Oleh: Lawrence M. Krauss dan Michael S.
Turner
(Sumber: Special Edition Scientific American – The Frontiers of Physics, 2006, hal. 67-73)
"Inkarnasi baru konstanta kosmologis Einstein mungkin menunjukkan jalan melampaui relativitas umum".
Tapi dua belas tahun kemudian, astronom Amerika, Edwin Hubble, menemukan bahwa alam semesta itu jauh dari statis. Dia menemukan bahwa galaksi-galaksi jauh sedang mundur cepat dari galaksi kita dengan laju yang proporsional dengan jarak mereka. Suku kosmologis tidak diperlukan untuk menjelaskan alam semesta mengembang, jadi Einstein membuang konsep tersebut. Fisikawan Rusia-Amerika, George Gamow, menyatakan dalam otobiografinya bahwa “saat saya mendiskusikan persoalan-persoalan kosmologi dengan Einstein, dia menyatakan bahwa pengenalan suku kosmologis adalah blunder terbesar yang dia buat dalam hidupnya.”
Kelahiran Sebuah Konstanta
Relativitas umum tumbuh dari perjuangan Einstein selama satu dekade untuk melanjutkan observasi pentingnya bahwa gravitasi dan gerak percepatan adalah ekuivalen. Sebagaimana diungkapkan dalam eksperimen pikiran Einstein yang terkenal, fisika di dalam elevator yang diam di medan gravitasi seragam berkekuatan g adalah persis sama dengan fisika di dalam elevator yang meluncur menerobos ruang hampa dengan percepatan seragam g.
Einstein juga terpengaruh kuat oleh gagasan filosofis fisikawan Austria, Ernst Mach, yang menolak ide kerangka acuan absolut untuk ruangwaktu. Dalam fisika Newtonian, kelembaman merujuk pada kecenderungan sebuah objek untuk bergerak dengan kecepatan tetap kecuali jika dipengaruhi oleh sebuah gaya. Gagasan kecepatan konstan membutuhkan kerangka acuan lembam (yakni, tidak berakselerasi). Tapi tidak berakselerasi terhadap apa? Newton mempostulatkan eksistensi ruang absolut, kerangka acuan yang tak dapat digerakkan yang menetapkan semua kerangka lembam lokal. Tapi Mach mengajukan bahwa distribusi materi di alam semesta menetapkan kerangka lembam, dan teori relativitas umum Einstein memasukkan gagasan ini sampai taraf luas.
Teori Einstein merupakan konsep gravitasi pertama yang menawarkan harapan untuk menyediakan gambaran konsisten tentang keseluruhan alam semesta. Ia tak hanya memperkenankan deskripsi tentang bagaimana objek bergerak di ruang dan waktu tapi juga bagaimana ruang dan waktu itu sendiri berkembang secara dinamis. Dalam memakai teori barunya untuk mencoba menggambarkan alam semesta, Einstein mencari solusi yang terhingga, statis, dan mematuhi prinsip-prinsip Mach (contoh, distribusi materi terhingga yang perlahan menipis menuju kehampaan [angkasa] tidak memuaskan gagasan materi Mach yang diperlukan untuk menetapkan ruang). Tiga praanggapan ini menuntun Einstein memasukkan suku kosmologis untuk mengkonstruksi solusi statis yang terhingga dan tak mempunyai perbatasan—alam semesta Einstein melengkung kembali ke dirinya sendiri seperti permukaan balon [lihat boks Teori-teori yang Berkembang]. Secara fisik, suku kosmologis belum dapat diamati pada skala tata surya kita, tapi menghasilkan tolakan kosmik pada skala lebih besar yang akan mengimbangi tarikan gravitasi objek-objek jauh.
Namun, antusiasme Einstein akan suku kosmologis mulai menurun cepat. Pada 1917, kosmolog Belanda, Willem de Sitter, mendemonstrasikan bahwa dirinya dapat menghasilkan solusi ruangwaktu bersuku kosmologis bahkan dalam ketiadaan materi—hasil yang amat non-Machian. Model ini kemudian ditunjukkan bersifat non-statis. Pada 1922, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, mengkonstruksi model alam semesta mengembang dan menyusut yang tidak membutuhkan suku kosmologis. Dan pada 1930, astrofisikawan Inggris, Arthur Eddington, menunjukkan bahwa alam semesta Einstein betul-betul tidak statis: karena gravitasi dan suku kosmologis begitu seimbang, perturbasi kecil akan menimbulkan penyusutan atau perluasan tak terkendali. Pada 1931, dengan perluasan alam semesta yang dibuktikan kuat oleh Hubble, Einstein resmi membuang suku kosmologis sebagai “bagaimanapun tidak memuaskan secara teoritis”.
Penemuan Hubble meniadakan kebutuhan akan suku kosmologis untuk mengimbangi gravitasi; di sebuah alam semesta mengembang, gravitasi memperlambat perluasan. Pertanyaannya kemudian menjadi, apakah gravitasi cukup kuat untuk akhirnya menghentikan perluasan dan menyebabkan alam semesta kolaps, atau akankah kosmos mengembang selamanya? Dalam model Friedmann, jawabannya terikat pada densitas rata-rata materi: alam semesta berdensitas tinggi akan kolaps, sedangkan alam semesta berdensitas rendah akan mengembang abadi. Titik pemisahnya adalah alam semesta berdensitas kritis, yang mengembang selamanya meski dengan laju yang terus berkurang. Karena menurut teori Einstein lengkungan rata-rata alam semesta terikat pada densitas rata-ratanya, geometri dan takdir terhubung. Alam semesta berdensitas tinggi adalah melengkung positif seperti permukaan balon, alam semesta berdensitas rendah adalah melengkung negatif seperti permukaan pelana, dan alam semesta berdensitas kritis adalah flat secara ruang. Sehingga, para kosmolog percaya bahwa penetapan geometri alam semesta akan mengungkap nasib akhirnya.
Energi Nihil
Suku kosmologis dibuang dari kosmologi selama enam dekade berikutnya (kecuali dalam kemunculan kembali sebagai bagian dari alam semesta steady-state, teori yang dikemukakan pada akhir 1940-an tapi dikesampingkan secara meyakinkan pada 1960-an). Tapi barangkali hal paling mengejutkan mengenai suku tersebut adalah bahwa sekalipun Einstein belum memperkenalkannya akibat desakan kebingungan menyusul perkembangan relativitas umumnya, kita sekarang menyadari bahwa kehadirannya rasanya tak terelakkan. Dalam inkarnasi mutakhirnya, suku kosmologis bukan timbul dari relativitas, yang mengatur alam pada skala terbesar, tapi dari mekanika quantum, fisika skala terkecil.
Konsep baru suku kosmologis ini sungguh berbeda dari yang diperkenalkan Einstein. Persamaan medan asli Einstein, Gμν = 8πGTμν, mempertalikan lengkungan ruang, Gμν, dengan distribusi materi dan energi, Tμν, di mana G adalah konstanta Newton yang mencirikan kekuatan gravitasi. Ketika Einstein menambahkan suku kosmologis, dia menaruhnya di sisi kiri persamaan tersebut, mengindikasikan bahwa ia merupakan atribut ruang itu sendiri [lihat boks Suku Kosmologis]. Tapi jika seseorang memindahkan suku kosmologis ke sisi kanan, ia memuat makna yang sama sekali baru, makna yang dimilikinya hari ini. Ia kini merepresentasikan sebuah bentuk densitas energi baru yang ganjil yang tetap konstan bahkan saat alam semesta mengembang dan yang gravitasinya bersifat menolak bukan menarik.
Gμν = 8πGTμν
Gμν + Λgμν = 8πGTμν
Gμν = 8πG (Tμν + ρVAC gμν)
Invariansi Lorentz, kesimetrian fundamental yang diasosiasikan dengan teori relativitas khusus maupun umum, mengimplikasikan bahwa hanya ruang hampa yang bisa memiliki densitas energi jenis ini. Dalam perspektif ini, suku kosmologis terasa lebih ganjil lagi. Jika ditanya berapa energi ruang hampa, kebanyakan orang akan menjawab “nihil”. Bagaimanapun juga, itu adalah satu-satunya harga yang pantas dan intuitif.
Mekanika quantum sama sekali tidak intuitif. Pada skala amat kecil di mana efek-efek quantum menjadi penting, ruang hampa pun tidak betul-betul hampa. Malah pasangan partikel-antipartikel muncul dari kevakuman, menempuh jarak pendek dan kemudian lenyap lagi tepat pada skalawaktunya begitu cepat sehingga seseorang tidak dapat mengamatinya secara langsung. Tapi efek tak langsung mereka sangat penting dan bisa diukur. Contoh, partikel-partikel virtual mempengaruhi spektrum hidrogen dengan cara yang dapat dikalkulasi yang telah terkonfirmasi melalui pengukuran.
Sekali kita menerima premis ini, kita mesti siap merenungkan kemungkinan bahwa partikel-partikel virtual ini mungkin menganugerahi ruang hampa dengan suatu energi non-nol. Karenanya mekanika quantum mempertimbangkan suku kosmologis Einstein bersifat wajib daripada opsional. Ia tidak bisa ditolak sebagai “tak memuaskan secara teoritis”. Namun, persoalannya adalah bahwa semua kalkulasi dan estimasi magnitudo energi ruang hampa membawa pada harga yang amat besar—berkisar dari 55 sampai 120 orde magnitudo lebih besar daripada energi semua materi dan radiasi di alam semesta teramati. Jika densitas energi vakum betul-betul setinggi itu, semua materi di alam semesta akan serta-merta terbang berpisahan.
Model kosmologis Einstein [kiri] adalah alam semesta yang terhingga dalam hal ruang tapi tak terhingga dalam hal waktu, menghasilkan ukuran tetap yang sama selamanya. Alam semesta ini tidak memiliki batas ruang; ia melengkung kembali ke dirinya sendiri seperti lingkaran. Setelah penemuan perluasan kosmik, para kosmolog mengkonstruksi sebuah model alam semesta tak terhingga di mana laju perluasan terus-menerus melambat akibat gravitasi [tengah], mungkin membawa pada kekolapsan. Pada 1980-an, para teoris menambahkan fase awal pertumbuhan pesat yang disebut inflasi, yang buktinya kini sudah ada. Dalam enam tahun belakangan, observasi telah menunjukkan bahwa perluasan kosmik mulai mencepat sekitar lima miliar tahun silam [kanan]. Nasib akhir alam semesta—perluasan terus-menerus, kolaps, atau percepatan hiper yang disebut big rip—tergantung pada sifat dark energy misterius yang mendorong percepatan perluasan.
Persoalan ini telah menjadi duri bagi teoris selama sekurangnya 30 tahun. Pada prinsipnya, semestinya ini telah dikenali seawalnya sejak 1930-an, ketika kalkulasi efek-efek partikel virtual pertama kali dilakukan. Tapi di semua bidang fisika selain yang terkait dengan gravitasi, energi absolut sebuah sistem tidaklah relevan; yang menjadi soal adalah selisih energi di antara status-status (misalnya, selisih energi antara status dasar atom dan status terstimulasinya.) Jika sebuah konstanta ditambahkan pada semua harga energi, ia keluar dari kalkulasi semacam itu, menjadikannya mudah diabaikan. Lagipula, pada waktu itu segelintir fisikawan cukup serius mencemaskan penerapan teori quantum pada kosmologi.
Tapi relativitas umum mengimplikasikan bahwa semua bentuk energi, bahkan energi nihil, beraksi sebagai sumber gravitasi. Fisikawan Rusia, Yakov Borisovich Zel’dovich menyadari signifikansi persoalan ini pada akhir 1960-an, ketika dia membuat estimasi pertama densitas energi vakum. Sejak saat itu, para teoris sudah mencoba memikirkan mengapa kalkulasi mereka menghasilkan harga sedemikian tinggi. Suatu mekanisme yang belum ditemukan, mereka beralasan, pasti menghapuskan sebagian besar energi vakum, jika tidak semuanya. Mereka berasumsi bahwa harga paling masuk akal untuk densitas energi tersebut adalah nol—kenihilan quantum pun mesti berbobot nihil.
Selama para teoris meyakini dalam pikiran mereka bahwa mekanisme penerowongan semacam itu mungkin eksis, mereka dapat menaruh perhatian kecil saja pada persoalan suku kosmologis. Walaupun mempesona, ia dapat diabaikan. Bagaimanapun, alam telah campur tangan.
Kembali Dengan Sekuat Tenaga
Bukti definitif pertama bahwa ada yang keliru datang dari pengukuran perlambatan laju perluasan alam semesta. Ingat, Hubble menemukan bahwa kecepatan relatif galaksi-galaksi jauh proporsional dengan jarak mereka dari galaksi kita. Dari sudut pandang relativitas umum, hubungan ini timbul dari perluasan angkasa itu sendiri, yang semestinya melambat seiring waktu akibat tarikan gravitasi. Dan karena galaksi-galaksi amat jauh terlihat sebagaimana keadaan mereka miliaran tahun silam, perlambatan perluasan semestinya menghasilkan lengkungan hubungan Hubble linier—galaksi-galaksi jauh semestinya mundur lebih cepat daripada prediksi hukum Hubble. Triknya adalah menentukan secara akurat jarak dan kecepatan galaksi-galaksi amat jauh.
Pengukuran demikian bersandar pada penemuan lilin standar—objek dengan keberkilauan intrinsik yang cukup cerlang untuk terlihat dari seberang alam semesta. Sebuah terobosan muncul pada 1990-an dengan kalibrasi supernova tipe Ia, yang dipercaya merupakan ledakan termonuklir bintang white dwarf bermassa sekitar 1,4 kali massa matahari. Dua tim—Supernova Cosmology Project, dipimpin oleh Saul Perlmutter dari Lawrence Berkeley National Laboratory, dan High-z Supernova Search Team, dipimpin oleh Brian Schmidt dari Mount Stromlo dan Siding Spring Observatories—bermaksud mengukur perlambatan perluasan alam semesta memakai supernova tipe ini. Pada awal 1998, kedua kelompok membuat penemuan mengejutkan yang sama: pada lima miliar tahun lalu, perluasan mencepat, bukan melambat [lihat “Antigravitasi Kosmologis”, tulisan Lawrence M. Krauss]. Sejak saat itu, bukti percepatan kosmik semakin menguat dan tak hanya mengungkap fase percepatan sekarang tapi juga masa perlambatan dahulu [lihat “From Slowdown to Speedup”, tulisan Adam G. Riess dan Michael S. Turner, Scientific American, Februari 2004].
Namun, data supernova bukan satu-satunya bukti yang menunjukkan eksistensi suatu bentuk energi baru yang mendorong perluasan kosmik. Gambaran terbaik tentang alam semesta awal datang dari observasi gelombang mikro kosmik latar (CMB), residu radiasi dari big bang yang mengungkap fitur-fitur alam semesta pada umur sekitar 400.000 tahun. Pada 2000, pengukuran ukuran sudut variasi CMB di langit cukup bagus bagi para periset untuk menetapkan bahwa geometri alam semesta adalah flat. Temuan ini dikonfirmasi oleh pesawat antariksa pengobservasi CMB yang disebut Wilkinson Microwave Anisotropy Probe dan eksperimen lainnya.
Geometri ruang flat mensyaratkan bahwa densitas rata-rata alam semesta harus setara dengan densitas kritis. Tapi berbagai pengukuran semua bentuk materi—termasuk dark matter dingin, lautan partikel-partikel bergerak lambat yang tidak memancarkan cahaya tapi mengerahkan gravitasi menarik—menunjukkan bahwa materi berkontribusi sekitar 30 persen saja dari densitas kritis. Alam semesta flat, karenanya, mensyaratkan suatu bentuk energi yang terdistribusi merata lain yang tidak memiliki pengaruh teramati terhadap gugusan lokal dan dapat menyusun 70 persen densitas kritis. Energi vakum, atau sesuatu semacamnya, akan menghasilkan efek yang persis diharapkan.
Di samping itu, garis argumentasi ketiga mengindikasikan bahwa percepatan kosmik adalah potongan puzzle kosmologis yang hilang. Selama dua dekade, paradigma inflasi plus dark matter dingin telah menjadi penjelasan utama atas struktur alam semesta. Teori inflasi berpandangan bahwa pada momen pertamanya, alam semesta mengalami ledakan perluasan hebat, yang melancarkan dan memflatkan geometrinya dan memompa fluktuasi quantum densitas energi dari ukuran subatom menjadi ukuran kosmik. Peristiwa ini menghasilkan distribusi materi secara agak tak homogen yang menimbulkan variasi CMB dan struktur-struktur yang teramati di alam semesta hari ini. Gravitasi dark matter dingin, yang jauh melebihi bobot materi biasa, mengatur pembentukan struktur-struktur ini.
Namun pada pertengahan 1990-an, paradigma ini ditantang serius oleh data observasi. Prediksi level gugusan materi berbeda dari yang diukur. Yang lebih buruk, prediksi umur alam semesta terlihat lebih muda daripada umur bintang-bintang tertua. Pada 1995, kami berdua menunjukkan kontradiksi ini akan hilang jika energi vakum menyusun sekitar 2/3 densitas kritis. (Model ini sangat berbeda dari alam semesta tertutup Einstein, di mana densitas suku kosmologis adalah separuh densitas materi.) Berdasarkan sejarah energi vakum yang berubah-ubah, proposal kami setidaknya provokatif.
Satu dekade kemudian segalanya cocok. Di samping menjelaskan percepatan kosmik sekarang dan periode perlambatan dahulu, suku kosmologis yang dihidupkan kembali ini mendorong umur alam semesta sampai hampir 14 miliar tahun (di atas umur bintang-bintang tertua) dan menambah energi yang cukup untuk membawa alam semesta menuju densitas kritis. Tapi fisikawan masih tidak tahu apakah energi ini betul-betul berasal dari vakum quantum. Signifikansi penemuan penyebab percepatan kosmik telah membawa urgensi baru pada upaya pengukuran energi vakum. Persoalan penentuan bobot nihil tak bisa lagi dikesampingkan selama bergenerasi-generasi mendatang. Dan puzzle itu kini kelihatannya lebih kacau lagi daripada sebelumnya ketika dahulu fisikawan mencoba menemukan teori yang menghapuskan energi vakum. Kini para teoris harus menjelaskan mengapa energi vakum kemungkinan tidak nol melainkan begitu kecil sehingga efeknya terhadap kosmos menjadi relevan baru beberapa miliar tahun silam.
Tentu saja, tak ada yang bisa lebih menggairahkan ilmuwan daripada puzzle sebesar, sekaya, dan sepenting ini. Sebagaimana Einstein tertuntun menuju relativitas umum dengan mempertimbangkan ketidakcocokan relativitas umum dan teori gravitasi Newton, fisikawan hari ini percaya bahwa teori Einstein tidak lengkap sebab tidak bisa memasukkan hukum mekanika quantum secara konsisten. Tapi observasi kosmologis mungkin menerangkan hubungan antara gravitasi dan mekanika quantum pada level fundamental. Ekuivalensi kerangka percepatan dan gravitasilah yang menunjukkan jalan bagi Einstein; barangkali jenis percepatan lain, percepatan kosmik, akan menunjukkan jalan hari ini. Dan para teoris sudah menguraikan beberapa ide
tentang bagaimana kita beranjak maju.
Superdunia
Teori string, yang kini sering disebut teori-M, dipandang oleh banyak fisikawan sebagai pendekatan menjanjikan untuk mengawinkan mekanika quantum dengan gravitasi. Salah satu ide pokok yang mendasari teori ini disebut supersimetri, atau SUSY. SUSY adalah kesimetrian antara partikel-partikel berpusingan setengah-bulat (fermion seperti quark dan lepton) dan partikel-partikel berpusingan bulat (boson seperti photon, gluon, dan pengangkut gaya lainnya). Di sebuah dunia di mana SUSY mewujud penuh, partikel dan superpartnernya akan memiliki massa sama; contoh, elektron supersimetris (disebut selektron) akan seringan elektron, dan seterusnya. Lebih jauh, di superdunia ini, bisa jadi terbukti bahwa kenihilan quantum berbobot nihil dan bahwa vakum memiliki energi nol.
Namun, di dunia riil, kita tahu tak ada selektron seringan elektron yang eksis sebab fisikawan akan telah mendeteksinya dalam akselerator partikel. (Para teoris berspekulasi bahwa partikel superpartner adalah jutaan kali lebih berat daripada elektron dan karenanya tidak bisa ditemukan tanpa bantuan akselerator lebih canggih.) Karenanya, SUSY pasti merupakan kesimetrian yang rusak, yang mengindikasikan bahwa kenihilan quantum mungkin berbobot.
Fisikawan telah membuat model-model supersimetri rusak yang menghasilkan densitas energi vakum yang berorde-orde magnitudo lebih kecil daripada estimasi tinggi sebelumnya. Tapi densitas ini pun jauh lebih besar daripada yang diindikasikan oleh observasi kosmologis. Namun belakangan, para periset telah mengakui bahwa teori-M kelihatannya memperkenankan solusi berlainan dalam jumlah hampir tak terhingga. Walaupun hampir semua solusi potensial ini akan menghasilkan energi vakum yang terlampau tinggi, beberapa solusi mungkin menghasilkan energi vakum serendah harga yang telah diobservasi oleh kosmolog [lihat “Pemandangan Teori String”, tulisan Raphael Bousso dan Joseph Polchinski].
Tanda lain teori string adalah postulat dimensi tambahan. Teori mutakhir menambahkan enam atau tujuh dimensi ruang, semuanya tersembunyi dari pandangan, pada tiga dimensi ruang biasa. Konsepsi ini menawarkan pendekatan lain untuk menjelaskan percepatan kosmik. Georgi Dvali dari Universitas New York dan rekan-rekannya telah menyatakan bahwa efek dimensi tambahan dapat muncul sebagai suku tambahan dalam persamaan medan milik Einstein yang membawa pada percepatan perluasan alam semesta [lihat “Out of the Darkness”, tulisan Georgi Dvali, Scientific American, Februari 2004]. Pendekatan ini mengajukan tandingan terhadap ekspektasi lama: selama berdekade-dekade, dianggap bahwa tempat untuk mencari perbedaan antara relativitas umum dan teori suksesornya ada pada jarak pendek, bukan jarak kosmik. Rencana Dvali bertentangan dengan kebijaksanaan ini—jika dia benar, pertanda pertama pemahaman kosmik baru ada pada jarak terbesar, bukan jarak terkecil.
Mungkin penjelasan percepatan kosmik tidak ada kaitannya dengan pemecahan misteri tentang mengapa suku kosmologis begitu kecil atau bagaimana teori Einstein bisa diperluas untuk mencakup mekanika quantum. Relativitas umum menetapkan bahwa gravitasi sebuah objek adalah proporsional dengan densitas energinya plus tiga kali tekanan internalnya. Suatu bentuk energi bertekanan negatif dan besar—yang menarik masuk seperti tilam karet bukan mendorong keluar seperti bola gas—karenanya akan memiliki gravitasi menolak. Jadi percepatan kosmik mungkin sederhananya telah mengungkap eksistensi sebuah bentuk energi tak biasa, dijuluki dark energy, yang tidak diprediksikan oleh mekanika quantum ataupun teori string.
Geometri vs Takdir
Bagaimanapun juga, penemuan percepatan kosmik telah selamanya mengubah pemikiran kita tentang masa depan. Takdir tak lagi terikat pada geometri. Sekali kita memperkenankan eksistensi energi vakum atau sesuatu semacamnya, segalanya mungkin terjadi. Alam semesta flat yang didominasi oleh energi vakum positif akan mengembang selamanya dengan laju yang terus bertambah [lihat ilustrasi paling awal], sedangkan yang didominasi oleh energi vakum negatif akan kolaps. Dan jika dark energy bukanlah energi vakum sama sekali, maka dampak mendatangnya terhadap perluasan kosmik tidak pasti.
Mungkin, tak seperti konstanta kosmologis, densitas dark energy dapat naik atau jatuh seiring waktu. Jika densitasnya naik, percepatan kosmik akan meningkat, mengoyak galaksi, tata surya, planet, dan atom, secara berurutan, setelah sejumlah waktu terhingga. Tapi jika densitasnya jatuh, percepatan dapat berhenti. Kami berdua telah mendemonstrasikan bahwa tanpa mengetahui detail asal-usul energi yang saat ini mendorong perluasan, tak ada observasi kosmologis yang dapat merinci nasib akhir alam semesta.
Untuk memecahkan teka-teki ini, kita mungkin memerlukan teori fundamental yang memperkenankan kita memprediksi dan mengkategorikan dampak gravitasi setiap kontribusi potensial terhadap energi ruang hampa. Dengan kata lain, fisika kenihilan akan menentukan nasib alam semesta kita! Penemuan solusi tersebut mungkin mensyaratkan pengukuran baru terhadap perluasan kosmik dan struktur-struktur yang terbentuk di dalamnya untuk menyediakan petunjuk langsung bagi para teoris. Untungnya, banyak eksperimen sedang direncanakan, termasuk teleskop antariksa yang didedikasikan untuk mengobservasi supernova-supernova jauh dan teleskop baru di bumi dan di angkasa untuk menyelidiki dark energy lewat efeknya terhadap perkembangan struktur-struktur skala besar.
Pengetahuan kita tentang dunia fisik biasanya berkembang dalam atmosfir kebingungan kreatif. Kabut hal tak dikenal menuntun Einstein mempertimbangkan suku kosmologis sebagai solusi putus asa untuk mengkonstruksi alam semesta statis Machian. Hari ini kebingungan kita mengenai percepatan kosmik mendorong fisikawan mengerahkan segala upaya untuk memahami sifat energi yang mendorong percepatan. Kabar baiknya adalah bahwa walaupun banyak jalan mungkin menuntun ke jalan buntu, resolusi misteri mendalam dan membingungkan ini barangkali akhirnya membantu kita menyatukan gravitasi dengan gaya-gaya lain di alam, harapan yang sangat diidam-idamkan Einstein.
Penulis
Lawrence M. Krauss dan Michael S. Turner adalah di antara kosmolog pertama yang berargumen bahwa alam semesta didominasi oleh suku kosmologis yang berbeda sama sekali dari yang diperkenalkan dan kemudian ditanggalkan oleh Einstein. Prediksi mereka pada 1995 tentang percepatan kosmik dikonfirmasikan oleh observasi astronomis tiga tahun kemudian. Krauss, direktur Center for Education and Research in Cosmology and Astrophysics di Case Western Reserve University, juga telah menulis tujuh buku populer, termasuk Hiding in the Mirror: The Mysterious Allure of Extra Dimensions, diterbitkan pada Oktober 2005. Turner, yang merupakan Rauner Distinguished Service Professor di Universitas Chicago, kini menjabat sebagai asisten direktur untuk ilmu matematika dan fisika di National Science Foundation.
Untuk Digali Lebih Jauh
sumber
(Sumber: Special Edition Scientific American – The Frontiers of Physics, 2006, hal. 67-73)
"Inkarnasi baru konstanta kosmologis Einstein mungkin menunjukkan jalan melampaui relativitas umum".
Tapi dua belas tahun kemudian, astronom Amerika, Edwin Hubble, menemukan bahwa alam semesta itu jauh dari statis. Dia menemukan bahwa galaksi-galaksi jauh sedang mundur cepat dari galaksi kita dengan laju yang proporsional dengan jarak mereka. Suku kosmologis tidak diperlukan untuk menjelaskan alam semesta mengembang, jadi Einstein membuang konsep tersebut. Fisikawan Rusia-Amerika, George Gamow, menyatakan dalam otobiografinya bahwa “saat saya mendiskusikan persoalan-persoalan kosmologi dengan Einstein, dia menyatakan bahwa pengenalan suku kosmologis adalah blunder terbesar yang dia buat dalam hidupnya.”
Namun, dalam tujuh tahun belakangan, suku kosmologis—kini dikenal sebagai konstanta kosmologis—telah muncul kembali untuk memainkan peran sentral dalam fisika abad 21. Tapi pendorong kebangkitan ini sungguh-sungguh sangat berbeda dari pemikiran asli Einstein; versi baru suku tersebut timbul dari observasi mutakhir terhadap alam semesta yang berakselerasi dan, ironisnya, dari prinsip-prinsip mekanika quantum, cabang fisika yang begitu dibenci oleh Einstein. Banyak fisikawan kini menduga suku kosmologis menyediakan kunci untuk melampaui teori Einstein menuju pemahaman lebih dalam akan ruang, waktu, dan gravitasi dan barangkali menuju sebuah teori quantum yang menyatukan gravitasi dengan gaya-gaya fundamental lainnya di alam. Terlalu dini untuk mengatakan apa resolusi final tersebut kelak, tapi kemungkinan besar akan mengubah gambaran kita tentang alam semesta.Overview
- Mekanika quantum dan relativitas, bergabung dengan bukti mutakhir alam semesta berakselerasi, telah menuntun fisikawan untuk menghidupkan kembali suku kosmologis yang diperkenalkan dan kemudian ditanggalkan oleh Einstein. Tapi suku ini kini merepresentasikan sebuah bentuk energi misterius yang merembesi ruang hampa dan mendorong percepatan perluasan kosmik.
- Upaya-upaya untuk menjelaskan asal-usul energi ini dapat membantu ilmuwan melampaui teori Einstein sedemikian rupa sehingga kemungkinan besar mengubah pemahaman fundamental kita tentang alam semesta.
Kelahiran Sebuah Konstanta
Relativitas umum tumbuh dari perjuangan Einstein selama satu dekade untuk melanjutkan observasi pentingnya bahwa gravitasi dan gerak percepatan adalah ekuivalen. Sebagaimana diungkapkan dalam eksperimen pikiran Einstein yang terkenal, fisika di dalam elevator yang diam di medan gravitasi seragam berkekuatan g adalah persis sama dengan fisika di dalam elevator yang meluncur menerobos ruang hampa dengan percepatan seragam g.
Einstein juga terpengaruh kuat oleh gagasan filosofis fisikawan Austria, Ernst Mach, yang menolak ide kerangka acuan absolut untuk ruangwaktu. Dalam fisika Newtonian, kelembaman merujuk pada kecenderungan sebuah objek untuk bergerak dengan kecepatan tetap kecuali jika dipengaruhi oleh sebuah gaya. Gagasan kecepatan konstan membutuhkan kerangka acuan lembam (yakni, tidak berakselerasi). Tapi tidak berakselerasi terhadap apa? Newton mempostulatkan eksistensi ruang absolut, kerangka acuan yang tak dapat digerakkan yang menetapkan semua kerangka lembam lokal. Tapi Mach mengajukan bahwa distribusi materi di alam semesta menetapkan kerangka lembam, dan teori relativitas umum Einstein memasukkan gagasan ini sampai taraf luas.
Teori Einstein merupakan konsep gravitasi pertama yang menawarkan harapan untuk menyediakan gambaran konsisten tentang keseluruhan alam semesta. Ia tak hanya memperkenankan deskripsi tentang bagaimana objek bergerak di ruang dan waktu tapi juga bagaimana ruang dan waktu itu sendiri berkembang secara dinamis. Dalam memakai teori barunya untuk mencoba menggambarkan alam semesta, Einstein mencari solusi yang terhingga, statis, dan mematuhi prinsip-prinsip Mach (contoh, distribusi materi terhingga yang perlahan menipis menuju kehampaan [angkasa] tidak memuaskan gagasan materi Mach yang diperlukan untuk menetapkan ruang). Tiga praanggapan ini menuntun Einstein memasukkan suku kosmologis untuk mengkonstruksi solusi statis yang terhingga dan tak mempunyai perbatasan—alam semesta Einstein melengkung kembali ke dirinya sendiri seperti permukaan balon [lihat boks Teori-teori yang Berkembang]. Secara fisik, suku kosmologis belum dapat diamati pada skala tata surya kita, tapi menghasilkan tolakan kosmik pada skala lebih besar yang akan mengimbangi tarikan gravitasi objek-objek jauh.
Namun, antusiasme Einstein akan suku kosmologis mulai menurun cepat. Pada 1917, kosmolog Belanda, Willem de Sitter, mendemonstrasikan bahwa dirinya dapat menghasilkan solusi ruangwaktu bersuku kosmologis bahkan dalam ketiadaan materi—hasil yang amat non-Machian. Model ini kemudian ditunjukkan bersifat non-statis. Pada 1922, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, mengkonstruksi model alam semesta mengembang dan menyusut yang tidak membutuhkan suku kosmologis. Dan pada 1930, astrofisikawan Inggris, Arthur Eddington, menunjukkan bahwa alam semesta Einstein betul-betul tidak statis: karena gravitasi dan suku kosmologis begitu seimbang, perturbasi kecil akan menimbulkan penyusutan atau perluasan tak terkendali. Pada 1931, dengan perluasan alam semesta yang dibuktikan kuat oleh Hubble, Einstein resmi membuang suku kosmologis sebagai “bagaimanapun tidak memuaskan secara teoritis”.
Penemuan Hubble meniadakan kebutuhan akan suku kosmologis untuk mengimbangi gravitasi; di sebuah alam semesta mengembang, gravitasi memperlambat perluasan. Pertanyaannya kemudian menjadi, apakah gravitasi cukup kuat untuk akhirnya menghentikan perluasan dan menyebabkan alam semesta kolaps, atau akankah kosmos mengembang selamanya? Dalam model Friedmann, jawabannya terikat pada densitas rata-rata materi: alam semesta berdensitas tinggi akan kolaps, sedangkan alam semesta berdensitas rendah akan mengembang abadi. Titik pemisahnya adalah alam semesta berdensitas kritis, yang mengembang selamanya meski dengan laju yang terus berkurang. Karena menurut teori Einstein lengkungan rata-rata alam semesta terikat pada densitas rata-ratanya, geometri dan takdir terhubung. Alam semesta berdensitas tinggi adalah melengkung positif seperti permukaan balon, alam semesta berdensitas rendah adalah melengkung negatif seperti permukaan pelana, dan alam semesta berdensitas kritis adalah flat secara ruang. Sehingga, para kosmolog percaya bahwa penetapan geometri alam semesta akan mengungkap nasib akhirnya.
Energi Nihil
Suku kosmologis dibuang dari kosmologi selama enam dekade berikutnya (kecuali dalam kemunculan kembali sebagai bagian dari alam semesta steady-state, teori yang dikemukakan pada akhir 1940-an tapi dikesampingkan secara meyakinkan pada 1960-an). Tapi barangkali hal paling mengejutkan mengenai suku tersebut adalah bahwa sekalipun Einstein belum memperkenalkannya akibat desakan kebingungan menyusul perkembangan relativitas umumnya, kita sekarang menyadari bahwa kehadirannya rasanya tak terelakkan. Dalam inkarnasi mutakhirnya, suku kosmologis bukan timbul dari relativitas, yang mengatur alam pada skala terbesar, tapi dari mekanika quantum, fisika skala terkecil.
Konsep baru suku kosmologis ini sungguh berbeda dari yang diperkenalkan Einstein. Persamaan medan asli Einstein, Gμν = 8πGTμν, mempertalikan lengkungan ruang, Gμν, dengan distribusi materi dan energi, Tμν, di mana G adalah konstanta Newton yang mencirikan kekuatan gravitasi. Ketika Einstein menambahkan suku kosmologis, dia menaruhnya di sisi kiri persamaan tersebut, mengindikasikan bahwa ia merupakan atribut ruang itu sendiri [lihat boks Suku Kosmologis]. Tapi jika seseorang memindahkan suku kosmologis ke sisi kanan, ia memuat makna yang sama sekali baru, makna yang dimilikinya hari ini. Ia kini merepresentasikan sebuah bentuk densitas energi baru yang ganjil yang tetap konstan bahkan saat alam semesta mengembang dan yang gravitasinya bersifat menolak bukan menarik.
SUKU KOSMOLOGIS
Perubahan Makna
Jantung teori relativitas umum Einstein adalah persamaan medan, yang menyatakan bahwa geometri ruangwaktu (Gμν, tensor kelengkungan Einstein) ditentukan oleh distribusi materi dan energi (Tμν, tensor tegangan-energi), di mana G adalah konstanta Newton yang mencirikan kekuatan gravitasi. (Tensor adalah kuantitas geometris atau fisikal yang bisa direpresentasikan dengan sederetan bilangan.) Dengan kata lain, materi dan energi memberitahu ruang bagaimana caranya melengkung.
Perubahan Makna
Jantung teori relativitas umum Einstein adalah persamaan medan, yang menyatakan bahwa geometri ruangwaktu (Gμν, tensor kelengkungan Einstein) ditentukan oleh distribusi materi dan energi (Tμν, tensor tegangan-energi), di mana G adalah konstanta Newton yang mencirikan kekuatan gravitasi. (Tensor adalah kuantitas geometris atau fisikal yang bisa direpresentasikan dengan sederetan bilangan.) Dengan kata lain, materi dan energi memberitahu ruang bagaimana caranya melengkung.
Gμν = 8πGTμν
Untuk menciptakan model alam semesta statis, Einstein
memperkenalkan suku kosmologis guna mengimbangi tarikan gravitasi pada skala
kosmik. Dia menambahkan suku tersebut (dikalikan dengan gμν,
tensor metrik ruangwaktu, yang menetapkan jarak) pada sisi kiri persamaan medan,
mengindikasikan bahwa ia merupakan atribut ruang itu sendiri. Tapi dia membuang
suku tersebut setelah jelas bahwa alam semesta sedang mengembang.
Gμν + Λgμν = 8πGTμν
Suku kosmologis baru yang kini sedang dipelajari oleh
fisikawan diwajibkan oleh teori quantum, yang berpandangan bahwa ruang hampa
mungkin memiliki densitas energi kecil. Suku ini—ρVAC (densitas energi vakum)
dikalikan dengan gμν—harus berada di sisi kanan persamaan
medan bersama bentuk energi lainnya.
Gμν = 8πG (Tμν + ρVAC gμν)
Walaupun suku kosmologis Einstein dan energi vakum quantum
adalah ekuivalen secara matematis, secara konseptual mereka tidak bisa lebih
berbeda: suku kosmologis Einstein adalah atribut ruang, energi vakum quantum
adalah bentuk energi yang timbul dari pasangan partikel-antipartikel virtual.
Teori quantum berpandangan bahwa partikel-partikel virtual ini terus-menerus
muncul dari kevakuman, eksis selama waktu yang singkat dan kemudian lenyap
[bawah].
Invariansi Lorentz, kesimetrian fundamental yang diasosiasikan dengan teori relativitas khusus maupun umum, mengimplikasikan bahwa hanya ruang hampa yang bisa memiliki densitas energi jenis ini. Dalam perspektif ini, suku kosmologis terasa lebih ganjil lagi. Jika ditanya berapa energi ruang hampa, kebanyakan orang akan menjawab “nihil”. Bagaimanapun juga, itu adalah satu-satunya harga yang pantas dan intuitif.
Mekanika quantum sama sekali tidak intuitif. Pada skala amat kecil di mana efek-efek quantum menjadi penting, ruang hampa pun tidak betul-betul hampa. Malah pasangan partikel-antipartikel muncul dari kevakuman, menempuh jarak pendek dan kemudian lenyap lagi tepat pada skalawaktunya begitu cepat sehingga seseorang tidak dapat mengamatinya secara langsung. Tapi efek tak langsung mereka sangat penting dan bisa diukur. Contoh, partikel-partikel virtual mempengaruhi spektrum hidrogen dengan cara yang dapat dikalkulasi yang telah terkonfirmasi melalui pengukuran.
Sekali kita menerima premis ini, kita mesti siap merenungkan kemungkinan bahwa partikel-partikel virtual ini mungkin menganugerahi ruang hampa dengan suatu energi non-nol. Karenanya mekanika quantum mempertimbangkan suku kosmologis Einstein bersifat wajib daripada opsional. Ia tidak bisa ditolak sebagai “tak memuaskan secara teoritis”. Namun, persoalannya adalah bahwa semua kalkulasi dan estimasi magnitudo energi ruang hampa membawa pada harga yang amat besar—berkisar dari 55 sampai 120 orde magnitudo lebih besar daripada energi semua materi dan radiasi di alam semesta teramati. Jika densitas energi vakum betul-betul setinggi itu, semua materi di alam semesta akan serta-merta terbang berpisahan.
TEORI-TEORI YANG BERKEMBANG
Model Kosmos: Dulu dan kini
Model Kosmos: Dulu dan kini
Model kosmologis Einstein [kiri] adalah alam semesta yang terhingga dalam hal ruang tapi tak terhingga dalam hal waktu, menghasilkan ukuran tetap yang sama selamanya. Alam semesta ini tidak memiliki batas ruang; ia melengkung kembali ke dirinya sendiri seperti lingkaran. Setelah penemuan perluasan kosmik, para kosmolog mengkonstruksi sebuah model alam semesta tak terhingga di mana laju perluasan terus-menerus melambat akibat gravitasi [tengah], mungkin membawa pada kekolapsan. Pada 1980-an, para teoris menambahkan fase awal pertumbuhan pesat yang disebut inflasi, yang buktinya kini sudah ada. Dalam enam tahun belakangan, observasi telah menunjukkan bahwa perluasan kosmik mulai mencepat sekitar lima miliar tahun silam [kanan]. Nasib akhir alam semesta—perluasan terus-menerus, kolaps, atau percepatan hiper yang disebut big rip—tergantung pada sifat dark energy misterius yang mendorong percepatan perluasan.
Persoalan ini telah menjadi duri bagi teoris selama sekurangnya 30 tahun. Pada prinsipnya, semestinya ini telah dikenali seawalnya sejak 1930-an, ketika kalkulasi efek-efek partikel virtual pertama kali dilakukan. Tapi di semua bidang fisika selain yang terkait dengan gravitasi, energi absolut sebuah sistem tidaklah relevan; yang menjadi soal adalah selisih energi di antara status-status (misalnya, selisih energi antara status dasar atom dan status terstimulasinya.) Jika sebuah konstanta ditambahkan pada semua harga energi, ia keluar dari kalkulasi semacam itu, menjadikannya mudah diabaikan. Lagipula, pada waktu itu segelintir fisikawan cukup serius mencemaskan penerapan teori quantum pada kosmologi.
Tapi relativitas umum mengimplikasikan bahwa semua bentuk energi, bahkan energi nihil, beraksi sebagai sumber gravitasi. Fisikawan Rusia, Yakov Borisovich Zel’dovich menyadari signifikansi persoalan ini pada akhir 1960-an, ketika dia membuat estimasi pertama densitas energi vakum. Sejak saat itu, para teoris sudah mencoba memikirkan mengapa kalkulasi mereka menghasilkan harga sedemikian tinggi. Suatu mekanisme yang belum ditemukan, mereka beralasan, pasti menghapuskan sebagian besar energi vakum, jika tidak semuanya. Mereka berasumsi bahwa harga paling masuk akal untuk densitas energi tersebut adalah nol—kenihilan quantum pun mesti berbobot nihil.
Selama para teoris meyakini dalam pikiran mereka bahwa mekanisme penerowongan semacam itu mungkin eksis, mereka dapat menaruh perhatian kecil saja pada persoalan suku kosmologis. Walaupun mempesona, ia dapat diabaikan. Bagaimanapun, alam telah campur tangan.
Kembali Dengan Sekuat Tenaga
Bukti definitif pertama bahwa ada yang keliru datang dari pengukuran perlambatan laju perluasan alam semesta. Ingat, Hubble menemukan bahwa kecepatan relatif galaksi-galaksi jauh proporsional dengan jarak mereka dari galaksi kita. Dari sudut pandang relativitas umum, hubungan ini timbul dari perluasan angkasa itu sendiri, yang semestinya melambat seiring waktu akibat tarikan gravitasi. Dan karena galaksi-galaksi amat jauh terlihat sebagaimana keadaan mereka miliaran tahun silam, perlambatan perluasan semestinya menghasilkan lengkungan hubungan Hubble linier—galaksi-galaksi jauh semestinya mundur lebih cepat daripada prediksi hukum Hubble. Triknya adalah menentukan secara akurat jarak dan kecepatan galaksi-galaksi amat jauh.
Pengukuran demikian bersandar pada penemuan lilin standar—objek dengan keberkilauan intrinsik yang cukup cerlang untuk terlihat dari seberang alam semesta. Sebuah terobosan muncul pada 1990-an dengan kalibrasi supernova tipe Ia, yang dipercaya merupakan ledakan termonuklir bintang white dwarf bermassa sekitar 1,4 kali massa matahari. Dua tim—Supernova Cosmology Project, dipimpin oleh Saul Perlmutter dari Lawrence Berkeley National Laboratory, dan High-z Supernova Search Team, dipimpin oleh Brian Schmidt dari Mount Stromlo dan Siding Spring Observatories—bermaksud mengukur perlambatan perluasan alam semesta memakai supernova tipe ini. Pada awal 1998, kedua kelompok membuat penemuan mengejutkan yang sama: pada lima miliar tahun lalu, perluasan mencepat, bukan melambat [lihat “Antigravitasi Kosmologis”, tulisan Lawrence M. Krauss]. Sejak saat itu, bukti percepatan kosmik semakin menguat dan tak hanya mengungkap fase percepatan sekarang tapi juga masa perlambatan dahulu [lihat “From Slowdown to Speedup”, tulisan Adam G. Riess dan Michael S. Turner, Scientific American, Februari 2004].
Namun, data supernova bukan satu-satunya bukti yang menunjukkan eksistensi suatu bentuk energi baru yang mendorong perluasan kosmik. Gambaran terbaik tentang alam semesta awal datang dari observasi gelombang mikro kosmik latar (CMB), residu radiasi dari big bang yang mengungkap fitur-fitur alam semesta pada umur sekitar 400.000 tahun. Pada 2000, pengukuran ukuran sudut variasi CMB di langit cukup bagus bagi para periset untuk menetapkan bahwa geometri alam semesta adalah flat. Temuan ini dikonfirmasi oleh pesawat antariksa pengobservasi CMB yang disebut Wilkinson Microwave Anisotropy Probe dan eksperimen lainnya.
Geometri ruang flat mensyaratkan bahwa densitas rata-rata alam semesta harus setara dengan densitas kritis. Tapi berbagai pengukuran semua bentuk materi—termasuk dark matter dingin, lautan partikel-partikel bergerak lambat yang tidak memancarkan cahaya tapi mengerahkan gravitasi menarik—menunjukkan bahwa materi berkontribusi sekitar 30 persen saja dari densitas kritis. Alam semesta flat, karenanya, mensyaratkan suatu bentuk energi yang terdistribusi merata lain yang tidak memiliki pengaruh teramati terhadap gugusan lokal dan dapat menyusun 70 persen densitas kritis. Energi vakum, atau sesuatu semacamnya, akan menghasilkan efek yang persis diharapkan.
Di samping itu, garis argumentasi ketiga mengindikasikan bahwa percepatan kosmik adalah potongan puzzle kosmologis yang hilang. Selama dua dekade, paradigma inflasi plus dark matter dingin telah menjadi penjelasan utama atas struktur alam semesta. Teori inflasi berpandangan bahwa pada momen pertamanya, alam semesta mengalami ledakan perluasan hebat, yang melancarkan dan memflatkan geometrinya dan memompa fluktuasi quantum densitas energi dari ukuran subatom menjadi ukuran kosmik. Peristiwa ini menghasilkan distribusi materi secara agak tak homogen yang menimbulkan variasi CMB dan struktur-struktur yang teramati di alam semesta hari ini. Gravitasi dark matter dingin, yang jauh melebihi bobot materi biasa, mengatur pembentukan struktur-struktur ini.
Namun pada pertengahan 1990-an, paradigma ini ditantang serius oleh data observasi. Prediksi level gugusan materi berbeda dari yang diukur. Yang lebih buruk, prediksi umur alam semesta terlihat lebih muda daripada umur bintang-bintang tertua. Pada 1995, kami berdua menunjukkan kontradiksi ini akan hilang jika energi vakum menyusun sekitar 2/3 densitas kritis. (Model ini sangat berbeda dari alam semesta tertutup Einstein, di mana densitas suku kosmologis adalah separuh densitas materi.) Berdasarkan sejarah energi vakum yang berubah-ubah, proposal kami setidaknya provokatif.
Satu dekade kemudian segalanya cocok. Di samping menjelaskan percepatan kosmik sekarang dan periode perlambatan dahulu, suku kosmologis yang dihidupkan kembali ini mendorong umur alam semesta sampai hampir 14 miliar tahun (di atas umur bintang-bintang tertua) dan menambah energi yang cukup untuk membawa alam semesta menuju densitas kritis. Tapi fisikawan masih tidak tahu apakah energi ini betul-betul berasal dari vakum quantum. Signifikansi penemuan penyebab percepatan kosmik telah membawa urgensi baru pada upaya pengukuran energi vakum. Persoalan penentuan bobot nihil tak bisa lagi dikesampingkan selama bergenerasi-generasi mendatang. Dan puzzle itu kini kelihatannya lebih kacau lagi daripada sebelumnya ketika dahulu fisikawan mencoba menemukan teori yang menghapuskan energi vakum. Kini para teoris harus menjelaskan mengapa energi vakum kemungkinan tidak nol melainkan begitu kecil sehingga efeknya terhadap kosmos menjadi relevan baru beberapa miliar tahun silam.
Tentu saja, tak ada yang bisa lebih menggairahkan ilmuwan daripada puzzle sebesar, sekaya, dan sepenting ini. Sebagaimana Einstein tertuntun menuju relativitas umum dengan mempertimbangkan ketidakcocokan relativitas umum dan teori gravitasi Newton, fisikawan hari ini percaya bahwa teori Einstein tidak lengkap sebab tidak bisa memasukkan hukum mekanika quantum secara konsisten. Tapi observasi kosmologis mungkin menerangkan hubungan antara gravitasi dan mekanika quantum pada level fundamental. Ekuivalensi kerangka percepatan dan gravitasilah yang menunjukkan jalan bagi Einstein; barangkali jenis percepatan lain, percepatan kosmik, akan menunjukkan jalan hari ini. Dan para teoris sudah menguraikan beberapa ide
tentang bagaimana kita beranjak maju.
Superdunia
Teori string, yang kini sering disebut teori-M, dipandang oleh banyak fisikawan sebagai pendekatan menjanjikan untuk mengawinkan mekanika quantum dengan gravitasi. Salah satu ide pokok yang mendasari teori ini disebut supersimetri, atau SUSY. SUSY adalah kesimetrian antara partikel-partikel berpusingan setengah-bulat (fermion seperti quark dan lepton) dan partikel-partikel berpusingan bulat (boson seperti photon, gluon, dan pengangkut gaya lainnya). Di sebuah dunia di mana SUSY mewujud penuh, partikel dan superpartnernya akan memiliki massa sama; contoh, elektron supersimetris (disebut selektron) akan seringan elektron, dan seterusnya. Lebih jauh, di superdunia ini, bisa jadi terbukti bahwa kenihilan quantum berbobot nihil dan bahwa vakum memiliki energi nol.
Namun, di dunia riil, kita tahu tak ada selektron seringan elektron yang eksis sebab fisikawan akan telah mendeteksinya dalam akselerator partikel. (Para teoris berspekulasi bahwa partikel superpartner adalah jutaan kali lebih berat daripada elektron dan karenanya tidak bisa ditemukan tanpa bantuan akselerator lebih canggih.) Karenanya, SUSY pasti merupakan kesimetrian yang rusak, yang mengindikasikan bahwa kenihilan quantum mungkin berbobot.
Fisikawan telah membuat model-model supersimetri rusak yang menghasilkan densitas energi vakum yang berorde-orde magnitudo lebih kecil daripada estimasi tinggi sebelumnya. Tapi densitas ini pun jauh lebih besar daripada yang diindikasikan oleh observasi kosmologis. Namun belakangan, para periset telah mengakui bahwa teori-M kelihatannya memperkenankan solusi berlainan dalam jumlah hampir tak terhingga. Walaupun hampir semua solusi potensial ini akan menghasilkan energi vakum yang terlampau tinggi, beberapa solusi mungkin menghasilkan energi vakum serendah harga yang telah diobservasi oleh kosmolog [lihat “Pemandangan Teori String”, tulisan Raphael Bousso dan Joseph Polchinski].
Tanda lain teori string adalah postulat dimensi tambahan. Teori mutakhir menambahkan enam atau tujuh dimensi ruang, semuanya tersembunyi dari pandangan, pada tiga dimensi ruang biasa. Konsepsi ini menawarkan pendekatan lain untuk menjelaskan percepatan kosmik. Georgi Dvali dari Universitas New York dan rekan-rekannya telah menyatakan bahwa efek dimensi tambahan dapat muncul sebagai suku tambahan dalam persamaan medan milik Einstein yang membawa pada percepatan perluasan alam semesta [lihat “Out of the Darkness”, tulisan Georgi Dvali, Scientific American, Februari 2004]. Pendekatan ini mengajukan tandingan terhadap ekspektasi lama: selama berdekade-dekade, dianggap bahwa tempat untuk mencari perbedaan antara relativitas umum dan teori suksesornya ada pada jarak pendek, bukan jarak kosmik. Rencana Dvali bertentangan dengan kebijaksanaan ini—jika dia benar, pertanda pertama pemahaman kosmik baru ada pada jarak terbesar, bukan jarak terkecil.
Mungkin penjelasan percepatan kosmik tidak ada kaitannya dengan pemecahan misteri tentang mengapa suku kosmologis begitu kecil atau bagaimana teori Einstein bisa diperluas untuk mencakup mekanika quantum. Relativitas umum menetapkan bahwa gravitasi sebuah objek adalah proporsional dengan densitas energinya plus tiga kali tekanan internalnya. Suatu bentuk energi bertekanan negatif dan besar—yang menarik masuk seperti tilam karet bukan mendorong keluar seperti bola gas—karenanya akan memiliki gravitasi menolak. Jadi percepatan kosmik mungkin sederhananya telah mengungkap eksistensi sebuah bentuk energi tak biasa, dijuluki dark energy, yang tidak diprediksikan oleh mekanika quantum ataupun teori string.
Geometri vs Takdir
Bagaimanapun juga, penemuan percepatan kosmik telah selamanya mengubah pemikiran kita tentang masa depan. Takdir tak lagi terikat pada geometri. Sekali kita memperkenankan eksistensi energi vakum atau sesuatu semacamnya, segalanya mungkin terjadi. Alam semesta flat yang didominasi oleh energi vakum positif akan mengembang selamanya dengan laju yang terus bertambah [lihat ilustrasi paling awal], sedangkan yang didominasi oleh energi vakum negatif akan kolaps. Dan jika dark energy bukanlah energi vakum sama sekali, maka dampak mendatangnya terhadap perluasan kosmik tidak pasti.
Mungkin, tak seperti konstanta kosmologis, densitas dark energy dapat naik atau jatuh seiring waktu. Jika densitasnya naik, percepatan kosmik akan meningkat, mengoyak galaksi, tata surya, planet, dan atom, secara berurutan, setelah sejumlah waktu terhingga. Tapi jika densitasnya jatuh, percepatan dapat berhenti. Kami berdua telah mendemonstrasikan bahwa tanpa mengetahui detail asal-usul energi yang saat ini mendorong perluasan, tak ada observasi kosmologis yang dapat merinci nasib akhir alam semesta.
Untuk memecahkan teka-teki ini, kita mungkin memerlukan teori fundamental yang memperkenankan kita memprediksi dan mengkategorikan dampak gravitasi setiap kontribusi potensial terhadap energi ruang hampa. Dengan kata lain, fisika kenihilan akan menentukan nasib alam semesta kita! Penemuan solusi tersebut mungkin mensyaratkan pengukuran baru terhadap perluasan kosmik dan struktur-struktur yang terbentuk di dalamnya untuk menyediakan petunjuk langsung bagi para teoris. Untungnya, banyak eksperimen sedang direncanakan, termasuk teleskop antariksa yang didedikasikan untuk mengobservasi supernova-supernova jauh dan teleskop baru di bumi dan di angkasa untuk menyelidiki dark energy lewat efeknya terhadap perkembangan struktur-struktur skala besar.
Pengetahuan kita tentang dunia fisik biasanya berkembang dalam atmosfir kebingungan kreatif. Kabut hal tak dikenal menuntun Einstein mempertimbangkan suku kosmologis sebagai solusi putus asa untuk mengkonstruksi alam semesta statis Machian. Hari ini kebingungan kita mengenai percepatan kosmik mendorong fisikawan mengerahkan segala upaya untuk memahami sifat energi yang mendorong percepatan. Kabar baiknya adalah bahwa walaupun banyak jalan mungkin menuntun ke jalan buntu, resolusi misteri mendalam dan membingungkan ini barangkali akhirnya membantu kita menyatukan gravitasi dengan gaya-gaya lain di alam, harapan yang sangat diidam-idamkan Einstein.
Penulis
Lawrence M. Krauss dan Michael S. Turner adalah di antara kosmolog pertama yang berargumen bahwa alam semesta didominasi oleh suku kosmologis yang berbeda sama sekali dari yang diperkenalkan dan kemudian ditanggalkan oleh Einstein. Prediksi mereka pada 1995 tentang percepatan kosmik dikonfirmasikan oleh observasi astronomis tiga tahun kemudian. Krauss, direktur Center for Education and Research in Cosmology and Astrophysics di Case Western Reserve University, juga telah menulis tujuh buku populer, termasuk Hiding in the Mirror: The Mysterious Allure of Extra Dimensions, diterbitkan pada Oktober 2005. Turner, yang merupakan Rauner Distinguished Service Professor di Universitas Chicago, kini menjabat sebagai asisten direktur untuk ilmu matematika dan fisika di National Science Foundation.
Untuk Digali Lebih Jauh
- Subtle Is the Lord: The Science and Life of Albert Einstein. Abraham Pais. Oxford University Press, 1982.
- The Cosmological Constant Problem. Steven Weinberg dalam Reviews of Modern Physics, Vol. 61, No. 1, hal. 1–23; 1989.
- The Observational Case for a Low Density Universe with a Non-Zero Cosmological Constant. J. P. Ostriker and P. J. Steinhardt dalam Nature, Vol. 377, hal. 600–602; 19 Oktober 1995.
- The Cosmological Constant Is Back. Lawrence M. Krauss dan Michael S. Turner dalam General Relativity and Gravitation, Vol. 27, No. 11, hal. 1135; 1995.
- Geometry and Destiny. Lawrence M. Krauss dan Michael S. Turner dalam General Relativity and Gravitation, Vol. 31, No. 10, hal. 1453–1459; Oktober 1999.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar