang kini bernama Republik Georgia dan pada 1992 menerima gelar Ph.D.-nya dalam fisika high-energy dan kosmologi dari Tbilisi State University. Pada 1998 dia menjadi profesor tamu bidang fisika di Universitas New York. Dia senang mengatasi gravitasi dengan mendaki gunung dan memanjat batu dan es.
Sumber: Sainstory -Sains Social History
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar