Orang-orang berminat akan masa depan. Mereka berupaya
mendapat prediksi yang handal mengenai banyak bidang, mulai dari prakiraan
cuaca hingga indikator ekonomi. Akan tetapi, sewaktu mereka bertindak
berdasarkan prakiraan tersebut, mereka sering kali kecewa. Alkitab memuat
banyak ramalan, atau nubuat. Seberapa akuratkah nubuat-nubuat tersebut? Apakah
itu adalah sejarah yang ditulis jauh di muka? Ataukah itu hanyalah sejarah
berkedok nubuat?
NEGARAWAN Roma bernama Cato (234-149 SM) dilaporkan
mengatakan, ”Saya bertanya-tanya apakah seorang peramal tidak akan tertawa bila
melihat peramal yang lain.”1 Memang, sampai saat ini, banyak orang
merasa skeptis terhadap para peramal, astrolog, dan juru ramal lain. Sering
kali, ramalan mereka menggunakan istilah-istilah yang tidak jelas dan
memungkinkan timbulnya begitu banyak ragam penafsiran.
Namun, bagaimana dengan nubuat-nubuat Alkitab? Apakah ada
alasan untuk merasa skeptis? Atau apakah ada dasar untuk merasa yakin?
Buku bagi Saudara?
Referensi Disusun Per Pasal
Bukan Sekadar Perkiraan yang Cerdas
Orang-orang yang berpengetahuan boleh jadi mencoba
menggunakan trend yang dapat diobservasi untuk membuat
spekulasi-spekulasi akurat sehubungan dengan masa mendatang, namun
spekulasi-spekulasi itu tidak pernah seratus persen akurat. Buku Future Shock
mengatakan, ”Setiap masyarakat menghadapi bukan hanya serangkaian masa depan
yang belum tentu terjadi, melainkan juga serangkaian masa
depan yang kemungkinan terjadi, dan suatu konflik sehubungan
dengan masa depan yang sebaiknya terjadi.” Buku itu menambahkan,
”Tentu saja, tidak seorang pun dapat ’mengetahui’ masa depan dalam arti mutlak.
Kita hanya dapat membuat sistematikanya dan memperdalam asumsi-asumsi kita
serta berupaya menetapkan probabilitas terhadap asumsi-asumsi tersebut.”2
Namun para penulis Alkitab sebenarnya tidak ”menetapkan
probabilitas terhadap asumsi-asumsi” tentang masa depan. Ramalan mereka juga
tidak dapat dikesampingkan sebagaimana layaknya pernyataan yang tidak jelas,
yang menimbulkan banyak ragam penafsiran. Sebaliknya, banyak nubuat mereka
diutarakan dengan sangat jelas dan luar biasa spesifik, sering kali meramalkan
perkara-perkara yang justru bertolak belakang dengan apa yang diperkirakan
orang. Sebagai contoh, perhatikan apa yang Alkitab katakan jauh di muka tentang
kota purba Babilon.
’Disapu Bersih dan Dipunahkan’
Babilon purba menjadi ”permata kerajaan-kerajaan”. (Yesaya
13:19, The New American Bible) Kota besar yang
semrawut ini terletak strategis di jalur perdagangan antara Teluk Persia dan
Laut Tengah, merupakan depot niaga bagi perdagangan darat dan laut antara Timur
dan Barat.
Pada abad ketujuh SM, Babilon merupakan ibu kota dari
Imperium Babilonia yang tampaknya mustahil ditaklukkan. Kota Babilon dilintasi
oleh Sungai Efrat dan air sungai dimanfaatkan untuk mengairi suatu parit yang
lebar dan dalam, serta suatu jaringan kanal. Selain itu, kota ini dilindungi
oleh sistem tembok-tembok lapis dua yang kokoh, diperkuat oleh sejumlah menara
pelindung. Tidak heran, penduduknya merasa aman.
Meskipun demikian, pada abad kedelapan SM, sebelum
Babilon mencapai puncak kejayaannya, nabi Yesaya menubuatkan bahwa Babilon akan
’disapu bersih dan dipunahkan’. (Yesaya 13:19; 14:22, 23) Yesaya juga
menggambarkan secara terperinci bagaimana Babilon akan tumbang. Para penyerbu
akan ’mengeringkan’ sungai-sungainya—sumber air bagi sistem perlindungan
paritnya—membuat kota tersebut sangat lemah. Yesaya bahkan memberitahukan nama
sang penakluk—”Kores”, seorang raja Persia yang agung, ”yang di hadapannya
gerbang-gerbang akan terbuka dan tidak ada pintu yang tertutup”.—Yesaya
44:27–45:2, The New English Bible.
Ini merupakan ramalan yang berani. Namun apakah ramalan itu
terjadi? Sejarah menjawabnya.
”Tanpa Bertempur”
Dua abad setelah Yesaya mencatat nubuatnya, pada malam
tanggal 5 Oktober 539 SM, bala tentara Media-Persia di bawah pimpinan
Kores Agung berkemah di dekat Babilon. Namun orang-orang Babilon merasa
aman-aman saja. Menurut sejarawan Yunani Herodotus (abad kelima SM), persediaan
pangan mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan selama bertahun-tahun.3
Mereka juga memiliki Sungai Efrat dan tembok-tembok Babilon yang perkasa untuk
melindungi mereka. Meskipun demikian, pada malam itu juga, menurut Tawarikh
Nabonidus, ”bala tentara Kores memasuki Babilon tanpa bertempur”.4
Bagaimana mungkin?
Herodotus menjelaskan bahwa di dalam kota, orang-orang
”sedang menari dan beria-ria pada suatu festival”.5 Akan tetapi, di
luar sana, Kores telah mengalihkan air Sungai Efrat. Seraya permukaan air
menurun, bala tentaranya berjalan menyusuri palung sungai, dengan air sebatas
paha. Mereka berbaris melewati tembok-tembok menara dan memasuki apa yang
disebut Herodotus ”gerbang-gerbang yang terbuka di sungai”, gerbang-gerbang
yang dengan ceroboh dibiarkan terbuka.6 (Bandingkan Daniel 5:1-4;
Yeremia 50:24; 51:31, 32.) Sejarawan-sejarawan lain, termasuk Xenophon (±
431–± 352 SM), serta batu bertulisan paku yang ditemukan oleh para
arkeolog, meneguhkan kejatuhan mendadak Babilon ke tangan Kores.7
Dengan demikian, nubuat Yesaya tentang Babilon tergenap.
Benarkah demikian? Mungkinkah bahwa ini sebenarnya bukan ramalan, melainkan
tulisan yang dibuat setelah peristiwanya terjadi? Sebenarnya, pertanyaan ini
pun dapat diajukan sehubungan dengan nubuat-nubuat Alkitab yang lain.
Sejarah Berkedok Nubuat?
Jika para nabi Alkitab—termasuk Yesaya—sekadar menulis
kembali sejarah sehingga tampak seperti nubuat, maka pria-pria ini hanyalah
penipu yang lihai. Namun, apa yang menjadi motif mereka melakukan muslihat
demikian? Nabi-nabi yang sejati tanpa ragu-ragu menyatakan bahwa mereka tidak
dapat disuap. (1 Samuel 12:3; Daniel 5:17) Dan kita telah membahas
bukti-bukti kuat bahwa para penulis Alkitab (yang kebanyakan di antaranya
adalah para nabi) adalah pria-pria yang dapat dipercaya yang bersedia
menyingkapkan bahkan kesalahan-kesalahan mereka sendiri yang memalukan.
Tidaklah mungkin pria-pria semacam ini cenderung untuk melakukan penipuan yang
rumit, menyamarkan sejarah sebagai nubuat.
Ada hal lain lagi yang perlu dipertimbangkan. Banyak nubuat
Alkitab berisi kecaman tajam terhadap bangsa dari para nabi itu sendiri,
termasuk para imam dan penguasanya. Yesaya, misalnya, mencela kondisi moral
yang memprihatinkan dari orang-orang Israel—baik para pemimpin maupun
rakyatnya—pada zamannya. (Yesaya 1:2-10) Nabi-nabi lain dengan penuh semangat
menyingkapkan dosa-dosa para imam. (Zefanya 3:4; Maleakhi 2:1-9) Benar-benar
sulit dimengerti mengapa mereka merekayasa nubuat berisi kecaman yang paling
tajam terhadap bangsa mereka sendiri dan mengapa para imam bekerja sama dalam
muslihat tersebut.
Selain itu, bagaimana mungkin para nabi—kalaupun mereka
hanyalah penipu—mengumumkan hasil pemalsuan mereka? Melek huruf digalakkan di
Israel. Semenjak usia dini, anak-anak diajarkan cara membaca dan menulis.
(Ulangan 6:6-9) Pembacaan Alkitab pribadi sangat dianjurkan. (Mazmur 1:2) Ada
pembacaan Tulisan-Tulisan Kudus untuk umum di sinagoga-sinagoga
pada Sabat mingguan. (Kisah 15:21) Tampaknya sukar dipercaya bahwa suatu bangsa
yang seluruhnya melek huruf, mengenal baik Tulisan-Tulisan Kudus, dapat
diperdaya oleh tipu muslihat semacam itu.
Selain itu, masih ada hal lain lagi dalam nubuat Yesaya
tentang kejatuhan Babilon. Nubuat itu memuat perincian yang sama sekali tidak
mungkin ditulis setelah penggenapannya.
”Tidak Ada Penduduk untuk Seterusnya”
Apa yang akan terjadi atas Babilon setelah
kejatuhannya? Yesaya menubuatkan, ”Tidak ada penduduk untuk seterusnya, dan
tidak ada penghuni turun-temurun; orang Arab tidak akan berkemah di sana, dan
gembala-gembala tidak akan membiarkan hewannya berbaring di sana.” (Yesaya 13:20)
Sebenarnya, mungkin tampaknya aneh untuk meramalkan bahwa sebuah kota yang
terletak sangat strategis akan secara permanen tidak dihuni. Mungkinkah
kata-kata Yesaya ditulis setelah ia mengamati Babilon yang telantar?
Setelah diambil alih oleh Kores, Babilon yang
berpenduduk—meskipun tidak lagi perkasa—masih berdiri selama berabad-abad.
Ingatlah bahwa Gulungan Laut Mati mencakup sebuah salinan buku Yesaya yang
lengkap dari abad kedua SM. Pada saat gulungan itu disalin, orang-orang Partia
mengambil alih Babilon. Pada abad pertama M, terdapat permukiman
orang-orang Yahudi di Babilon, dan Petrus sang penulis Alkitab mengunjungi kota
tersebut. (1 Petrus 5:13) Pada saat itu, Gulungan Laut Mati Yesaya telah
ada selama hampir dua abad. Maka, sejak abad pertama M, Babilon masih
belum sepenuhnya telantar, namun buku Yesaya telah rampung lama berselang.
Seperti yang dinubuatkan, Babilon pada akhirnya menjadi
”timbunan puing” belaka. (Yeremia 51:37) Menurut sarjana Ibrani Jerome (abad
keempat M), pada zamannya Babilon merupakan tempat berburu yang di dalamnya
”segala jenis binatang buas” berkeliaran.9 Babilon tetap telantar
sampai hari ini.
Yesaya sudah meninggal berabad-abad sebelum Babilon
ditelantarkan. Namun puing-puing dari kota yang pernah sangat kuat ini, kira-kira
80 kilometer sebelah selatan Bagdad, di Irak modern, merupakan saksi bisu dari
penggenapan kata-katanya, ”Tidak ada penduduk untuk seterusnya.” Pemulihan apa
pun dari Babilon sebagai objek wisata mungkin dapat memikat para pengunjung,
namun ’anak cucu dan anak cicit orang-orang Babilon’ sudah lenyap
selamanya.—Yesaya 13:20; 14:22, 23.
Dengan demikian, yang diutarakan nabi Yesaya bukanlah
ramalan yang tidak jelas yang dapat diberlakukan atas kejadian apa saja di masa
depan. Yang ditulisnya pun bukan salinan sejarah yang dibuat tampak sebagai
nubuat. Coba pikirkan: Untuk apa seorang penipu mempertaruhkan diri dengan
”bernubuat” tentang sesuatu yang sama sekali di luar kendalinya—bahwa Babilon
yang perkasa tidak akan pernah lagi berpenghuni?
Nubuat tentang kejatuhan Babilon ini hanyalah satu contoh
dari Alkitab. Dari penggenapan atas nubuat-nubuat Alkitab, banyak orang melihat
suatu petunjuk bahwa Alkitab pastilah berasal dari sumber yang lebih tinggi
daripada manusia. Barangkali saudara akan setuju bahwa, setidak-setidaknya,
buku tentang nubuat ini pantas diselidiki. Satu hal yang pasti: Terdapat
perbedaan besar antara ramalan yang tidak jelas atau sensasional dari para
peramal zaman modern dengan nubuat-nubuat dari Alkitab yang jelas, gamblang,
dan spesifik.
[Catatan Kaki]
Terdapat bukti kuat bahwa buku-buku dari Kitab-Kitab
Ibrani—termasuk Yesaya—telah ditulis lama sebelum abad pertama M.
Sejarawan Josephus (abad pertama M) menunjukkan bahwa kanon dari
Kitab-Kitab Ibrani telah selesai lama sebelum zamannya.8 Selain itu,
Septuaginta Yunani, suatu terjemahan dari Kitab-Kitab Ibrani ke dalam
bahasa Yunani, telah dimulai pada abad ketiga SM dan dirampungkan pada
abad kedua SM.
Untuk pembahasan lebih jauh tentang nubuat-nubuat Alkitab
dan fakta-fakta sejarah yang mencatat penggenapannya, silakan lihat buku Alkitab—Firman
dari Allah Atau dari Manusia?, yang
diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc., halaman
117-33.
[Blurb di hlm. 28]
Apakah para penulis Alkitab adalah nabi yang akurat atau
penipu yang lihai?
[Gambar di hlm. 29]
Puing-puing Babilon purba
Buku yang Praktis bagi Kehidupan Modern
Buku yang Praktis bagi Kehidupan Modern
Buku-buku yang memberikan nasihat sangat populer dalam dunia
dewasa ini. Namun buku-buku itu cenderung menjadi ketinggalan zaman dan segera
direvisi atau diganti. Bagaimana dengan Alkitab? Buku ini dirampungkan hampir
2.000 tahun yang lalu. Namun, berita aslinya tidak pernah diperbaiki atau
diperbarui. Mungkinkah buku semacam itu memuat bimbingan yang praktis bagi
zaman kita?
BEBERAPA orang mengatakan tidak. ”Tidak seorang pun akan
menganjurkan penggunaan buku pelajaran kimia edisi tahun 1924 untuk dipakai dalam
mata pelajaran kimia zaman modern,” tulis Dr. Eli S. Chesen, sewaktu
menjelaskan mengapa ia merasa bahwa Alkitab ketinggalan zaman.1
Tampaknya, argumen ini masuk akal. Lagi pula, manusia telah belajar banyak
tentang kesehatan mental dan perilaku manusia sejak Alkitab ditulis. Jadi
bagaimana sebuah buku kuno semacam itu dapat relevan bagi kehidupan modern?
Prinsip-Prinsip yang Abadi
Meskipun benar bahwa zaman telah berganti, kebutuhan dasar
manusia tetap sama. Orang-orang sepanjang sejarah membutuhkan kasih dan kasih
sayang. Mereka ingin berbahagia dan menjalani kehidupan yang penuh arti. Mereka
membutuhkan nasihat tentang cara mengatasi tekanan-tekanan ekonomi, cara
menyukseskan perkawinan, dan cara menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang
baik dalam diri anak-anak mereka. Alkitab memuat nasihat yang menangani
kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut.—Pengkhotbah 3:12, 13; Roma 12:10;
Kolose 3:18-21; 1 Timotius 6:6-10.
Nasihat Alkitab mencerminkan pemahaman yang kuat akan watak
manusia. Pertimbangkan beberapa contoh dari prinsip-prinsipnya yang spesifik,
yang abadi, yang praktis bagi kehidupan modern.
Pedoman Praktis bagi Perkawinan
Menurut UN Chronicle, keluarga, ”adalah unit
organisasi manusia yang paling tua dan paling dasar; mata rantai yang paling
menentukan antargenerasi”. Akan tetapi, ’mata rantai yang menentukan’ ini
sedang berantakan dengan kecepatan yang mengkhawatirkan. ”Dalam dunia dewasa
ini,” tulis Chronicle, ”banyak keluarga menghadapi tantangan yang
mengecilkan hati, yang mengancam kesanggupan mereka untuk berfungsi dan,
sebenarnya, untuk tetap bertahan.”2 Nasihat apa yang diberikan
Alkitab untuk membantu unit keluarga tetap bertahan?
Pertama-tama, Alkitab banyak berbicara tentang bagaimana
seharusnya suami dan istri memperlakukan satu sama lain. Misalnya, sehubungan
dengan para suami, Alkitab mengatakan, ”Suami-suami harus mengasihi istri
mereka seperti tubuh mereka sendiri. Ia yang
mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri, sebab tidak seorang pun pernah
membenci dagingnya sendiri; tetapi ia memberi makan dan menyayanginya.” (Efesus
5:28, 29) Seorang istri dinasihati untuk ”memiliki respek yang
dalam kepada suaminya”.—Efesus 5:33.
Pertimbangkan implikasi dari menerapkan nasihat Alkitab
semacam itu. Seorang suami yang mengasihi istrinya ’seperti tubuhnya sendiri’
tidak akan membenci atau brutal terhadap sang istri. Ia tidak memukul sang
istri secara fisik, juga tidak menganiayanya secara verbal atau secara emosi.
Sebaliknya, ia memperlakukannya dengan penghargaan dan timbang rasa seperti yang
ia lakukan terhadap dirinya sendiri. (1 Petrus 3:7) Hasilnya, sang istri
merasa dikasihi dan tenteram dalam perkawinannya. Dengan demikian sang suami
memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya tentang bagaimana wanita
hendaknya diperlakukan. Di lain pihak, seorang istri yang memiliki ”respek yang
dalam” kepada suaminya tidak akan menjatuhkan martabat suaminya dengan terus
mengkritik atau meremehkan sang suami. Karena sang istri merespeknya, sang
suami merasa dipercaya, diterima, dan dihargai.
Apakah nasihat semacam itu praktis dalam dunia modern ini?
Menarik bahwa orang-orang yang mengkhususkan diri untuk meneliti masalah
keluarga zaman sekarang telah mengambil kesimpulan yang sama. Seorang pengurus
dari sebuah program konseling keluarga menyatakan, ”Keluarga-keluarga paling
sehat yang saya kenal adalah yang memiliki hubungan timbal balik yang kuat dan
penuh kasih di antara ayah dan ibu . . . Hubungan dasar yang kuat ini
tampaknya memberikan rasa aman dalam diri anak-anak.”3
Selama bertahun-tahun, nasihat Alkitab tentang perkawinan
telah terbukti jauh lebih dapat diandalkan daripada nasihat dari begitu banyak
penasihat perkawinan, sebaik apa pun niatnya. Lagi pula, belum lama berselang,
banyak pakar menganjurkan perceraian sebagai jalan keluar yang cepat dan mudah
untuk perkawinan yang tidak bahagia. Dewasa ini, banyak pakar mendesak
orang-orang untuk mempertahankan perkawinan mereka, jika memang mungkin. Namun
cara berpikir ini baru muncul setelah banyak kerugian terjadi.
Sebagai kontras, Alkitab memberikan nasihat yang seimbang
dan dapat diandalkan tentang pokok perkawinan. Alkitab mengakui bahwa beberapa
keadaan yang ekstrem membuat perceraian diizinkan. (Matius 19:9) Pada waktu
yang sama, Alkitab mengutuk perceraian yang didasarkan atas alasan sepele. (Maleakhi
2:14-16) Alkitab juga mengutuk ketidaksetiaan dalam perkawinan. (Ibrani 13:4)
Menurut Alkitab, perkawinan menyangkut komitmen, ”Sebab itu seorang laki-laki
akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu [”berpaut”, ”NW”]
dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”—Kejadian 2:24; Matius
19:5, 6.
Dewasa ini nasihat Alkitab tentang perkawinan masih relevan
sama seperti ketika Alkitab ditulis. Bila suami dan istri memperlakukan satu
sama lain dengan kasih serta respek dan memandang perkawinan sebagai hubungan
yang eksklusif, perkawinan kemungkinan besar akan tetap bertahan—dan demikian
juga dengan keluarga.
Pedoman Praktis bagi Para Orang-Tua
Beberapa dekade yang lalu, banyak orang-tua—didorong oleh
”gagasan-gagasan inovatif” berkenaan pelatihan anak—berpikir bahwa ”melarang
adalah hal yang terlarang”.8 Mereka khawatir bahwa menetapkan
batas-batas kepada anak-anak akan menyebabkan trauma dan frustrasi. Para
penasihat pendidikan anak, yang bermaksud baik sekalipun, berkukuh bahwa
orang-tua hendaknya hanya memberikan koreksi yang lembut kepada anak-anak
mereka. Namun banyak dari para pakar tersebut kini mempertimbangkan kembali
peranan disiplin, dan para orang-tua yang peduli kini mencari kejelasan atas
masalah ini.
Akan tetapi, selama ini Alkitab telah memberikan nasihat
yang jelas dan masuk akal tentang membesarkan anak. Hampir 2.000 tahun yang
lalu, Alkitab mengatakan, ”Bapak-bapak, janganlah membuat anak-anakmu kesal,
tetapi teruslah besarkan mereka dalam disiplin dan pengaturan-mental
dari Yehuwa.” (Efesus 6:4) Kata benda Yunani yang diterjemahkan ”disiplin”
berarti ”asuhan, pelatihan, pengajaran”.9 Alkitab mengatakan bahwa
disiplin, atau instruksi semacam itu, merupakan bukti dari kasih orang-tua.
(Amsal 13:24) Anak-anak akan membuat kemajuan pesat bila mereka mempunyai
pedoman moral yang jelas dan pertimbangan yang matang untuk membedakan apa yang
benar dan yang salah. Disiplin merupakan petunjuk bahwa orang-tua mereka peduli
terhadap mereka dan terhadap pribadi macam apa mereka kelak.
Namun wewenang orang-tua—”tongkat didikan”—tidak boleh
kejam. (Amsal 22:15; 29:15) Alkitab memperingatkan para orang-tua,
”Jangan keterlaluan dalam mengoreksi anak-anakmu, jika demikian engkau akan
membekukan hati mereka.” (Kolose 3:21, Phillips) Juga diakui bahwa
hukuman fisik biasanya bukan metode mengajar yang paling efektif. Amsal 17:10
mengatakan, ”Suatu hardikan lebih masuk pada orang berpengertian dari pada
seratus pukulan pada orang bebal.” Selain itu, Alkitab menganjurkan disiplin sebagai
tindakan pencegahan. Di Ulangan 11:19, orang-tua didesak untuk
memanfaatkan waktu santai guna menanamkan nilai-nilai moral dalam diri
anak-anak mereka.—Lihat juga Ulangan 6:6, 7.
Nasihat Alkitab yang abadi kepada orang-tua memang jelas.
Anak-anak membutuhkan disiplin yang penuh kasih dan konsisten. Pengalaman
praktis memperlihatkan bahwa nasihat demikian benar-benar ampuh.
Menanggulangi Perintang-Perintang yang Memecah-belah Orang-Orang
Orang-orang dewasa ini dipecah-belah oleh perintang ras,
nasional, dan etnik. Tembok pemisah buatan manusia ini turut menyebabkan
pembantaian atas manusia-manusia yang tidak bersalah dalam peperangan di
seluruh dunia. Jika dilihat dari kacamata sejarah, sungguh suram prospek bagi
pria dan wanita, yang berbeda ras dan bangsa, untuk memandang dan memperlakukan
satu sama lain dengan sederajat. ”Jalan keluarnya,” kata seorang negarawan
Afrika, ”ada di hati kita.”11 Namun mengubah hati manusia tidaklah
mudah. Akan tetapi, pertimbangkanlah bagaimana berita Alkitab memikat hati dan
mengembangkan sikap sederajat.
Ajaran Alkitab bahwa Allah ”menjadikan dari satu pria setiap
bangsa manusia” menutup kemungkinan timbulnya gagasan yang mengunggulkan ras
tertentu. (Kisah 17:26) Ini memperlihatkan bahwa sebenarnya hanya ada satu ras—ras
manusia. Alkitab selanjutnya menganjurkan kepada kita untuk ’menjadi
peniru Allah’, yang tentang-Nya dikatakan, ”[Ia] tidak berat sebelah, tetapi
dalam setiap bangsa orang yang takut kepadanya dan mengerjakan keadilbenaran
dapat diterima olehnya.” (Efesus 5:1; Kisah 10:34, 35) Bagi orang-orang
yang mencamkan Alkitab dengan serius dan yang benar-benar berupaya untuk hidup
selaras dengan ajarannya, pengetahuan ini mendatangkan pengaruh yang
mempersatukan. Pengaruhnya menjangkau tempat yang paling dalam, di lubuk hati
manusia, menyingkirkan perintang buatan manusia yang memecah-belah orang-orang.
Perhatikan sebuah contoh.
Sewaktu Hitler mengobarkan perang di seluruh Eropa, hanya
ada satu kelompok orang Kristen—Saksi-Saksi Yehuwa—yang dengan teguh menolak
untuk ikut serta dalam pembantaian atas manusia-manusia yang tidak bersalah.
Mereka tidak bersedia ”mengangkat pedang” terhadap sesama manusia. Mereka
mengambil pendirian ini karena hasrat mereka untuk menyenangkan Allah. (Yesaya
2:3, 4; Mikha 4:3, 5) Mereka benar-benar percaya akan apa yang
Alkitab ajarkan—bahwa tidak ada bangsa atau ras yang lebih baik daripada yang
lain. (Galatia 3:28) Karena pendirian mereka yang cinta damai, Saksi-Saksi
Yehuwa termasuk di antara para narapidana pertama dalam kamp-kamp konsentrasi.—Roma
12:18.
Namun tidak semua yang mengaku mengikuti Alkitab mengambil
pendirian demikian. Tidak lama setelah Perang Dunia II, Martin Niemöller,
seorang pemimpin agama Protestan asal Jerman menulis, ”Siapa pun yang hendak
menyalahkan Allah karena [peperangan] tidak mengenal, atau tidak ingin
mengenal, Firman Allah. . . . Gereja-gereja Kristen, selama
berabad-abad, telah berulang-kali memberikan diri untuk memberkati peperangan,
tentara, dan senjata serta . . . berdoa dengan cara yang bertentangan
dengan sifat-sifat Kristen untuk membinasakan musuh-musuh mereka di medan
perang. Semua ini adalah kesalahan kita dan kesalahan bapak-bapak leluhur kita,
namun Allah sama sekali tidak dapat dipersalahkan. Dan kita orang-orang Kristen
dewasa ini merasa sangat malu terhadap apa yang disebut sekte Siswa-Siswa
Alkitab yang Sungguh-Sungguh [Saksi-Saksi Yehuwa], yang ratusan dan ribuan
anggotanya masuk ke kamp-kamp konsentrasi dan [bahkan] mati karena mereka
menolak dinas militer dan menolak untuk menembak manusia.”12
Sampai hari ini, Saksi-Saksi Yehuwa terkenal karena
persaudaraan mereka, yang mempersatukan orang-orang Arab dan Yahudi, Kroasia
dan Serbia, Hutu dan Tutsi. Namun, Saksi-Saksi dengan senang hati mengakui
bahwa persatuan demikian dimungkinkan, bukan karena mereka lebih unggul
daripada orang-orang lain, namun karena mereka dimotivasi oleh kuasa dari
berita Alkitab.—1 Tesalonika 2:13.
Pedoman Praktis yang Memajukan Kesehatan Mental yang Baik
Kesehatan fisik seseorang sering kali dipengaruhi oleh taraf
kesehatan mental dan emosi. Misalnya, penelitian ilmiah telah meneguhkan
pengaruh yang membahayakan dari kemarahan. ”Sebagian besar bukti yang ada
memperlihatkan bahwa orang yang cepat marah lebih berisiko untuk mengidap
penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah dan jantung (maupun penyakit
lainnya) karena berbagai alasan, termasuk berkurangnya dukungan sosial,
meningkatnya dampak fisik sewaktu marah, dan meningkatnya pemuasan diri dalam
perilaku yang membahayakan kesehatan,” kata Dr. Redford Williams, Direktur
dari Riset Perilaku di Pusat Medis Duke University, dan istrinya Virginia
Williams, dalam buku mereka Anger Kills.13
Ribuan tahun sebelum penelitian-penelitian ilmiah tersebut,
Alkitab, dalam istilah yang sederhana namun jelas, mengaitkan antara keadaan
emosi dan kesehatan jasmani kita, ”Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi
iri hati membusukkan tulang.” (Amsal 14:30; 17:22) Dengan bijaksana, Alkitab
menasihati, ”Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu,” dan
”Janganlah lekas-lekas marah dalam hati.”—Mazmur 37:8; Pengkhotbah 7:9.
Alkitab juga memuat nasihat yang masuk akal untuk
mengendalikan kemarahan. Misalnya, Amsal 19:11 (NW) mengatakan,
”Pemahaman seseorang pasti memperlambat kemarahannya, dan adalah keindahan di
pihaknya untuk memaafkan pelanggaran.” Kata Ibrani untuk ”pemahaman” berasal
dari sebuah kata kerja yang menarik perhatian kepada ”pengetahuan akan alasan”
terjadinya sesuatu.14 Nasihat yang bijaksana adalah, ”Berpikirlah
sebelum bertindak.” Berupaya memahami alasan-alasan dasar di balik cara
orang-orang lain berbicara atau bertindak dapat membantu seseorang untuk lebih
toleran—dan tidak cepat marah.—Amsal 14:29.
Satu bagian lain dari nasihat yang praktis terdapat di
Kolose 3:13, yang mengatakan, ”Teruslah bertahan dengan sabar menghadapi satu
sama lain dan ampuni satu sama lain dengan lapang hati.”
Kejengkelan-kejengkelan kecil merupakan bagian dari kehidupan. Pernyataan
”teruslah bertahan dengan sabar” memaksudkan agar kita mentoleransi hal-hal
yang tidak kita sukai dalam diri orang-orang lain. ’Mengampuni’ berarti
membiarkan kekesalan berlalu. Kadang-kadang adalah bijaksana untuk membiarkan
perasaan-perasaan pahit berlalu daripada memupuknya; menyimpan kemarahan hanya
akan menambah beban kita.—Lihat kotak ”Pedoman Praktis Bagi Hubungan
Antarmanusia”.
Dewasa ini, ada banyak sumber nasihat dan bimbingan. Namun
Alkitab benar-benar unik. Nasihatnya tidak sekadar teori, saran-sarannya juga
tidak mencelakakan kita. Sebaliknya, hikmatnya telah terbukti ”sangat dapat
dipercaya”. (Mazmur 93:5, NW) Selain itu, nasihat Alkitab bersifat
abadi. Meskipun Alkitab dirampungkan hampir 2.000 tahun yang lalu, kata-katanya
masih berlaku. Dan itu berlaku dengan pengaruh yang setara, tidak soal warna
kulit atau negeri tempat kita tinggal. Kata-kata Alkitab juga memiliki
kuasa—kuasa untuk mengubah orang-orang menjadi lebih baik. (Ibrani 4:12) Dengan
demikian, membaca buku tersebut dan menerapkan prinsip-prinsipnya dapat
meningkatkan mutu kehidupan saudara.
[Catatan Kaki]
Kata Ibrani da·vaq′, yang dalam hal ini diterjemahkan
”berpaut”, ”mengandung arti berdampingan dengan seseorang dalam kasih sayang
dan keloyalan”.4 Dalam bahasa Yunani, kata yang diterjemahkan ’akan
berpaut’ di Matius 19:5 dihubungkan dengan kata yang berarti ”menempel”,
”menyemen”, ”menyatukan dengan kuat”.5
Di zaman Alkitab, kata ”tongkat” (Bahasa Ibrani, she′vet)
berarti sebuah ”batang” atau ”tongkat”, seperti yang digunakan oleh seorang
gembala.10 Dalam ikatan kalimat ini, tongkat wewenang mengartikan
bimbingan yang pengasih, bukan kekejaman yang brutal.—Bandingkan Mazmur 23:4.
Lihat pasal ”Latihlah Anak Saudara Sejak Bayi”, ”Membantu
Anak Remaja Saudara Berhasil”, ”Adakah Seorang Pemberontak di Rumah?”, dan
”Lindungi Keluarga Saudara Terhadap Pengaruh yang Merusak” dalam buku Rahasia
Kebahagiaan Keluarga, yang diterbitkan oleh Watchtower Bible and
Tract Society of New York, Inc.
[Blurb di hlm. 24]
Alkitab memberikan nasihat yang jelas dan masuk akal
sehubungan dengan kehidupan keluarga
[Kotak di hlm. 23]
Ciri-Ciri Keluarga yang Sehat
Beberapa tahun yang
lalu, seorang pendidik dan penasihat keluarga mengadakan survei berskala luas.
Dalam survei ini, lebih dari 500 penasihat profesional yang menangani
masalah-masalah keluarga diminta mengomentari sifat-sifat yang mereka amati
terdapat dalam keluarga yang ”sehat”. Menarik, di antara sifat-sifat yang
paling umum yang dicantumkan adalah yang lama berselang telah disarankan oleh
Alkitab.
Kebiasaan komunikasi
yang baik berada di urutan yang pertama, termasuk metode-metode yang efektif
dalam menyelesaikan perselisihan. Suatu kebijakan umum yang terdapat dalam
keluarga-keluarga yang sehat adalah ”jangan sampai seorang pun pergi tidur
dengan perasaan marah terhadap satu sama lain”, tulis sang penulis dari survei
tersebut.6 Namun, lebih dari 1.900 tahun yang lalu, Alkitab
menasihati, ”Jadilah murka, namun jangan melakukan dosa; janganlah matahari
terbenam seraya kamu dalam keadaan terpancing menjadi marah.” (Efesus 4:26)
Pada zaman Alkitab, hari-hari dihitung dari matahari terbenam sampai matahari
terbenam. Jadi, lama sebelum para pakar modern membuat penyelidikan atas
keluarga-keluarga, Alkitab dengan bijaksana menasihatkan: Selesaikan dengan
segera masalah-masalah yang memecah-belah—sebelum suatu hari berakhir dan
memulai hari yang lain.
Keluarga-keluarga
yang sehat ”tidak akan memulai pokok pembicaraan yang dapat menimbulkan
kemarahan persis menjelang mereka meninggalkan rumah atau menjelang tidur”,
tulis sang penulis. ”Berulang-kali saya mendengar mereka mengatakan tentang
’waktu yang tepat’.”7 Keluarga-keluarga demikian tanpa disengaja
mengumandangkan amsal Alkitab yang dicatat lebih dari 2.700 tahun yang lalu,
”Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah
seperti buah apel emas di pinggan perak.” (Amsal 15:23; 25:11) Metafora ini mungkin
menyinggung perhiasan emas dalam bentuk apel yang ditempatkan di atas nampan
perak berukir—harta yang mahal dan indah pada zaman Alkitab. Ini menyampaikan
keindahan dan nilai dari kata-kata yang diucapkan pada waktu yang tepat. Dalam
keadaan-keadaan yang penuh tekanan, kata-kata yang tepat yang diucapkan pada
waktu yang tepat sangat berharga.—Amsal 10:19.
[Kotak di hlm. 26]
Pedoman Praktis bagi Hubungan Antarmanusia
”Biarlah kamu
marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah
dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi
tetaplah diam.” (Mazmur 4:5) Dalam sebagian besar
kasus yang menyangkut pelanggaran kecil, adalah bijaksana untuk menahan
kata-kata saudara, dengan demikian menghindari konflik emosi.
”Ada orang
yang lancang mulutnya [”berbicara tanpa dipikir
terlebih dahulu”, ”NW”] seperti tikaman pedang,
tetapi lidah orang bijak mendatangkan kesembuhan.”
(Amsal 12:18) Berpikirlah sebelum saudara berbicara. Kata-kata
yang tanpa dipikir lebih dahulu dapat melukai orang lain dan menghancurkan
persahabatan.
”Jawaban yang
lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan
yang pedas membangkitkan marah.” (Amsal 15:1)
Dibutuhkan pengendalian diri untuk memberikan tanggapan dengan lemah lembut,
karena haluan demikian sering kali mencegah berkembangnya problem dan mendukung
hubungan yang penuh damai.
”Memulai pertengkaran
adalah seperti membuka jalan air; jadi
undurlah sebelum perbantahan mulai.” (Amsal 17:14)
Adalah bijaksana untuk menjauhkan diri saudara dari keadaan yang mengundang
amarah sebelum saudara hilang kesabaran.
”Janganlah lekas-lekas
marah dalam hati, karena amarah menetap
dalam dada orang bodoh.” (Pengkhotbah 7:9)
Emosi sering kali mendahului tindakan. Orang yang cepat tersinggung adalah
bodoh; karena haluannya dapat membawa kepada kata-kata atau tindakan yang
gegabah.
[Gambar di hlm. 25]
Saksi-Saksi Yehuwa termasuk di antara narapidana pertama
dalam kamp konsentrasi
Buku bagi Saudara?
”Membuat banyak buku tak akan ada akhirnya,” tulis Salomo
kira-kira 3.000 tahun yang lalu. (Pengkhotbah 12:12) Dewasa ini, pengamatan
tersebut masih sama benarnya seperti dahulu. Selain buku-buku klasik standar,
ribuan buku baru dicetak setiap tahun. Dengan tersedianya begitu banyak buku
yang dapat saudara pilih, mengapa saudara hendaknya membaca Alkitab?
BANYAK orang membaca buku untuk mencari hiburan atau untuk
mendapat informasi, atau barangkali untuk keduanya. Demikian pula halnya dengan
membaca Alkitab. Itu dapat menjadi pembacaan yang membangun, bahkan menghibur.
Namun Alkitab bukan buku sembarang buku. Ia merupakan sumber pengetahuan yang
unik.—Pengkhotbah 12:9, 10.
Alkitab menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah lama
dipikirkan manusia—pertanyaan-pertanyaan tentang masa lalu, masa sekarang, dan
masa depan kita. Banyak orang bertanya-tanya: Dari mana kita berasal? Apa
tujuan hidup ini? Bagaimana kita dapat memperoleh kebahagiaan dalam kehidupan?
Apakah akan selalu ada kehidupan di bumi? Seperti apa masa depan kita?
Secara keseluruhan, semua bukti kuat yang disajikan di
brosur ini meneguhkan dengan jelas bahwa Alkitab akurat dan autentik. Kita
telah membahas bagaimana nasihatnya yang praktis dapat membantu kita untuk
menempuh kehidupan yang berarti dan bahagia dewasa ini. Karena
jawaban-jawabannya yang memuaskan tentang masa sekarang, tentu saja jawabannya
tentang masa lalu dan nubuat-nubuatnya tentang masa depan pantas diperhatikan
dengan cermat.
Cara Mendapatkan Manfaat Maksimum
Banyak orang telah memulai pembacaan Alkitab namun berhenti
sewaktu tertumbuk pada bagian-bagian yang sulit dimengerti. Jika itu yang
saudara alami, ada beberapa hal yang dapat membantu.
Pilihlah terjemahan Alkitab yang handal dalam bahasa modern,
seperti misalnya New World Translation of the
Holy Scriptures. Ada yang mulai dengan membaca kisah-kisah Injil
mengenai kehidupan Yesus. Pengajarannya bijaksana, seperti yang terdapat dalam
Khotbah di Gunung, mencerminkan pemahaman yang kuat akan watak manusia dan
menggariskan cara memperbaiki kondisi kehidupan kita.—Lihat Matius pasal 5
sampai 7.
Selain membaca Alkitab secara keseluruhan, metode pengajaran
menurut topik dapat sangat informatif. Ini mencakup analisis terhadap apa yang
Alkitab katakan tentang topik tertentu. Saudara mungkin akan terkejut sewaktu
mengetahui apa yang sebenarnya Alkitab katakan tentang topik-topik seperti
jiwa, surga, bumi, kehidupan, dan kematian, serta tentang Kerajaan Allah—apa
gerangan kerajaan itu dan apa yang akan dicapainya. Saksi-Saksi Yehuwa memiliki
suatu program pengajaran Alkitab menurut topik, yang disediakan secara
cuma-cuma. Saudara dapat memperoleh keterangan tentang hal ini dengan menulis
surat kepada Penerbit, menggunakan alamat yang cocok yang tertera di
halaman 2.
Setelah menyelidiki bukti-buktinya, banyak orang
berkesimpulan bahwa Alkitab berasal dari Allah, yang diidentifikasi sebagai
”Yehuwa” di dalam Alkitab. (Mazmur 83:18, NW) Saudara mungkin belum
begitu yakin bahwa Alkitab berasal dari Allah. Kalau begitu, bagaimana jika
saudara menyelidikinya sendiri? Kami yakin bahwa setelah mempelajarinya,
merenungkannya, dan mungkin mengalami sendiri nilai praktis dari hikmatnya yang
abadi, saudara akan merasakan bahwa Alkitab benar-benar buku bagi semua orang,
dan khususnya—buku bagi saudara.
[Catatan Kaki]
Diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New
York, Inc.
Buku yang telah membantu banyak orang dalam metode
pengajaran Alkitab menurut topik adalah buku Apa yang Sebenarnya
Alkitab Ajarkan? atau buku sejenis yang diterbitkan oleh
Saksi-Saksi Yehuwa.
Referensi Disusun Per Pasal
Buku yang Hendaknya Saudara Baca
1. The New
Encyclopædia Britannica, Micropædia, 1987, Jil. 2, hlm.
194.
2. Emerging Trends,
November 1994, hlm. 4.
3. The Book
of Books: An Introduction, oleh Solomon Goldman,
1948, hlm. 219.
Buku yang Disalahgambarkan
1. A History
of the Warfare of Science With Theology
in Christendom, oleh Andrew Dickson White, 1897, Jil. I, hlm.
137-8.
2. Galileo Galilei:
A Biography and Inquiry Into His Philosophy
of Science, oleh Ludovico Geymonat, 1965, hlm. 86.
3. New Scientist,
November 7, 1992, hlm. 5.
4. Galileo Galilei,
hlm. 68.
5. Galileo Galilei,
hlm. 70.
6. Wilson’s Old
Testament Word Studies, oleh William Wilson, 1978, hlm.
109.
Buku yang Paling Banyak Disiarkan di Dunia
1. The World
Book Encyclopedia, 1994, Jil. 2, hlm. 279.
2. Scriptures of
the World, diedit oleh Liana Lupas dan Erroll F. Rhodes,
1993, hlm. 5.
Bagaimana Buku Ini Dapat Tetap Bertahan?
1. Die Ãœberlieferung
der Bibel (Penyampaian Alkitab), oleh Oscar Paret, 1950, hlm.
70-1.
2. The Encyclopedia
of Judaism, diedit oleh Geoffrey Wigoder, 1989, hlm. 468.
3. An Introduction
to the Critical Study and Knowledge of
the Holy Scriptures, oleh Thomas Hartwell Horne, 1856,
Jil. I, hlm. 201.
4. An Introduction
to the Critical Study and Knowledge of
the Holy Scriptures, hlm. 201-2.
5. Biblical Archaeology
Review, Desember 1975, hlm. 28.
6. Textual Criticism
of the Hebrew Bible, oleh Emanuel Tov, 1992, hlm.
106.
7. A General
Introduction to the Bible, oleh Norman
L. Geisler dan William E. Nix, 1968, hlm. 263.
8. The Dead
Sea Scrolls, oleh Millar Burrows, 1978, hlm. 303.
9. Recently Published
Greek Papyri of the New Testament,
oleh Bruce M. Metzger, 1949, hlm. 447-8.
10. Our Bible and the Ancient
Manuscripts, oleh Sir Frederic Kenyon, 1958, hlm. 55.
Buku yang ”Berbicara” dalam Bahasa yang Hidup
1. William Tyndale—A
Biography, oleh R. Demaus, 1871, hlm. 63.
2. William Tyndale—A
Biography, hlm. 482.
3. Christianity
in Africa as Seen by Africans, diedit
oleh Ram Desai, 1962, hlm. 27.
4. Missionary Labours
and Scenes in Southern Africa, oleh Robert
Moffat, 1842, hlm. 458-9.
5. Life and
Labours of Robert Moffat, oleh William Walters,
1882, hlm. 145.
6. A History
of Christian Missions, oleh Stephen Neill, revisi, 1987,
hlm. 223-4.
7. A Concise
History of the Christian World Mission,
oleh J. Herbert Kane, revisi 1987, hlm. 166.
8. The Book
of a Thousand Tongues, diedit oleh Eugene
A. Nida, revisi 1972, hlm. 56.
9. Cyclopedia of
Biblical, Theological, and Ecclesiastical Literature,
oleh John McClintock dan James Strong, cetak ulang 1981, Jil. VI, hlm.
655.
Apa Isi Buku Ini
1. Theological
Dictionary of the New Testament, diedit oleh
Gerhard Kittel, 1983, Jil. I, hlm. 617.
Apakah Buku Ini Dapat Dipercaya?
1. Two Apologies,
oleh Richard Watson, 1820, hlm. 57.
2. Israel Exploration
Journal, 1993, Jil. 43, Nos. 2-3, hlm. 81, 90, 93.
3. Biblical Archaeology
Review, Maret/April 1994, hlm. 26.
4. Biblical Archaeology
Review, Mei/Juni 1994, hlm. 32.
5. Biblical Archaeology
Review, November/Desember 1994, hlm. 47.
6. Ancient Near
Eastern Texts, diedit oleh James B. Pritchard, 1974, hlm.
288.
7. Nineveh and
Babylon, oleh Sir Austen Henry Layard, 1882, hlm. 51-2.
8. Archaeological
Encyclopedia of the Holy Land, diedit oleh
Avraham Negev, 1972, hlm. 329.
9. Ancient Near
Eastern Texts, hlm. 305-6.
10. The New Archeological Discoveries,
oleh Camden M. Cobern, 1918, hlm. 547.
11. Ancient Records of Assyria and
Babylonia, oleh Daniel D. Luckenbill, 1926, Jil. I, hlm. 7.
12. Ancient Records of Assyria and
Babylonia, hlm. 140.
Apakah Buku Ini Selaras dengan Sains?
1. The World
Book Encyclopedia, 1994, Jil. 1, hlm. 557.
2. The Divine
Institutes, oleh Lactantius, Buku III. XXIV.
3. Gesenius’s Hebrew
and Chaldee Lexicon to the Old Testament
Scriptures, diterjemahkan oleh Samuel P. Tregelles, 1901, hlm. 263.
4. On the
Heavens, oleh Aristotle, Buku II. 13. 294a, 294b.
5. The New
Encyclopædia Britannica, Macropædia, 1995, Jil. 16, hlm.
764.
6. The Planet-Girded
Suns, oleh Sylvia Louise Engdahl, 1974, hlm. 41.
7. A Comprehensive
Etymological Dictionary of the Hebrew Language
for Readers of English, oleh Ernest Klein, 1987,
hlm. 75.
8. The New
Encyclopædia Britannica, Micropædia, 1995, Jil. 4, hlm.
342.
9. The International
Standard Bible Encyclopaedia, diedit oleh James Orr, 1939,
Jil. IV, hlm. 2393.
10. Grundriss der Medizin der alten
Ägypter IV1, Übersetzung der medizinischen Texte,
oleh H. von Deines, H. Grapow, W. Westendorf, 1958, No. 541.
Buku yang Praktis bagi Kehidupan Modern
1. Religion May
Be Hazardous to Your Health, oleh Eli
S. Chesen, 1973, hlm. 83.
2. UN Chronicle,
Maret 1994, hlm. 43, 48.
3. Traits of
a Healthy Family, oleh Dolores Curran, 1983, hlm. 36.
4. Theological
Wordbook of the Old Testament, diedit oleh
R. Laird Harris, 1988, Jil. 1, hlm. 177-8.
5. The New
International Dictionary of New Testament Theology,
diedit oleh Colin Brown, 1976, Jil. 2, hlm. 348-9; An Expository Dictionary
of New Testament Words, oleh W. E. Vine, 1962,
hlm. 196.
6. Traits of
a Healthy Family, hlm. 54.
7. Traits of
a Healthy Family, hlm. 54.
8. Criativa,
Mei 1992, hlm. 123.
9. The New
International Dictionary of New Testament Theology,
1978, Jil. 3, hlm. 775.
10. Theological Wordbook of the Old
Testament, Jil. 2, hlm. 897.
11. Report of the Seminar on
the political, historical, economic, social and
cultural factors contributing to racism, racial
discrimination and “apartheid,” United Nations Centre for
Human Rights, Jenewa, Swiss, 1991, hlm. 13.
12. Ach Gott vom Himmel sieh
darein—Sechs Predigten (Ya Allah, Lihatlah dari Surga—Enam
Khotbah), oleh Martin Niemöller, 1946, hlm. 27-8.
13. Anger Kills, oleh Redford Williams dan
Virginia Williams, 1993, hlm. 58.
14. Theological Wordbook of the Old
Testament, Jil. 2, hlm. 877.
Buku Nubuat
1. De Divinatione,
oleh Cicero, Buku II. XXIV.
2. Future Shock,
oleh Alvin Toffler, 1970, hlm. 394, 396.
3. History,
oleh Herodotus, Buku I. 190.
4. Ancient Near
Eastern Texts, hlm. 306.
5. History,
Buku I. 191.
6. History,
Buku I. 191.
7. Cyropaedia,
oleh Xenophon, Buku VII. v. 33.
8. Against Apion,
oleh Josephus, Buku I. 38-41 (Whiston numbering, Buku I. par. 8).
9. Commentary on
Isaiah, oleh Jerome, Yesaya 13:21, 22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar