Alam semesta yang sangat misterius
Alam semesta ternyata lebih
misterius dari yang diperkirakan. Berbagai penemuan terbaru di bidang
astro-fisika, justru membuka semakin banyak teka-teki. Berdasarkan perhitungan
terbaru, diketahui sebagian besar isi alam semesta, terdiri dari materi atau
energi yang belum diketahui wujudnya.
Materi yang kasat
mata, rupanya hanya sebagian kecil saja dari keseluruhan materi di alam semesta.
Bintang-bintang, planet dan gas antar galaksi, volumenya hanya sekitar lima
persen dari volume alam semesta secara keseluruhan. Materi dan energi yang tidak
kasat mata itu, diberi nama materi gelap dan energi gelap, terbukti memainkan
peranan sangat menentukan di alam semesta.
Para pakar astro-fisika
ibaratnya bermain petak umpet, dengan materi gelap dan energi gelap tsb. Sebab
sejauh ini, belum ada yang dapat mengetahuinya. Namun indikator mengenai
keberadaan energi gelap sangat jelas. Misalnya saja, ketika mengamati galaksi
atau bintang dan planet di alam semesta, para pakar astro-fisika bertanya-tanya,
gaya apa yang menjaga hingga komposisinya tetap teratur dan tidak
berhamburan.
Contoh paling dekat adalah Tata Surya, yang melakukan rotasi
terhadap inti galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 220 km per detik. Gaya apa
yang mengikat sistem Tata Surya, hingga tidak terlempar dari orbitnya? Untuk
mempertahankan orbitnya, harusnya ada energi pengimbang yang amat
besar.
Materi gelap
Akan tetapi, disinilah para pakar
astro-fisika menghadapi teka-teki. Penghitungan seluruh massa yang kasat mata di
siistem Bima Sakti, ternyata tidak mencukupi untuk membangkitkan gaya pengimbang
tsb. Artinya, pasti ada materi atau energi yang tidak kasat mata, yang bekerja
di alam semesta. Namun materi dan energi gelap ini, tidak hanya bertanggung
jawab untuk mempertahankan stabilitas orbit planet, bintang dan galaksi. Lebih
jauh dari itu, materi gelap dan energi gelap berkaitan dengan pembentukan dan
perkembangan alam semesta itu sendiri.
Sebetulnya keberadaan materi dan
energi gelap, sudah diramalkan oleh penemu teori relativitas umum, Albert
Einstein pada tahun 1915 lalu. Yakni berupa pembengkokan cahaya, ruang dan
waktu. Juga berdasarkan teori relativitas umumnya, Einstein mengajukan dua
pilihan bentuk alam semesta. Yakni alam semesta yang statis atau alam semesta
yang terus memuai. Menurut perhitungan, Einstein menegaskan bahwa alam semesta
ini terus memuai. Di awal abad ke 20 lalu, kebanyakan astronom meyakini alam
semesta yang statis. Untuk mendukung teori alam semesta yang terus mengembang,
Einstein memasukan apa yang disebut konstanta kosmologi ke dalam persamaan
matematika yang disusunnya.
Memang kemudian Einstein mengakui melakukan
ketololan besar, dengan menyelundupkan konstanta kosmologi ke dalam
persamaannya. Akan tetapi beberapa dekade kemudian, yang diakui sebagai
ketololan besar oleh Einstein, berubah menjadi tuntutan ilmu pengetahuan. Sebab,
dalam penelitian terbaru, diketahui bahwa alam semesta ini, bukan hanya memuai
namun kecepatan pemuaiannya juga terus bertambah. Bukti percepatan pemuaian,
ditemukan dalam pengamatan Super Nova, yakni bintang yang meledak jauh di tepian
alam semesta, berupa terjadinya perubahan spektrum cahaya. Untuk memungkinkan
adanya percepatan, diperlukan energi. Namun dari mana energinya, jika semua
materi dan energi yang kasat mata volume totalnya amat kecil? Jawabanya kembali
ke energi gelap.
Konstanta kosmologi
Pertanyaan berikutnya
muncul ketika menganalisis foto-foto yang dikirimkan teleskop ruang angkasa
Hubble. Di dalam foto-foto, terlihat pembengkokan cahaya di sekitar gugusan
galaksi besar. Bahkan di sejumlah sistem bintang, pembengkokannya sedemikian
ekstrim, hingga cahaya kelihatan berbentuk busur atau bahkan
lingkaran.
Para pakar astro-fisika menyebutkan adanya lensa gravitasi.
Akan tetapi, untuk membengkokan cahaya di sebuah galaksi, diperlukan materi yang
volumenya 60 kali lipat dari volume materi kasat mata, di gugusan galaksiÿ
bersangkutan. Dari mana datangnya materi tambahan ini? Salah satu jawaban yang
paling logis, adalah dari materi gelap.
Untuk menjelaskan berbagai
fenomena alam semesta itu, para pakar astro-fisika modern menyadari, mereka
membutuhkan konstanta kosmologi, seperti yang dahulu diselipkan oleh Einstein
dalam persamaan matematikanya. Namun jika pemuaian alam semesta mengalami
percepatan, berarti konstantanya juga merupakan variabel dari waktu. Sampai
disini, semua persoalan untuk memecahkan misteri alam semesta, bukannya
bertambah mudah melainkan bertambah rumit. Sebagai jalan keluar dari masalah,
para pakar astro fisika kemudian mengembangkan apa yang disebut model
penjelasan.
Alam semesta yang memuai
Dari pengamatanya
menyangkut percepatan pemuaian alam semesta, para pakar astro-fisika menghitung,
volume energi gelap dapat mencapai 70 persen dari seluruh energi di alam
semesta. Pengukuran menggunakan satelit penelitian gelombang Mikro Wave milik
AS, menegaskan angka 70 persen tsb. Sementara, kontribusi materi dan energi
kasat mata, hanya sekitar 5 persen dari materi dan energi di alam semesta. Sisa
kekurangannya, sebesar 25 persen merupakan kontribusi dari materi gelap.
Pengukuran gas sinar R”ntgen di seluruh galaksi, juga menunjukan bahwa materi
kasat mata dan materi gelap, mencakup sekitar 30 persen dari volume alam
semesta.
Setelah mengetahui indikatornya, apakah otomatis sifat maupun
sosok energi dan materi gelap dapat diketahui? Prof. Gunther Hasinger dari
Institut Max-Planck untuk fisika ekstra-terestrial menjawab, hingga kini para
pakar tetap belum mengetahui apa energi gelap itu.
Walaupun eksistensinya
memang tidak diragukan lagi. Sekarang ini jaringan materi dan energi gelap,
merupakan kunci untuk menjelaskan pembentukan galaksi. Materi gelap, ibaratnya
arsitektur alam semesta yang masih tersembunyi. Sementara lensa gravitasi,
adalah salah satu dari sedikit cara praktis, untuk melacaknya.
Sekarang,
jika materi dan energi gelap merupakan komposisi terbesar alam semesta, dan
mendorong percepatan pemuaian alam semesta, muncul pertanyaan baru, apakah alam
semesta akan terus memuai? Para pakar astro-fisika memang mengembangkan berbagai
model. Diantaranya, model alam semesta yang terus mengembang tidak terbatas
serta model alam semesta yang pada titik tertentu, kembali mengkerut karena
tarikan gaya gravitasinya sendiri.
Jika mengacu pada teori relativitas
Einstein, serta mengamati percepatan pemuaian, skenario alam semesta yang terus
memuai, dan suatu saat mengalami robekan besar, adalah yang paling logis. Tapi,
jika mengacu pada teori dentuman besar, harusnya ada titik singularitas, dimana
justru alam semesta mengkerut hingga dimensi titik tsb. Selain itu juga
dipertanyakan, apakah tidak ada alam semesta lain, selain yang kita kenal ini?
Semua ini semakian menegasakan, alam semesta memang penuh misteri.
(muj)
Sumber: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar