Pasal 16
ALASAN umum yang dikemukakan banyak orang yang meragukan
adanya Pencipta ialah merajalelanya penderitaan di dunia. Selama berabad-abad,
ada begitu banyak kekejaman, pertumpahan darah, dan kejahatan yang keji
sehingga jutaan orang yang tak bersalah sangat menderita. Jadi, banyak orang
bertanya, ’Jika Allah ada, mengapa Ia mengizinkan semua ini?’ Sebagaimana telah
kita lihat, catatan Alkitab sangat cocok dengan fakta-fakta tentang penciptaan,
maka apakah Alkitab juga bisa membantu kita mengerti mengapa Pencipta yang
mahakuasa mengizinkan begitu banyak penderitaan untuk waktu yang sedemikian
lama?
2 Pasal-pasal awal buku Kejadian memberikan latar
belakang untuk menjawab pertanyaan itu. Di situ diuraikan tentang diciptakannya
suatu dunia tanpa penderitaan. Pria dan wanita yang pertama ditempatkan dalam
sebuah firdaus, taman indah yang disebut Eden, dan mereka diberi pekerjaan yang
menyenangkan dan menantang. Mengenai bumi, mereka diperintahkan untuk
”menggarap dan mengurusnya”. Mereka juga mengawasi ”ikan-ikan di laut dan
makhluk-makhluk terbang di langit dan segala makhluk hidup yang merayap di
bumi”.—Kejadian 1:28; 2:15.
3 Selain itu, karena manusia pertama diciptakan
dengan tubuh dan pikiran yang sempurna, mereka tidak mempunyai cacat apa pun.
Jadi, tidak ada yang bisa menyebabkan mereka sakit, tua, atau mati. Sebaliknya,
mereka memiliki prospek untuk terus hidup tanpa batas dalam firdaus di
bumi.—Ulangan 32:4.
4 Pasangan pertama itu juga diperintahkan untuk
’beranak cucu dan bertambah banyak dan memenuhi bumi’. Kalau mereka beranak
cucu, keluarga manusia akan bertambah besar dan batas-batas Firdaus akan
diperluas hingga akhirnya meliputi seluruh bumi. Dengan demikian, umat manusia
akan menjadi suatu keluarga yang bersatu, yang semuanya hidup dengan kesehatan
yang sempurna di atas bumi firdaus.
Perlunya Mengakui Pemerintahan Allah
5 Akan tetapi, agar keharmonisan ini terus
berlangsung, pasangan manusia pertama harus mengakui hak Pencipta mereka untuk
mengatur urusan manusia. Artinya, mereka harus mengakui kedaulatan-Nya.
Mengapa? Pertama-tama, karena hal itu sudah sepantasnya. Pencipta segala
sesuatu tentu berhak mengendalikan ciptaan-Nya hingga taraf tertentu. Prinsip
ini terlihat dalam hukum kepemilikan selama berabad-abad. Selain itu, manusia
harus rela menerima petunjuk Pencipta mereka karena fakta penting ini: Mereka
tidak dirancang dengan kemampuan untuk mengatur diri sendiri dengan hasil yang
memuaskan terlepas dari Pencipta mereka, sama seperti mereka tidak dapat tetap
hidup jika tidak makan, minum, dan bernapas. Sejarah telah membuktikan
kebenaran Alkitab yang mengatakan, ”Manusia tidak mempunyai kuasa untuk
menentukan jalannya sendiri. Manusia, yang berjalan, tidak mempunyai kuasa
untuk mengarahkan langkahnya.” (Yeremia 10:23) Selama manusia mengikuti pedoman
yang ditetapkan Pencipta mereka, kehidupan akan langgeng, sukses, dan
bahagia.
6 Selain itu, manusia diciptakan sebagai makhluk
yang bebas memilih. Mereka tidak diciptakan seperti robot, atau seperti
binatang atau serangga yang terpaksa melakukan hal-hal tertentu karena dorongan
naluri semata. Akan tetapi, kebebasan ini relatif, tidak mutlak. Ini
harus dijalankan secara bertanggung jawab, di dalam batas-batas hukum Allah,
hukum yang dibuat demi kebaikan semua. Prinsip ini dinyatakan dalam Alkitab,
”Jadilah umat yang merdeka, tetapi dengan memegang kemerdekaanmu, bukan sebagai
selubung untuk menutupi keburukan, melainkan sebagai budak-budak Allah.”
(1 Petrus 2:16) Jika tidak ada hukum yang mengatur hubungan antarmanusia,
akan timbul anarki, dan kehidupan semua orang akan dirugikan.
7 Jadi, kebebasan relatif itu berguna, tetapi
terlalu banyak kebebasan akan merugikan. Jika Anda memberikan terlalu banyak
kebebasan kepada seorang anak, ia mungkin akan bermain di jalan yang ramai,
atau menaruh tangannya di atas kompor yang panas. Kebebasan tanpa batas untuk
memutuskan sendiri segala sesuatu tanpa mempertimbangkan petunjuk sang Pencipta
bisa menimbulkan berbagai macam problem. Itulah yang terjadi atas manusia
pertama. Mereka sengaja menyalahgunakan karunia kebebasan mereka. Mereka
mengambil keputusan yang salah untuk melepaskan diri dari Pencipta mereka dan
dengan demikian ”menjadi seperti Allah”. Mereka merasa mampu menentukan sendiri
apa yang benar dan apa yang salah.—Kejadian 3:5.
8 Sewaktu manusia pertama meninggalkan petunjuk
Pencipta mereka, apa yang terjadi atas mereka dapat disamakan dengan apa yang
terjadi bila Anda mencabut steker sebuah kipas angin listrik. Selama kipas
angin itu terhubung dengan sumber listrik, ia terus berputar. Tetapi, jika
hubungannya diputuskan, putaran kipasnya akan melambat dan akhirnya berhenti
sama sekali. Itulah yang terjadi ketika Adam dan Hawa melepaskan diri dari
Pencipta mereka, ”sumber kehidupan”. (Mazmur 36:9) Karena mereka sengaja
memilih untuk tidak bergantung pada Pencipta mereka, Ia membiarkan mereka
merasakan sepenuhnya akibat pilihan mereka dengan membiarkan mereka bertindak
sesukanya. Sebuah prinsip Alkitab mengatakan, ”Jika kamu meninggalkan [Allah],
dia akan meninggalkan kamu.” (2 Tawarikh 15:2) Tanpa kekuatan penunjang
dari Pencipta mereka, sedikit demi sedikit pikiran dan tubuh mulai rusak.
Akhirnya, mereka menjadi tua dan mati.—Kejadian 3:19; 5:5.
9 Ketika memilih untuk lepas dari sang Pencipta,
Adam dan Hawa menjadi tidak sempurna. Ini terjadi sebelum mereka mempunyai
anak. Akibatnya, ketika mereka kemudian mempunyai anak, anak-anak ini mewarisi
ketidaksempurnaan orang tua mereka. Maka, manusia pertama menjadi seperti
cetakan yang cacat. Segala yang mereka hasilkan juga cacat. Karena itu, kita
semua terlahir tidak sempurna dan mewarisi cacat berupa usia tua, penyakit, dan
kematian. Karena tidak sempurna, dan terpisah dari sang Pencipta serta
hukum-hukum-Nya, manusia tanpa terbendung melakukan banyak sekali kebodohan.
Itu sebabnya, sejarah manusia penuh dengan penderitaan, kesedihan, penyakit,
dan kematian.—Mazmur 51:5; Roma 5:12.
10 Apakah ini berarti manusialah yang sepenuhnya
bertanggung jawab atas semua kefasikan? Tidak, ada penyebab lain. Manusia
bukanlah satu-satunya ciptaan yang cerdas. Sebelumnya, Allah sudah menciptakan
banyak sekali makhluk roh di surga. (Ayub 38:4, 7) Mereka pun memiliki
kebebasan memilih, apakah mau menerima petunjuk Pencipta mereka atau tidak.
Salah satu dari makhluk-makhluk roh itu memilih untuk memupuk keinginan akan
kebebasan. Ambisinya berkembang sedemikian rupa sehingga mendorongnya untuk
menantang wewenang Allah. Ia mengatakan kepada Hawa, istri Adam, bahwa mereka
bisa melanggar hukum Allah dan tetap hidup. Ia meyakinkan Hawa, ”Kamu pasti
tidak akan mati.” (Kejadian 3:4; Yakobus 1:13-15) Kata-katanya itu menyiratkan
bahwa mereka tidak membutuhkan Pencipta untuk terus hidup dan bahagia.
Sebenarnya, ia mengatakan bahwa dengan melanggar hukum, keadaan mereka akan
lebih baik, mereka bisa menjadi seperti Allah. Dengan demikian, ia
mempertanyakan keabsahan hukum Allah dan menebarkan keraguan akan cara Allah
memerintah mereka. Ya, ia meragukan hak Pencipta mereka untuk
memerintah. Karena memberikan gambaran yang salah ini, ia pun disebut Setan,
yang berarti ”penentang”, dan Iblis, yang berarti ”pemfitnah”. Selama
6.000 tahun yang telah berlalu, sikap Setan ini telah mempengaruhi umat
manusia, menganjurkan politik ’menguasai atau merusak’.—Lukas 4:2-8;
1 Yohanes 5:19; Penyingkapan 12:9.
11 Akan tetapi, mengapa Allah tidak membinasakan
para pelanggar hukum ini, manusia maupun makhluk roh, sejak awal mula? Jawabannya
adalah karena adanya sengketa-sengketa penting yang dihadapkan kepada semua
makhluk yang cerdas. Salah satunya menyangkut pertanyaan-pertanyaan seperti:
Apakah dengan terlepas dari kedaulatan Allah, manusia akan mendapat manfaat
yang langgeng? Apakah petunjuk Allah bagi manusia lebih baik bagi mereka, atau
apakah petunjuk manusia sendiri yang lebih baik? Dapatkah manusia memerintah
dunia ini dengan hasil yang memuaskan terlepas dari Pencipta mereka?
Singkatnya, apakah manusia benar-benar membutuhkan bimbingan Allah?
Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban yang hanya dapat diberikan dengan
berlalunya waktu.
Mengapa Begitu Lama?
12 Tetapi, mengapa Allah membiarkan begitu banyak
waktu berlalu sebelum menyelesaikan persoalan ini—sekitar 6.000 tahun sampai
sekarang? Apakah masalah itu tidak bisa dituntaskan jauh lebih awal? Nah, jika
Allah sudah turun tangan sejak dahulu, bisa saja timbul tuduhan bahwa manusia
tidak diberi cukup waktu untuk mengembangkan pemerintahan yang kompeten dan
teknologi yang memadai untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran bagi semua.
Jadi, Allah yang berhikmat tahu bahwa untuk menyelesaikan sengketa-sengketa
yang timbul dibutuhkan waktu, dan Ia pun memberikannya.
13 Selama berabad-abad, segala bentuk
pemerintahan, segala macam sistem sosial dan ekonomi telah dicoba. Selain itu,
manusia mempunyai cukup waktu untuk membuat banyak kemajuan teknologi, termasuk
memanfaatkan atom dan pergi ke bulan. Apa hasilnya? Apakah semua ini
menghasilkan dunia yang benar-benar menyejahterakan seluruh keluarga manusia?
14 Sama sekali tidak. Apa pun yang telah dicoba
manusia tidak mendatangkan perdamaian dan kebahagiaan sejati bagi semua.
Sebaliknya, setelah sekian lama, keadaannya malah semakin tidak stabil.
Kejahatan, perang, keluarga berantakan, kemiskinan, dan kelaparan melanda
banyak negeri. Eksistensi manusia sendiri terancam. Rudal-rudal nuklir dengan
daya musnah yang mengerikan dapat membinasakan sebagian besar, bahkan seluruh
umat manusia. Jadi, meskipun sudah ribuan tahun berupaya, meskipun sudah
berabad-abad mengumpulkan pengalaman, dan meskipun sudah mencapai
kemajuan-kemajuan baru di bidang teknologi, umat manusia belum berhasil dalam
perjuangan mengatasi problem-problem mereka yang paling mendasar.
15 Bahkan bumi sendiri telah rusak. Ketamakan dan
kelalaian manusia telah mengubah beberapa daerah menjadi gurun karena
penggundulan hutan-hutan lindung. Berbagai bahan kimia dan limbah lain telah
mencemari tanah, laut, dan udara. Apa yang Alkitab gambarkan 2.000 tahun
yang lalu tentang kondisi kehidupan di bumi semakin terbukti benar dewasa ini,
”Semua ciptaan sama-sama terus mengerang dan sama-sama berada dalam kesakitan
sampai sekarang.”—Roma 8:22.
Apa yang Telah Dibuktikan?
16 Apa yang telah dibuktikan dengan pasti oleh
kejadian-kejadian selama ini? Bahwa pemerintahan manusia yang terlepas dari
Penciptanya tidaklah memuaskan. Jelaslah, pengelolaan urusan bumi tidak mungkin
berhasil tanpa bimbingan Pencipta manusia. Sejarah terus meneguhkan penilaian
Alkitab yang terus terang mengenai upaya manusia untuk memerintah, ”Manusia
menguasai manusia sehingga ia celaka.”—Pengkhotbah 8:9.
17 Upaya manusia benar-benar mencelakakan,
sungguh kontras dengan ketertiban dan ketepatan di alam semesta yang diatur
oleh hukum-hukum Penciptanya! Jelaslah, manusia juga membutuhkan pengaturan,
atau bimbingan, semacam ini dalam mengatur urusan mereka, karena mengabaikan
pengawasan Allah telah terbukti mencelakakan. Fakta memang memperlihatkan bahwa
kita membutuhkan arahan Allah, sama pastinya seperti kita membutuhkan udara,
air, dan makanan.—Matius 4:4.
18 Selain itu, dengan memberikan cukup waktu
untuk menyelesaikan sengketa sehubungan dengan pemerintahan manusia, Allah
menetapkan preseden yang permanen untuk masa depan. Hal itu dapat disamakan
dengan suatu kasus yang fundamental di Mahkamah Agung. Jadi, sengketa itu telah
diselesaikan untuk selama-lamanya: Pemerintahan manusia yang terlepas dari
Allah tidak dapat menghasilkan keadaan yang baik di bumi. Maka, di masa depan,
jika ada makhluk yang menantang cara Allah, ia tidak perlu lagi diberi waktu
ribuan tahun untuk mencoba membuktikan tantangannya. Segala sesuatu yang perlu
dibuktikan telah dibuktikan selama waktu yang Allah berikan, yaitu kira-kira 6.000
tahun. Jadi, untuk selama-lamanya di masa depan, tidak akan ada lagi
pemberontak yang diizinkan untuk merusak perdamaian dan kebahagiaan di bumi,
atau untuk mengganggu kedaulatan Allah di mana pun di seluruh alam semesta ini.
Seperti yang Alkitab katakan dengan tegas, ”Kesesakan tidak akan timbul kedua
kali!”—Nahum 1:9.
Jalan Keluar dari Allah
19 Demikianlah Alkitab memberikan penjelasan yang
masuk akal mengenai adanya penderitaan di dunia yang Allah ciptakan. Alkitab
juga menunjukkan dengan jelas bahwa sebentar lagi Allah akan menggunakan
kemahakuasaan-Nya untuk menyingkirkan para penyebab penderitaan. Amsal
2:21, 22 mengatakan, ”Orang yang lurus hatilah yang akan berdiam di bumi,
dan orang yang tidak bercelalah yang akan disisakan di situ. Sedangkan orang
fasik, mereka akan dimusnahkan dari bumi; dan mengenai pengkhianat, mereka akan
direnggut dari situ.” Ya, Allah akan ”membinasakan orang-orang yang sedang
membinasakan bumi”. (Penyingkapan 11:18) Pada akhirnya, Setan si Iblis juga
akan dimusnahkan. (Roma 16:20) Allah tidak akan memberikan lebih banyak waktu
bagi orang fasik untuk merusak ciptaan-Nya yang indah, bumi ini. Siapa pun yang
tidak mau menyesuaikan diri dengan hukum-hukum-Nya akan dibinasakan. Hanya
orang yang melakukan kehendak Allah yang akan terus hidup. (1 Yohanes
2:15-17) Anda tentu tidak akan membuat taman bunga di sebidang tanah yang penuh
lalang, atau menempatkan ayam dan rubah di dalam satu kandang. Demikian pula,
apabila Allah memulihkan Firdaus untuk manusia yang adil-benar, Ia tidak akan
membiarkan para perusak bebas berkeliaran di sana.
20 Meskipun penderitaan selama berabad-abad
sangat menyakitkan bagi mereka yang telah menjadi korbannya, hal itu memenuhi
tujuan yang baik. Ini dapat diumpamakan dengan membiarkan anak Anda menjalani
operasi yang menyakitkan demi menyembuhkan penyakit yang serius. Manfaat jangka
panjangnya jauh lebih besar daripada kesakitan sementara. Selain itu, masa
depan yang Allah maksudkan untuk bumi ini dan manusia di atasnya akan
melenyapkan kenangan buruk tentang masa lalu, ”Hal-hal yang dahulu tidak akan
diingat lagi, ataupun timbul lagi di dalam hati.” (Yesaya 65:17) Jadi,
penderitaan apa pun yang telah dialami manusia akhirnya akan dihapus dari
ingatan orang-orang yang hidup pada waktu pemerintahan Allah menguasai seluruh
bumi. Pada waktu itu, sukacita akan menggantikan semua kenangan buruk yang ada
sebelumnya, karena Allah ”’akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan
kematian tidak akan ada lagi, juga tidak akan ada lagi perkabungan atau jeritan
atau rasa sakit. Perkara-perkara yang terdahulu telah berlalu.’ Lalu Pribadi
yang duduk di atas takhta itu mengatakan, ’Lihat! Aku membuat segala sesuatu
baru.’”—Penyingkapan 21:4, 5.
21 Yesus Kristus menyebut Orde Baru yang akan
datang sebagai ”penciptaan kembali”. (Matius 19:28) Orang-orang yang menjadi
korban penderitaan dan kematian di masa lalu kelak akan belajar bahwa Allah
memang memedulikan mereka, karena pada masa itu orang mati yang ada dalam
kuburan akan secara harfiah diciptakan kembali. Yesus mengatakan, ”Semua orang
yang di dalam makam peringatan akan . . . keluar”, dibangkitkan untuk
hidup kembali di bumi. (Yohanes 5:28, 29) Dengan demikian, orang mati juga
akan diberi kesempatan untuk tunduk kepada pemerintahan Allah yang adil-benar
dan mendapat hak istimewa untuk hidup kekal ”di Firdaus”, seperti yang Yesus
sebutkan.—Lukas 23:43.
22 Dunia binatang pun akan menikmati perdamaian.
Alkitab mengatakan bahwa ”serigala dan anak domba akan makan bersama-sama, dan
singa akan makan jerami seperti lembu”, dan ”seorang anak kecil akan menjadi
pemimpinnya”. Binatang-binatang ”tidak akan melakukan apa pun yang membawa
celaka atau menimbulkan kerusakan” dalam Orde Baru Allah, terhadap satu sama
lain atau terhadap manusia—Yesaya 11:6-9; 65:25.
23 Jadi, dalam segala hal, seperti yang dikatakan
Roma 8:21, ”ciptaan itu sendiri juga akan dimerdekakan dari keadaan sebagai
budak kefanaan dan akan mendapat kemerdekaan yang mulia sebagai anak-anak
Allah”. Pada akhirnya, bumi akan menjadi firdaus, yang dihuni oleh orang-orang
yang sempurna—bebas dari penyakit, kesedihan, dan kematian. Penderitaan akan
dilupakan untuk selama-lamanya. Tanpa terkecuali, semua ciptaan Allah di bumi
akan selaras sepenuhnya dengan maksud-tujuan-Nya, sehingga hal-hal buruk yang
telah mencemari alam semesta milik-Nya selama ribuan tahun tidak akan ada lagi.
24 Begitulah Alkitab menjelaskan mengapa Allah
mengizinkan penderitaan, dan apa yang akan Ia lakukan untuk membereskan problem
itu. Namun, mungkin ada yang bertanya, ’Bagaimana saya bisa benar-benar
mempercayai apa yang Alkitab katakan?’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar