Selasa, 13 Agustus 2013

Lebih dari 20 persen Ilmuan Ateis bersifat Spiritual

 


Minggu, 15 Mei 2011 - Lebih dari 20 persen ilmuan ateis bersifat spiritual, menurut penelitian terbaru dari Universitas Rice. Walaupun masyarakat umum menikahkan spiritualitas dengan agama, studi ini menemukan kalau spiritualitas sesungguhnya merupakan gagasan terpisah – yang lebih dekat kesejajarannya dengan penemuan ilmiah – bagi ilmuan “ateis spiritual.”

Penelitian ini diterbitkan dalam edisi Juni 2011 jurnal ilmiah Sociology of Religion. Lewat wawancara mendalam pada 275 ilmuan alam dan sosial di universitas-universitas terkenal, para peneliti Rice menemukan kalau 72 dari para ilmuan tersebut mengatakan bahwa mereka memiliki spiritualitas yang konsisten dengan sains, walaupun mereka tidak beragama secara formal.

“Hasil kami menunjukkan kalau para ilmuan memandang agama dan spiritualitas sebagai konstruk yang berbeda secara kualitatif,” kata Elaine Howard Ecklund, asisten profesor sosiologi di Rice dan penulis perdana studi ini. “Para ilmuan ateis spiritual ini mencari makna kebenaran lewat spiritualitas – yang dibangkitkan lewat dan konsisten dengan pekerjaan mereka sebagai ilmuan.”

Pola Dasar Alam Semesta

 

Masalah besar terjadi di dunia fisika pada abad 19 yang hampir-hampir saja fisika mengalami kebuntuan yaitu munculnya fenomena pada radiasi benda hitam yang tidak dapat dipecahkan dengan konsep materi dan gelombang saat itu. Teori pada saat itu seakan mengatakan jika materi ya materi artinya fenomena yang terjadi pada materi , ya memang khasnya materi dan tidak pernah terjadi pada gelombang.

Begitu juga dengan gelombang, gelombang ya gelombang yang artinya fenomena yang terjadi pada gelombang tidak pernah terjadi pada materi, materi mengalami tumbukan sedangkan gelombang mengalami interferensi dan difraksi. Teori fisika klasik yang menganggap bahwa cahaya sebagai gelombang tidak dapat menerangkan spectrum radiasi benda hitam. Dimana fenomena yang ditunjukkan oleh radiasi benda hitam adalah gelombang radiasinya berperilaku seperti materi. Masalah baru mendapatkan sedikit titik terang setelah Max Plank seorang Ilmuwan berkebangsaan Jerman memperkenalkan paket-paket energy atau foton walaupun dia sendiri sebenarnya tidak begitu yakin dengan idenya tersebut sehingga dia terus mencari gagasan dan penjelasan yang sesuai dengan teori pada saat itu. Max Plank menggunakan dasar teoritis untuk memperkuat rumus empirisnya yang ternyata cocok dengan hasil pengamatan, dengan asumsi energy radiasi yang dipancarkan oleh getaran molekul-molekul benda bersifat diskrit dan molekul-molekul menyerap atau memancarkan energy radiasi dalam paket diskrit yang disebut kuantum atau foton.

Senin, 12 Agustus 2013

Energi Negatif, Wormhole, dan Warp Drive

 


Oleh: Lawrence H. Ford dan Thomas A. Roman
 

(Sumber: Scientific American, Special Edition – The Edge of Physics, Mei 2003, hal. 84-91)

Pembangunan wormhole dan warp drive membutuhkan bentuk energi yang sangat tak biasa. Tapi hukum fisika yang memperkenankan “energi negatif” ini juga membatasi perilakunya. 

Wormhole akan terlihat sebagai bukaan bulat menuju wilayah kosmos yang jauh. Dalam foto Times Square rekayasa ini, wormhole memungkinkan warga New York berjalan ke Sahara dengan satu langkah. Walaupun tidak melanggar hukum fisika yang dikenal, wormhole semacam itu membutuhkan jumlah energi negatif yang tak realistis.

Bisakah kawasan ruang mengandung [sesuatu] kurang dari nol? Akal sehat akan bilang tidak; yang paling banter bisa kita lakukan adalah menyingkirkan semua materi dan radiasi dan menyisakan kevakuman. Tapi fisika quantum terbukti punya kemampuan mengacaukan intuisi, dan tidak terkecuali dalam perkara ini. Kawasan ruang, ternyata, bisa mengandung [sesuatu] kurang dari nol. Energi per unit volumenya—densitas energi—bisa kurang dari nol. 

Perjalanan Fantastik

 



Oleh: Shahid Riaz
www.scribd.com/doc/7303041/Fantastic-Voyage

Pangkat 10. Zoom dari mikrokosmos ke makrokosmos. Ini adalah perjalanan kecepatan tinggi, melompati jarak sebesar faktor 10. Dimulai dengan 100 yang ekuivalen 1 meter, dan peningkatan ukuran sebesar faktor 10, atau 101 (10 meter), 102 (10×10 = 100 meter),  103 (10x10x10 = 1.000 meter), 104 (10x10x10x10 = 10.000 meter), dan seterusnya, hingga batas imajinasi kita ke arah makrokosmos.

Berikutnya kita kembali, sedikit lebih cepat, sampai ke titik di mana kita memulai dan meneruskan perjalanan kita ke arah berlawanan, mengurangi jarak tempuh sebesar faktor 10, menuju mikrokosmos.

Amati keteguhan hukum alam semesta dan pikirkan betapa banyak yang masih harus dipelajari oleh ras manusia.

Apa Itu Materi? ,apa itu energie ?

 


Kita manusia, binatang, tumbuhan, semua bentuk kehidupan, Bumi, planet-planet, dan bintang-bintang, sebenarnya terbuat dari apa? Dan apakah benda-benda familiar itu betul-betul ada bagi Alam Semesta? Ini adalah pertanyaan yang seolah-olah sederhana yang langsung menuju inti pencarian dark matter.

Dalam buku ini kami telah menggali berbagai aspek materi dan partnernya, energi, dan telah memikirkan mengapa beberapa tipe materi yang belum ditemukan begitu dicurigai sehingga para ilmuwan menginvestasikan banyak uang pada perangkat-perangkat demi mencarinya. Ini adalah cerita tentang awal-mula Alam Semesta dan bagaimana itu membawa pada tipe dan jumlah materi yang kita lihat
hari ini. Di sini kita meninjau kembali gagasan dasar tentang sifat materi, terbuat dari apa ia, dan bagaimana ia terbentuk.

Waktu dan Paradoks Kembar

 


Oleh: Ronald C. Lasky

(Sumber: Special Edition Scientific American – A Matter of Time, 2006, hal. 21-23)

"Waktu tak boleh dianggap praeksis dalam pengertian apa pun; ia adalah kuantitas yang dibuat. (Hermann Bondi)".

Sebagaimana bunyi pepatah, “Waktu adalah relatif”, mungkin tidak setenar “Waktu adalah uang”. Tapi gagasan bahwa waktu mencepat atau melambat tergantung pada seberapa cepat suatu objek bergerak relatif terhadap objek lain sudah pasti tergolong sebagai salah satu pengetahuan Albert Einstein yang paling terinspirasi [oleh pepatah tersebut].

Istilah “dilasi waktu” dibuat untuk menggambarkan pelambatan waktu akibat gerakan. Dan untuk mengilustrasikan efek dilasi waktu, dia mengajukan sebuah contoh—paradoks kembar—yang jelas merupakan eksperimen pikiran paling terkenal dalam teori relativitas. Dalam paradoks ini, salah seorang dari dua saudara kembar bergerak mendekati kecepatan cahaya menuju sebuah bintang jauh dan kemudian pulang ke Bumi. Relativitas mendikte bahwa ketika dia kembali, dia lebih muda dari kembaran identiknya. [Lihat Bagaimana Membangun Mesin Waktu, tulisan Paul Davies]

Semesta Kekosongan

 

Oleh: JR Minkel dari New Scientist

Ketika Anda memegang sebuah majalah. Rasanya padat; tampaknya memiliki semacam keberadaan yang mandiri dan terpisah dalam ruang. Demikian pula benda-benda di sekeliling Anda-misalnya secangkir kopi, sebuah komputer. Mereka semua tampak nyata dan berada di luar sana. Tapi itu semua hanyalah ilusi. Yang diduga sebagai benda padat sesungguhnya adalah proyeksi belaka, yang berasal dari pergeseran pola kaleidoskopik hidup yang berasal dari batas alam semesta kita. Semesta kita kemungkinan adalah sebuah hologram.

Bagaimana Bentuk Jagad Raya?

 



Saya Mau Tanya ! 
1. Bagaimanakah Bentuk Jagad Raya ?
2. Apa benar Jagad Raya Mengembang ? Jika Ya !
3..Apakah Ada Ruang Lain Di Luar Jagad Raya Kita ?
(DhiKaiceZ – SMAN 1 Sungguminasa – Makassar)
Yang ingin tahu bentuk Jagad Raya atau Alam Semesta ini bukan cuma kamu loh. Para astronom pun ingin tahu seperti apa alam semesta kita ini.
Berdasarkan pengamatan, dalam skala besar, alam semesta berada dalam keadaan homogen dan isotropi serta pengamat tidak berada pada posisi yang istimewa di alam semesta. Homogen memberi arti dimanapun pengamat berada di alam semesta ia akan mengamati hal yang sama. Sedangkan isotropi artinya ke arah manapun pengamat memandang ia akan melihat hal yang sama. Dengan demikian tidak ada tempat istimewa di alam semesta. Model ini menyatakan bahwa alam semesta seharusnya mengembang dalam jangka waktu berhingga, dimulai dari keadaan yang sangat panas dan padat.
Nasib alam semesta sendiri ditentukan oleh pertarungan antara momentum pemuaian dan gaya tarik gravitasi. Laju pemuaian alam semesta ini dinyatakan oleh konstanta Hubble H0, sedangkan besarnya gravitasi ditentukan oleh kerapatan dan tekanan materi di alam semesta.  Jika tekanan materi rendah, seperti halnya terjadi pada sebagian besar bentuk materi, maka nasib alam semesta akan ditentukan oleh kerapatan. Nilai kerapatan sangat berperan penting untuk menentukan bentuk alam semesta jika dibandingkan dengan kerapatan kritis. Apakah kerapatan alam semesta lebih besar, sama atau kurang dari kerapatan kritis akan ikut menentukan nasib alam semesta.
Ada tiga kemungkinan umum dari “bentuk alam semesta”.

Tiga model solusi untuk alam semesta. Kredit : NASA
Pertama, alam semesta seperti balon.

MISTERI BENTUK JAGAT RAYA DAN MATERI MISTERIUS

AGUS SISWANTO
Seperti apakah bentuk jagat raya (kosmologi)?. Tampaknya belum ada kesepakatan final yang dihasilkan. Tulisan ini sekadar ingin menuturkan kajiannya.
Model jagat raya yang didasarkan teori Dentuman Besar (Big Bang) selalu disandarkan atas 2 teori penting yaitu: teori relativitas umum dan prinsip kosmologi. Dalam kedua teori tersebut diasumsikan materi di dalam jagat raya dianggap homogen dan isotropik.
Materi juga diyakini didistribusikan seraca seragam ke seluruh jagat raya dalam skala besar dan kecil. Dengan menggunakan teori tersebut juga dapat diketahui adanya pengaruh forsa (daya) gravitasi yang ditimbulkan gravitasi mempengaruhi kelengkungan ruang dan waktu. Inilah yang melahirkan ruang-waktu.

Model geometri
Sejauh ini, jagat raya diperkirakan memiliki bentuk-bentuk (secara geometris) sbb:
1. Bentuk kurva positif. Jagat raya dianggap memiliki bentuk seperti bola. Konsekwensinya. Jagat raya bersifat tertutup dan memiliki luas yang terbatas.
2. Bentuk kurva negatif. Jagat raya berbentuk seperti sadel (pelana kuda). Bentuk pelana ini menunjukan jagat raya tidak memiliki batas (ujung). Dengan demikian, luas jagat raya tidak dapat diketahui.
3. Bentuk datar. Jagat raya berbentuk datar, seperti sebilah papan. Bentuk semacam ini mengandaikan jagat raya tidak memiliki ujung dan tidak terbatas.
Lantas, mana sesungguhnya bentuk jagat raya yang kita huni?

Minggu, 11 Agustus 2013

Semesta Kita Kemungkinan Adalah Hologram Raksasa

 

Percobaan GEO600 di pinggiran Hanover, Jerman, tidak begitu menarik orang. Yang terlihat dari luar hanya sebuah bedeng berbentuk kotak di satu sudut ladang pertanian, yang dihubungkan oleh dua selokan tertutup lempengan logam yang di bawahnya diletakkan pelacak yang panjangnya 600 meter.

Selama tujuh tahun terakhir, perangkat buatan Jerman itu melacak gelombang gravitasi dari benda-benda luar angkasa yang sangat kuat, seperti bintang netron dan Lubang Hitam.

Sejauh ini GEO600 memang belum mendeteksi satu pun gelombang grafitasi, tetapi teknologi itu secara tidak sengaja menghasilkan penemuan amat penting dalam ilmu fisika pada setengah abad terakhir ini.

Selama beberapa bulan, papar Marcus Chown dari New Scientist, anggota tim GEO600 dipusingkan oleh bebunyian tidak jelas yang terekam oleh detektor mereka. Lalu, tanpa disangka, seorang peneliti memperoleh jawaban, bahkan telah memperkirakan bunyi itu sebelum para ilmuwan mendeteksinya.

Menurut Craig Hogan, fisikawan dari laboratorium fisika Fermilab di Batavia, Illinois, Amerika Serikat, GEO600 telah mencapai batas fundamental ruang dan waktu – titik di mana ruang-waktu tidak lagi berbentuk aliran kontinum seperti dijelaskan Albert Einstein melainkan larut menjadi ‘butiran-butiran’ seperti titik kecil yang diperbesar oleh mikroskop.