Kamis, 08 Agustus 2013

The Grand Design -Adakah itu tanpa Grand Desainer ?

 


Stephen Hawking menempati posisi penting dalam ilmu pengetahuan populer yang bisa kita bandingkan dengan kepopuleran Einstein enam puluh tahun lalu: dia adalah orang bijaksana terakhir yang bisa berbicara dengan otoritas total tentang kemajuan ilmu pengetahuan. Hingga buku terbarunya, The Grand Design, muncul, yang ditulis bersama dengan profesor fisika Caltech (dan penulis mahir) Leonard Mlodinow, Hawking telah membuka kemungkinan bahwa keberadaan Tuhan mungkin bisa diuji dengan pemeriksaan ilmiah.

Einstein pernah memiliki perasaan yang kuat akan adanya kehadiran yang mengagumkan dan bertanya-tanya di cakrawala yang jauh dari alam semesta dan mencoba melihat bukti adanya keberadaan dari yang menyatukan, yang secara rasional bisa dibuktikan dalam sebuah rumus matematika. Tapi sejak itu alam semesta dari fisika teoretis telah menjadi sesuatu yang acak, kompleks, paradoks, dan seolah mengabaikan kehadiran ilahi. Karena itu, ketika Hawking menjadi berita di seluruh dunia baru-baru ini dengan menyatakan bahwa “tidak perlu melibatkan Tuhan … untuk mengatur Universe,” ini seperti dukungan mengejutkan bagi para ateis sementara bagi yang taat beriman pada agama tertentu sebaliknya – ucapannya kali ini dianggap menghancurkan iman- untuk kemudian mempertimbangkan ilmu pengetahuan sebagai musuh dari agama.


Namun, ketika Anda membaca buku baru ini, menjadi jelas bahwa Hawking dan Mlodinow sesungguhnya membawa kita dalam suatu perjalanan ke tepi dari yang “bukan apa-apa/nothing,” sumber yang mendasari semua ruang, waktu, materi, dan energi, dan semakin mendekati, semakin mereka menemukan kontradiksi terhadap kehadiran sosok universal, yang sering disebut sebagai Tuhan. Dasar utama eksistensi material yang dijuluki oleh fisikawan sebagai kehampaan ini adalah titik nol penciptaan. Hal ini diilhami dengan deretan matematika murni yang menghasilkan hukum-hukum alam yang mengatur dan menyeimbangkan alam semesta, dan penciptaan itu sendiri masih tetap misterius , yang harus dilakukan dengan melakukan pemantauan interaksi kuantum yang melampaui kecepatan cahaya. Jika ini terdengar seperti Tuhan, harus dikatakan bahwa alam pra-kuantum ini adalah mode fisika terbaik yang telah diciptakan untuk diketahui – dan yang mengarahkan Hawking pada sebuah paradoks. Jika yang ”bukan apa-apa/nothingness” ini yang menimbulkan hasrat manusia atas makna kehidupan, bagaimana bisa yang menimbulkannya adalah sesuatu yang tanpa makna? Jika alam semesta beroperasi secara acak, dan keacakan ini menciptakan otak manusia yang melakukan segala macam hal non-acak (seperti tulisan Shakespeare dan kata “Aku cinta padamu”), bagaimana yang tidak memiliki tujuan melahirkan sesuatu yang memiliki tujuan?

Grand Desain menjelajah, dengan cukup cemerlang dan secara imparsialitas, keterkaitan dari “teori yang terbaru,” yang disebut M-teori, tentang bagaimana alam semesta diciptakan. Masyarakat ilmu pengetahuan populer telah mendengar tentang “theory of everything” yang diusulkan dan diidentifikasikan dengan nama Hawking. Dalam buku terbaru mereka, ia dan Mlodinow mempromosikan M-teori sebagai “teori dasar fisika yang merupakan calon dari teori segalanya,” Namun untuk menjadi sebuah penjelasan menyeluruh yang tunggal, kita mendapatkan semacam kendala serius. “Tampaknya tidak ada model matematika tunggal atau teori yang dapat menggambarkan setiap aspek dari alam semesta … Setiap teori dalam jaringan M-teori adalah baik untuk menjelaskan fenomena dalam kisaran tertentu.” Mungkin bagian yang paling mencolok dari teori ini adalah teori alam semesta banyak/Multiverses, hipotesis yang juga didukung oleh Hawking dan Mlodinow. Namun apa yang lebih penting untuk budaya pada umumnya adalah bahwa “desain” dari judul mereka mungkin bukan seperti seperti yang diharapkan oleh mereka yang percaya kepada Tuhan.

Sebaliknya, ini adalah kemungkinan untuk menjelaskan secara matematika sebanyak yang bisa dijelaskan.
Mereka gagal untuk mengatasi Teorema ketidaklengkapan Gödel yang secara kategoris menyiratkan bahwa tidak ada model matematika dari kosmos yang pernah dapat selesai. Akhirnya, Hawking berpendapat bahwa sumber kita tidak dapat sepenuhnya diketahui oleh pikiran rasional, dan versi-nya dari M-teori menawarkan semesta alternatif yang sangat banyak – jauh lebih banyak daripada bintang-bintang di alam semesta – bahwa itupun harus diluar dari jangkauan pikiran rasional. Manusia terjebak dalam satu alam semesta saja diluar dari trilyun-trilyun alam semesta lain, kita dibatasi oleh hukum-hukum alam tertentu yang menciptakan kita. Pikiran kita tidak dapat memahami kenyataan di luar hukum-hukum alam, sehingga, satu-satunya desain yang diperbolehkan untuk dirumuskan dalam fisika adalah yang tidak memiliki tujuan, makna, atau pencipta. Ini adalah murni, teori kemungkinan matematika yang dirancang dalam superposisi dengan klausul bahwa ada spesies lain berdasarkan rumus matematika yang sesuai dengan adanya alam semesta lainnya. Secara efektif, bahkan jika Tuhan itu ada, kita tidak akan pernah tahu pasti karena pikiran kita hanya dapat melihat refleksinya sendiri. Seperti halnya seseorang bisa mendengar melalui jendela ke pikiran Tuhan yang dibuka oleh Einstein dengan perlahan, tetapi kemudian secepatnya menutup lagi.

Dalam bagian kedua dari posting ini kita akan membahas kemungkinan lubang-lubang dalam ilmu pengetahuan yang Hawking dan Mlodinow serukan untuk mendukung pendapat mereka. The Grand Design secara elegan dan perlahan membuat sketsa ini, namun lusinan konsep penting tersembunyi antara jalinan-jalinan  tersebut. Yang lebih penting bagi budaya kita adalah otoritas ikon yang dibawa Hawking untuk mempopulerkan hiper-materialisme. Multiverse yang ia gambarkan adalah sesuatu yang mampu membentuk dirinya sendiri jutaan masa lalu, sekarang, dan skenario masa depan yang sepenuhnya sesuai dengan probabilitas matematika, dan dia mengabaikan adanya kebutuhan semua-manusia untuk menjadikan kosmos seperti rumah yang bemakna, tempat untuk mendapatkan cinta, kebenaran, belas kasih, harapan, moralitas, keindahan, etika, dan setiap nilai lain yang dinisbahkan kepada Tuhan. Karena kualitas-kualitas ini tidak memiliki validitas matematika, hiper materialis merasa bebas untuk membuang hal tersebut dari model mereka. Namun, satu hal untuk dikatakan, sebagaimana sebagian besar ilmuwan inginkan, bahwa metafisika bukanlah bagian dari fisika, karena metafisika itu sendiri berada di luar ruang dan waktu, sedangkan fisika dan ilmu pengetahuan pada umumnya beroperasi di dalam ruang dan waktu. Ini adalah hal lain untuk mengklaim bahwa fisika telah membongkar metafisika. Hawking dan Mlodinow menghindari sindiran sinis dari beberapa ateis dan pemahaman mereka tentang sebuah medan adalah sempurna. Tapi apakah ada cara untuk melihat alam semesta yang mengabaikan sama sekali mereka yang tidak religius namun tetap transendensi yang merupakan hal penting untuk pengalaman spiritual? Hanya karena Anda tidak dapat mengukur kasih sayang dalam sains masa kini, tidak membuat Buddha sebagai penipuan atau ilusi.

Grand Design adalah buku yang menyenangkan bagi pembaca intelektual dengan banyak wawasan, dan namun ini menghancurkan harapan. Dalam sebuah wawancara, Hawking mengatakan bahwa “karena ada hukum seperti gravitasi, maka alam semesta dapat dan akan membentuk dirinya sendiri dari bukan apa apa. Penciptaan spontan adalah alasan dari adanya segala sesuatu dari yang bukan apa-apa., Mengapa alam semesta ada, mengapa kami ada.” Ini kedengarannya seperti filosofis naif. Dalam Alam semesta ada suara-suara yang dihasilkan oleh satu frekuensi yang membagi dua, lalu dibagi lagi dan lagi – mengikuti aturan murni matematika – tetapi kita tidak dapat mengatakan bahwa suara-suara itu yang menyebabkan musik ada. Foton bukanlah yang menyebabkan  bahwa seni itu ada. Sarana yang hilang dari musik dan seni – kecerdasan dan kreativitas, inspirasi dan penemuan – tidak dapat dibawa keluar berputar-putar dalam bentuk materi yang kemudian tunduk pada hukum gravitasi. Harus ada titik di mana bahan-bahan itu dibuat atau sebaliknya, sebuah titik di mana manusia melihat dunia dan menyadari bahwa kecerdasan dan kesadaran adalah mesin penciptaan yang utama. Sebuah argumen rapi telah dibuat oleh Sir Roger Penrose, fisikawan terkenal Oxford dan kerap menjadi kolega bagi Hawking, bahwa benih kesadaran tertanam di alam semesta pada tingkat kuantum. Penrose berbicara tentang kebenaran matematika, misalnya, sebagai nilai Platonik. Secara keseluruhan, matematika adalah lebih dari angka: itu adalah ketertiban, keseimbangan, harmoni, logika, dan keindahan abstrak. Anda tidak dapat mengambil angka-angka tertentu dan meninggalkan sisanya di belakang.
Sejak Hawking dan Mlodinow mengakui eminensia pra-matematika dalam skema mereka, sulit untuk melihat bagaimana mereka bisa mengabaikan kualitas yang mengikutinya. Dan ketika Anda menanamkan keharmonisan, logika, keseimbangan, dll ke dalam tenunan kuantum kosmos, tidak ada alasan untuk mengecualikan kesadaran itu sendiri.

Hawking telah meminjamkan ketenaran besarnya untuk sebuah pengejaran buta, di mana masih tak terhingga banyak yang tidak terlihat, alam semesta benar-benar sebuah hipotetis, yang terus bermunculan pada setiap milidetik dan terus memperluas dirinya dalam dimensi yang tak terbatas, dan yang terlihat ada semata-mata untuk menjaga kesadaran. Sekali Anda mengakui bahwa alam semesta mungkin mengurus dirinya sendiri – sebuah teori yang telah memiliki pendukung terpercaya sendiri – tidak ada misteri mengapa manusia menjadi cerdas, kreatif, dan sadar. Ini ada udara yang kita hirup, ini ada pemandangan lingkungan di mana kita dibesarkan. Hawking dan Mlodinow menentang adanya Tuhan yang eksternal dan dalam hal ini kita setuju dengan mereka. Tapi pekerjaan mereka benar-benar dapat memberikan kepercayaan kepada prinsip adanya pemersatu dan kreatif yang merupakan bagian dari alam semesta, dan tidak terpisah dari itu. Istilah Tuhan tidak harus menjadi bagian dari argumen sini. Kita bisa menggantikannya dengan istilah “ketiadaan”, yang jauh lebih misterius dan di luar pikiran daripada sekedar pemikiran religius tentang Tuhan.

Memang, dalam tradisi Veda kuno, alam semesta telah dibentuk dengan sendirinya, seperti Hawking berteori, dan tiada akhir untuk banyaknya kreasi yang terungkap dari ketiadaan. Tapi sumber misterius ini, tanpa kualitas apa pun yang terukur, bukan tidak bisa diketahui. Ini adalah hal yang paling dekat dengan kita, kecerdasan, kesadaran diri, dan kreatifitas kita. Jika tidak, semua kisah-kisah penciptaan dunia, sampai saat ini dan termasuk Hawking, harus menciptakan proses hipotetis yang sama sekali diluar dari ketertiban dan bagaimana kreativitas yang mengelilingi kita muncul menjadi ada. ” Dalam lelucon tua Yahudi, Tuhan menciptakan dunia dan berkata, “Mari kita berharap bahwa ini bisa berfungsi.” Dalam mitos penciptaan Hawking, yang tidak ada menciptakan dunia dan alam semesta tidak tahu apa yang dilakukannya.
Bagi banyak orang, The Grand Design akan memberikan kesimpulan mengecewakan dengan menyangkal Tuhan melalui pemahaman yang terbatas tentang keilahian. Sama seperti konsep kita tentang realitas yang harus direvisi terus-menerus, begitu juga pemahaman kita tentang Tuhan perlu direvisi untuk menyesuaikannya. Ironisnya, dengan mengabaikan superhuman, dan Tuhan eksternal Yahudi-Kristen, M-teori mungkin hanya memunculkan Tuhan yang lebih sangat kompleks. Jika Tuhan lama dapat menyembunyikan diri dari pandangan luar langit biru di atas, apa yang membuat Tuhan baru tetap bersembunyi di balik jutaan langit yang berwarna di dimensi-dimensi lainnya?

Para penulis The Grand Design menulis bahwa teori-teori dalam buku mereka didasarkan pada “realisme yang tergantung pada model.” Realisme terikat pada Model adalah gagasan bahwa suatu teori fisik berisi seperangkat aturan yang menghubungkan unsur-unsur dari model-model untuk observasi. Sebagai contoh, teori gravitasi harus sesuai dengan cara apel jatuh dari pohon. Ini adalah materialisme umum. Fisika Quantum menawarkan kemungkinan bahwa sebuah apel bisa saja terbang ke atas daripada jatuh ke tanah, model ini didasarkan pengamatan-pengamatan juga, bukan terhadap apel tapi terhadap foton dan elektron sebagai fungsi gelombang runtuh untuk menciptakan peristiwa yang terlihat. Namun, materialisme umum mengabaikan fakta-fakta dasar: bahwa model itu hanyalah ada dalam kesadaran. Tidak ada gambar atau teori yang dicantumkan ke dalam neuron-neuron dan sinapsis-sinapsis dalam otak kita. Jika ada, maka kami semua akan menerima gambaran dunia yang sama dan memberikan penjelasan yang sama untuk apa yang kita lihat. Jelas kita tidak sependapat pada ribuan hal. Ini bukan penyimpangan sepele dari kemurnian matematika. Ini adalah kesadaran yang berlangsung dengan cara yang kreatif.

Ilmu  pengetahuan juga ada dalam kesadaran, itu merupakan kegiatan manusia yang sadar dan tidak hadir secara independen dari makhluk sadar. Hawking dan Mlodinow melewatkan fakta ini, yang juga berlaku bagi semua materialis. Mengabaikan beberapa penemuan rumit tentang pengaruh pengamat dalam fisika kuantum, buku mereka seolah mengatakan, “Baik pengamat dan yang diamati adalah bagian dari dunia yang memiliki keberadaan objektif, dan setiap perbedaan di antara mereka tidak memiliki eksistensi yang berarti.” Mereka tidak pernah mendefinisikan pengamat. Namun apakah pengamat itu materi atau nonmateri? Bagaimana pengamat memiliki eksistensi material tanpa pikiran, dan jika pengamat memiliki pikiran (tidak seperti kamera penghitung Geiger atau digital) maka mereka harus berbagi objektivitas yang sama sebagai pengamat. Pengamat mindless yang dianggap merekam data seperti mesin jelas tidak ada. Pikiran, kemudian, harus dihitung sebagai sifat dasar pengamat dan yang diamati secara bersamaan dengan atom dan quark.

Para penulis telah memasukkan subjektivitas dalam skema mereka: “Tidak ada cara untuk menghapus pengamat – kita – persepsi kita tentang dunia, diciptakan melalui proses sensorik kita dan melalui cara kita berpikir dan bernalar. Persepsi kita – pengamatan dimana teori kita didasarkan – adalah tidak langsung, dibentuk oleh semacam lensa, struktur interpretatif dari otak kita. Kita berasumsi bahwa seperti halnya mengatakan bahwa dunia tampak merah muda jika Anda mengenakan kacamata berwarna merah muda. Apa yang mungkin bisa dianggap sebagai “struktur interpretatif otak” ? Otak bukanlah struktur tetap seperti lensa tapi benda hidup, proses perkembangan yang dibentuk oleh pengalaman dalam kesadaran. Tampaknya Hawking dan Mlodinow ingin memberi kita sesuatu yang sangat aneh: subjektivitas yang objektif. Mereka kurang lebih memaksakan untuk posisi ini, karena kalau tidak mereka harus mengakui pergeseran subjektivitas yang kita semua alami sebagai dunia di sini. “

Mereka melanjutkan: “Otak, dengan kata lain, membangun sebuah gambar atau model.” Tapi tidak ada gambar di otak, yang hanya dipenuhi dengan sinyal elektrokimia. Hanya menyatakan bahwa otak membangun gambar, tanpa memberitahu kita bagaimana hal tersebut dapat dilakukan, tidak menjelaskan dasar realisme yang tergantung model. Apa yang mencolok adalah bahwa dengan kaku mereka mengabaikan adanya kesadaran, dan mengubahnya menjadi gajah yang ada di ruang yang tidak pernah harus diperhatikan, The Grand Design mendistorsi pengalaman biasa. Kita diberitahu, misalnya, bahwa kehendak bebas adalah ilusi. “Eksperimen terbaru dalam neuroscience mendukung bahwa tampilan itu ada di dalam otak fisik kita, mengikuti hukum ilmu pengetahuan yang dikenal, yang menentukan tindakan kita, dan bukan sesuatu yang ada di luar hukum mereka. Sebagai contoh, sebuah studi dari pasien yang menjalani operasi otak dan kemudian terjaga ditemukan bahwa dengan stimulasi elektrik pada daerah tertentu di otak, orang bisa menciptakan pada pasien keinginan untuk menggerakkan tangan, lengan atau kaki, atau untuk menggerakkan bibir dan bicara. Sangatlah sulit untuk membayangkan bagaimana itu akan dapat beroperasi bebas jika perilaku kita ditentukan oleh hukum fisika. Jadi nampaknya kita adalah  tidak lebih dari mesin biologis dan kehendak bebas hanyalah ilusi.. “

Ini adalah referensi satu-satunya tentang neuroscience di seluruh buku ini, dan dengan satu percobaan tersebut, kehendak bebas bisa diabaikan. Bagaimana dengan melakukan percobaan yang sama dan meminta pasien untuk menahan keinginannya? Tidak ada kapasitas pada hewan yang lebih rendah untuk menolak tawaran makanan jika mereka lapar. Tapi manusia, berdasarkan selera, diet, keinginan memilih makanan mereka, membentuk selera aneh, Sehingga daging baik bagi satu orang adalah racun bagi orang lain. Bagaimana hukum fisika yang sama membuat A dan kebalikan dari A? Dalam penelitian awal seminalis stimulasi otak yang dilakukan oleh ahli bedah saraf Wilder Penfield, ia secara eksplisit menyangkal percobaan yang dikutip Hawking. Pasien dalam operasi otak terbuka menstimulasi korteks motor mereka, yang menyebabkan lengan mereka terangkat ke atas. Mereka kemudian diminta untuk mengangkat tangan mereka, dan semua bisa melihat perbedaan antara refleks dan gerakan yang ingin mereka lakukan. “Lengan saya begitu saja terangkat” adalah tidak sama dengan “Aku hanya mengangkat tangan saya.”

Dalam kasus apapun, dengan begitu saja mengabaikan kehendak bebas, dengan implikasi bahwa mereka menolak wawasan, intuisi, kreativitas, inspirasi, imajinasi, niat, refleksi diri, kesadaran atas pilihan, dan bahkan pembuatan model dunia yang tergantung seluruh teori mereka. Bagaimana alam semesta deterministik menciptakan makhluk yang percaya akan kehendak bebas? Dan dalam glossary, teori kuantum didefinisikan sebagai “teori di mana objek tidak memiliki satu latar belakang yang pasti.” Mengingat bahwa mereka melihat teori ini sebagai sama kompatibelnya dengan mekanika kuantum, tidakkah definisi ini dalam dirinya sendiri bertentangan dengan prinsip determinisme?

Atau untuk mengatasi masalah ini dalam skala besar: “Hukum-hukum M-teori memungkinkan untuk semesta yang berbeda dengan hukum yang jelas berbeda, tergantung pada bagaimana ruang internal yang didiami. M- Teori memiliki solusi yang memungkinkan untuk ruang internal yang banyak, yang mungkin sebanyak 10 pangkat 500, yang berarti memungkinkan untuk 10 pangkat 500 alam semesta yang berbeda yang  masing-masing memiliki hukumnya sendiri. Untuk mendapatkan gambaran tentang berapa banyak hal ini, pikirkan hal ini: jika ada yang bisa menganalisis hukum yang bisa diprediksi untuk masing-masing alam semesta yang hanya dalam satu milidetik dan mulai bekerja dari situ setelah Ledakan besar, saat ini yang sedang akan dipelajari hanya 10 pangkat 20 dari mereka. ” Untuk melarang makna, tujuan, kecerdasan, kehendak bebas, dan kreativitas, versi M-teori ini harus diciptakan terisolasi, benar-benar alam semesta yang deterministik untuk setiap peristiwa yang menyimpang dari penjelasan mekanik tetap. Ini agak mirip dengan memutuskan bahwa setiap pikiran yang baru harus memasukki kosmos itu sendiri, karena jika tidak, Anda harus menyatakan bahwa mereka semua datang dari satu pemikiran yang kebetulan punya banyak keinginan, suasana hati, keinginan, dan mimpi. Namun, seperti para pemikir yang ada; Hawking dan Mlodinow adalah dua contoh yang baik, seperti juga semua fisikawan besar mulai dari Newton, Einstein, hingga Heisenberg, Bohr, Dirac dan para ilmuwan besar lainnya seperti Stephen Jay Gould, yang melakukan lebih dari sekedar mengulang mekanis apa telah dimasukkan ke dalam otak mereka. Bagian dari evaluasi teori fisika adalah keanggunan dan kesederhanaannya. Tidakkah adanya hipotetis dari miliaran miliaran semesta lainnya, tidak satupun dari mereka bisa diamati, tidakkah keduanya melanggar ?

Namun ilmu pengetuahuan terus datang kembali dengan cara-cara yang saling melengkapi Grand Design adalah sesuai dengan tradisi kebijaksanaan sejati dunia, seakan mengintip dari tepi ke dalam misteri dan menggambar kembali pada saat terakhir. Meskipun Stephen Hawking menarik perhatian dunia dengan alam semesta yang “dapat dan akan terus membuat dirinya dari bukan apa-apa,” ia tidak dapat mengecualikan melalui observasi atau matematika tentang ketiadaan (bukan-sesuatu) dari pandangan Veda, yang bukan merupakan kekosongan tetapi rahim penciptaan. Dalam Upanishad ini disebut Brahman dan digambarkan sebagai bidang ketiadaan dan bidang yang MahaMengetahui . Dalam Bhagavad-Gita, Tuhan melalui Krishna berkata, “Dengan kembali pada diri saya, saya mencipta diri lagi dan lagi.” Tujuh ratus tahun yang lalu tokoh Sufi bernama Rumi berkata, “Kami datang pergi dari ketiadaan, dari hamburan bintang seperti debu” dan “Lihatlah dunia ini diciptakan dari ketiadaan. Itu ada dalam kekuatan Anda..” Rumi tidak hanya memahami penciptaan dari ketiadaan, tetapi memiliki wawasan yang lebih dalam menghubungkan ketiadaan dengan kesadaran.

Dalam berbagai istilah sumber penciptaan transenden yang sama disebut Shunyata, Allah, Yahweh, Einsoff, atau hanya kesadaran universal. Dilucuti dari setiap potongan konotasi spiritual, ilmu yang diperoleh secara transenden dengan matematika itu sendiri, yang formulanya tampaknya ada di luar dunia terlihat, yang akan ditemukan oleh pikiran yang melampaui tampilan untuk menggali ke dalam wilayah di luar pengamatan dan data. Dalam hal apa jenis transendensi ini berbeda dari transendensi religius? Ketika Einstein berbicara tentang hukum fisika yang hanya ada dalam pikiran Tuhan, ia menunjukkan kecerdikan tentang pikiran, Tuhan, dan ilmu pengetahuan pada saat yang sama.

Untuk memperluas konsep kita tentang Tuhan, adalah perlu untuk melihat tiga ide utama yang mendasarkan semua agama:
  1. Sebuah realitas transenden.
  2. Yang saling menghubungkan Semua yang ada .
  3. Yang menanamkan  nilai-nilai kebenaran, cinta, kasih sayang, dan kebaikan lainnya yang dialami oleh umat manusia sebagai turunan dari domain yang lebih tinggi.
Ilmu pengetahuan yang paling spekulatif saat ini mendukung ketiga hal tersebut termasuk gagasan bahwa nilai-nilai Platonik tertanam dalam geometri ruang-waktu pada skala Planck. Adalah tidak mengherankan bahwa kita tidak perlu melibatkan Tuhan yang eksternal, untuk menjelaskan ciptaanNya, jika Tuhan sudah menjadi bentuk realitas/keseluruhannya dari alam semesta itu sendiri. The Grand design berada pada posisi paling menarik karena mengingkari keberadaan Tuhan tapi dengan berpendapat tentang adanya semua bahan, baik secara eksplisit maupun secara tersirat, yang pencipta gunakan untuk menciptakan diriNya sendiri.

Sumber: Henkykuntarto’s Blog -Wellcome to my spiritual blog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar