Rabu, 23 September 2015

JENITRI TIDAK HANYA BIJI TITISAN DEWA



Kedua mata Prof I Nyoman Kabinawa terpejam. Ia duduk bersila mengenakan pakaian putih. Bibirnya merapalkan doa. '...Dhimahi dhiyo nah pracodayat.' Pada saat bersamaan, jari manis tangan kanannya memutar biji mala seukuran buah kersen hingga 108 kali. Telunjuk dan kelingking terlarang menyentuh mala yang tersusun dari biji buah jenitri.

Itulah ritual Prof I Nyoman Kabinawa dan penganut Hindu lain saat bermeditasi. Dalam ritual itu, jenitri elemen penting lantaran mempunyai nilai mitos tinggi. 'Sebelum digunakan untuk meditasi, jenitri mesti diberi mantra agar memiliki kekuatan,' kata Kabinawa, periset Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI. Dengan kekuatan itu, doa yang dipanjatkan pun sampai ke Sang Hyang Widi.
Rudraksha-sebutan jenitri di India adalah tanaman setinggi 25-30 m dengan batang tegak dan bulat berwarna cokelat. Sepanjang tepi daunnya bergerigi dan meruncing di bagian ujung. Dalam bahasa India, rudraksa berasal dari kata rudra berarti Dewa Siwa dan aksa berarti mata. Sehingga arti keseluruhan: mata Siwa. Sesuai namanya, orang Hindu meyakini rudraksa sebagai air mata Dewa yang menitik ke bumi. Tetesan air mata itu tumbuh menjadi pohon rudraksa.

Mata Siwa

Di Indonesia, biji titisan Dewa Siwa itu populer dengan nama ganitri, genitri, atau jenitri. Indonesia merupakan pengekspor dan produksen terbesar di dunia. Pohon jenitri atau bahasa latinnya Elaeocarpus ganitrus banyak ditanam di Jawa Tengah, Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Timor. Indonesia memasok 70% kebutuhan jenitri yang diekspor dalam bentuk butiran biji. Sebanyak 20% pasokan lainnya dari Nepal. Sedangkan India, negara paling banyak menggunakan rudaksa hanya memproduksi 5%.
Menurut Ir. Komari, peneliti dari Pusat Penelitian Institut Teknologi Bandung, biji-biji jenitri keras dan awet, bisa digunakan untuk 8 generasi. Kecuali ukuran, setiap biji memiliki jumlah lekukan atau mukhis berbeda. Jumlahnya bervariasi mulai dari 1 hingga 21 mukhis yang memiliki perbedaan arti. Semakin banyak mukhis harganya kian tinggi.

Manfaat jenitri bukan sekadar alat 'hitung' dalam berdoa laiknya tasbih bagi kaum Muslim atau rosario bagi umat Nasrani. Biji jenitri juga berfungsi menghilangkan stres. Itu dibuktikan oleh Dr Suhas Roy dari Benaras Hindu University. Penelitiannya mengungkap utrasum bead-sebutan jenitri di Amerika-biji jenitri mengirimkan sinyal secara beraturan ke jantung ketika digunakan sebagai kalung. Ia mengatur aktivitas otak yang mengarah pada kesehatan tubuh.

Efek itu diperoleh lantaran biji sima-sebutan jenitri di Sulawesi Selatan-memiliki sifat kimia dan fisik berupa induksi listrik, kapasitansi listrik, pergerakan listrik, dan elektromagnetik. Karena itu biji jenitri mempengaruhi sistem otak pusat saat menyebarkan rangsangan bioelektrokimia. Hasilnya, otak merasa tenang dan menghasilkan pikiran positif.

Sebetulnya, komposisi kimia jenitri tak beda jauh dengan buah lainnya. Antara lain 50,024% karbon, 17,798% hidrogen, 0,9461% nitrogen, dan 30,4531% oksigen. Beberapa elemen mikro dalam biji tanaman anggota famili Elaeocarpaceae itu adalah aluminum, kalsium, klorin, tembaga, kobalt, nikel, besi, magnesium, mangan, dan fosfor.

Panasea

Pembeda jenitri dan buah lain terungkap melalui riset Institut Teknologi India. Jenitri memiliki nilai spesifik gravitasi sebesar 1,2 dengan pH 4,48. Saat digunakan untuk berdoa, misalnya, jenitri memiliki daya elektromagnetik sebesar 10.000 gauss pada keseimbangan Faraday, hasil konduksi elektron alkalin. Gara-gara itulah jenitri dipercaya mengontrol tekanan darah, stres, serta berbagai penyakit mental.

Jenitri juga dipercaya menyembuhkan epilepsi, asma, hipertensi, radang sendi, dan penyakit hati. Ia berguna saat dikalungkan di leher ataupun diminum air rebusan. Caranya? Biji jenitri direndam semalam lalu diminum saat perut kosong. Itu terbukti efektif meredam hipertensi dan menghasilkan perasaan tenang dan damai. Dalam 7 hari, tekanan darah turun bila dibarengi dengan mengalungkan jenitri di leher. Khasiat lain, jenitri berfungsi sebagai pelindung tubuh dari bakteri, kanker, dan pembengkakan.

Begitulah riset sahih Singh RK dari Departemen Farmakologi, Banaras Hindu University, India. Ia menggunakan berbagai larutan seperti petroleum eter, benzena, kloroform, asetone, dan etanol untuk melarutkan 200 mg/kg buah jenitri kering. Larutan jenitri hasil perendaman selama 30-45 menit itu menunjukkan sifat antipembengkakan radang akut dan nonakut pada tikus yang dilukai. Di luar itu, jenitri menghilangkan sakit kepala alias antidepresan dan antiborok pada tikus terinjeksi.
Uji praklinis yang melibatkan babi sebagai satwa percobaan, membuktikan jenitri mencegah kerusakan paru-paru. Sebelumnya, babi diinduksi pemicu luka, histamin, dan asetilkoline aerosol. Meski diberi zat perusak paru-paru, organ pernapasan babi-babi itu tetap baik.

Duduk perkaranya karena glikosida, steroid, alkaloid, dan flavonoid yang terkandung dalam jenitri melindungi paru-paru. Keempat zat organik itu juga bersifat antibakteri. Terhitung 28 jenis bakteri gram positif dan negatif enyah oleh ekstrak jenitri antara lain Salmonella typhimurium, Morganella morganii, Plesiomonas shigelloides, Shigella flexnerii, dan Shigela sonneii.

Menurut A B. Ray dari Department of Medicinal Chemistry, Banaras Hindu University, India, alkaloid yang terkandung dalam jenitri: pseudoepi-isoelaeocarpilin, rudrakine, elaeocarpine, isoelaeocarpine, dan elaeocarpiline. Senyawa itu berkhasiat meluruhkan lemak badan. Caranya, 25 gram buah Elaeocarpus ganitrus kering, dicuci dan direbus dalam 1 gelas air sampai air rebusan tersisa separuh. Setelah air rebusan dingin, saring, lalu minum sekaligus.

Pengisap polutan

Cuma itu faedah genitri? Ada lagi peran lain yang dimainkan oleh genitri sebagaimana hasil riset Dwiarum Setyoningtyas dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung: jenitri sebagai penyerap polutan. Ia membandingkan konsentrasi gas sulfur oksida, nitrogen oksida, dan karbon monoksida dalam kotak kaca berisi tumbuhan ganatri dengan kotak tanpa tumbuhan.

Ke dalam kedua kotak kaca diembuskan emisi gas buang dari hasil pembakaran tiga jenis bahan bakar yang memiliki kandungan biodiesel yang berbeda. Yaitu 10% biodiesel (B-10), 5% biodiesel (B-5), dan 0% biodiesel (B-0) sebagai pembanding. Hasilnya, tingkat pencemaran dari ketiga jenis emisi bahan bakar dalam kotak kaca berisi jenitri tercatat lebih rendah (sulfur oksida 0,81 ? 0,38 ppm, nitrogen oksida 0,49 ? 0,01 ppm, dan karbon monoksida 1,36 ? 0,71 ppm).

Bandingkan dengan kotak kaca tanpa jenitri yang pencemarannya lebih tinggi. Untuk ke-3 zat kimia itu masing-masing 5,15 ? 1,77 ppm, 0,75 ? 0,15 ppm, dan 2,34 ? 1,36 ppm. Kesimpulannya genitri berperan menurunkan tingkat pencemaran. Itu sebabnya, 'Jenitri digunakan sebagai pohon pelindung di sepanjang jalan Bandung-Lembang,' kata Eka Budianta, budayawan.

Pustaka : Trubus

sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar