Oleh: Paul Davies
(Sumber: Scientific American Reports – Special Edition on Astrophysics, 2007, hal. 28-33)
"Tidak akan mudah, tapi mungkin dilakukan".
Perjalanan waktu telah menjadi tema sains fiksi populer sejak H. G. Wells menulis novel terkenalnya, The Time Machine, pada tahun 1895. Tapi bisakah itu betul-betul dilakukan? Mungkinkah membangun sebuah mesin yang dapat mengangkut manusia ke masa lalu atau masa depan?
Selama berdekade-dekade, perjalanan waktu berada di luar perbatasan sains terhormat. Namun pada tahun-tahun belakangan, topik ini telah menjadi semacam industri rumahan di kalangan fisikawan teoritis. Motivasinya sebagian adalah rekreasi—perjalanan waktu sangat menyenangkan untuk dipikirkan. Tapi riset ini mempunyai sisi serius pula. Memahami hubungan antara sebab dan akibat adalah bagian kunci dalam upaya menyusun unified theory (teori final) fisika. Jika perjalanan waktu yang tidak terlarang adalah mungkin, sekalipun secara prinsip, sifat unified theory bisa terpengaruh drastis.
Pemahaman terbaik kita atas waktu berasal dari teori relativitas Einstein. Sebelum teori ini muncul, waktu secara luas dianggap absolut dan universal, sama untuk setiap orang, tak peduli keadaaan fisikal mereka. Dalam teori relativitas khusus miliknya, Einstein mengajukan bahwa interval yang terukur di antara dua peristiwa tergantung kepada bagaimana pengamat bergerak. Yang krusial, dua pengamat yang bergerak secara berbeda akan mengalami durasi berbeda di antara dua peristiwa yang sama.
Efek [perjalanan waktu] acapkali digambarkan dengan menggunakan “paradoks kembar”. Kita andaikan saja Sally dan Sam adalah saudara kembar. Sally naik kapal roket dan bergerak pada kecepatan tinggi menuju sebuah bintang dekat, memutar balik, dan terbang kembali ke Bumi, sementara Sam tinggal di rumah. Bagi Sally, durasi perjalanan mungkin, katakanlah, setahun, tapi ketika dia kembali dan melangkah keluar dari kapal antariksa, dia mendapati bahwa 10 tahun sudah berlalu di Bumi. Saudaranya kini 9 tahun lebih tua dari dirinya. Sally dan Sam tak lagi berusia sama, meski fakta menunjukkan mereka lahir di hari yang sama. Contoh ini mengilustrasikan perjalanan waktu tipe terbatas. Praktisnya, Sally telah melompat 9 tahun ke masa depan Bumi.
Jet Lag
Efek ini, dikenal sebagai time dilation (pelebaran waktu), terjadi ketika dua pengamat bergerak relatif terhadap satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak melihat pelengkungan waktu yang aneh, sebab efek tersebut menjadi dramatik hanya manakala gerakan terjadi mendekati kecepatan cahaya. Pada kecepatan pesawat pun, time dilation dalam perjalanan tipikal hanya sebesar beberapa nanodetik—hampir tidak mencapai ukuran Wells. Namun demikian, jam atom cukup akurat untuk merekam pergeseran dan mengkonfirmasi bahwa waktu betul-betul teregangkan oleh gerakan. Jadi perjalanan ke masa depan adalah fakta yang terbukti, sekalipun sejauh ini besarannya tidak mengasyikkan. (Jet lag: kelelahan yang dirasakan setelah penerbangan panjang melintasi zona waktu—penj)
Untuk mengamati pelengkungan waktu yang betul-betul dramatis, seseorang harus melihat melampaui alam pengalaman biasa. Partikel-partikel subatom dapat didorong pada hampir kecepatan cahaya dalam mesin akselerator besar. Beberapa dari partikel ini, seperti muon, memiliki jam terintegrasi sebab ia membusuk dengan half-life yang pasti (half-life: waktu yang diperlukan bagi keradioaktifan untuk jatuh ke setengah harga asalnya-penj); menurut teori Einstein, muon yang bergerak cepat di dalam akselerator teramati membusuk dengan gerakan lambat. Beberapa sinar kosmik juga mengalami pelengkungan waktu spektakuler. Partikel-partikel ini bergerak mendekati kecepatan cahaya sehingga, dari sudut pandang mereka, mereka menyeberangi galaksi dalam hitungan menit, sekalipun dalam kerangka referensi Bumi mereka terlihat memerlukan waktu puluhan ribu tahun. Jika time dilation tidak terjadi, partikel-partikel itu tidak akan pernah sampai di sini.
Kepala Saya
Berputar
Sejauh ini saya telah membahas perjalanan waktu ke depan. Bagaimana dengan perjalanan ke belakang? Ini jauh lebih problematis. Pada 1948, Kurt Gödel dari Institute for Advanced Study di Princeton, N.J., membuat solusi persamaan medan gravitasi Einstein yang menggambarkan alam semesta yang berotasi. Di alam semesta ini, seorang astronot bisa berjalan menembus ruang angkasa untuk mencapai masa lalunya sendiri. Ini terjadi lantaran cara gravitasi mempengaruhi cahaya. Rotasi alam semesta akan menyeret cahaya (dan karenanya menjadi hubungan kausa antara objek-objek) memutar bersamanya, memungkinkan sebuah objek materi berjalan dalam ikalan ruang tertutup yang juga merupakan ikalan waktu tertutup, tanpa melebihi kecepatan cahaya di lingkungan dekat partikel pada tahap apa pun. Solusi Gödel tidak dianggap sebagai barang aneh matematika—bagaimanapun juga, observasi tidak memperlihatkan tanda-tanda bahwa alam semesta secara keseluruhan sedang berputar. Namun demikian solusinya bermanfaat untuk mendemonstrasikan bahwa pergi ke masa lalu tidak dilarang oleh teori relativitas. Memang, Einstein mengakui dirinya terganggu oleh pemikiran bahwa teorinya memperkenankan perjalanan ke masa lalu di bawah beberapa kondisi.
Dalam sains fiksi, wormhole
terkadang dijuluki sebagai stargate; ia menawarkan jalan pintas antara
dua titik yang terpisah jauh di ruang angkasa. Melompat lewat wormhole
hipotetis, dan Anda dapat keluar beberapa saat kemudian di sisi lain galaksi.
Secara alami, wormhole cocok dengan teori relativitas umum, di mana
gravitasi tidak hanya melengkungkan waktu, tapi juga ruang. Teori ini
memperkenankan analogi rute jalan dan terowongan alternatif yang menghubungkan
dua titik di ruang angkasa. Matematikawan menyebut ruang seperti itu sebagai
multiply connected space. Seperti terowongan di bawah bukit yang bisa
lebih pendek daripada jalan di permukaan, wormhole mungkin lebih pendek
daripada rute biasa lewat ruang biasa.
Wormhole digunakan sebagai perangkat fiksi oleh Carl Sagan dalam novel tahun 1985-nya, Contact. Terinspirasi oleh Sagan, Kip S. Thorne dan rekan-rekan kerjanya di California Institute of Technology bermaksud menemukan apakah wormhole sesuai dengan ilmu fisika yang kita kenal. Titik tolak mereka adalah bahwa wormhole menyerupai black hole sebagai objek bergravitasi mengerikan. Tapi tak seperti black hole, yang menawarkan perjalanan satu arah entah ke mana, wormhole mempunyai jalan keluar sebagaimana halnya jalan masuk.
Dalam Ikalan
Agar wormhole dapat dilewati, ia harus mengandung apa yang diistilahkan oleh Thorne sebagai materi eksotis. Praktisnya, ini adalah sesuatu yang akan menghasilkan antigravitasi untuk melawan kecenderungan alami sebuah sistem masif untuk ber-implode (meledak ke dalam) menjadi black hole akibat bobotnya yang hebat. Antigravitasi, atau tolakan gravitasi, bisa dihasilkan oleh energi atau tekanan negatif. Kondisi energi negatif diketahui eksis di sistem-sistem quantum tertentu, yang menyiratkan bahwa materi eksotis Thorne tidak dikesampingkan oleh hukum fisika, walaupun tidak jelas apakah [sistem] berantigravitasi yang secukupnya dapat dirangkai untuk menstabilkan wormhole.
Guna menyesuaikan wormhole untuk perjalanan waktu, salah satu mulutnya bisa dieret/digandengkan pada sebuah bintang neutron dan ditaruh dekat permukaannya. Gravitasi bintang tersebut akan memperlambat waktu di dekat mulut wormhole, sehingga selisih waktu antara ujung-ujung wormhole akan secara bertahap berakumulasi. Jika kedua mulut diparkir di tempat yang mudah dicapai di angkasa, selisih waktu ini akan tetap terbeku.
Disensor!
Asumsikan persoalan teknis dapat diatasi, produksi mesin waktu bisa membuka kotak Pandora paradoks sebab-akibat. Pertimbangkan, misalnya, pelancong waktu yang mengunjungi masa lalu dan membunuh ibunya ketika sang ibu masih gadis. Masuk akalkah ini? Jika gadis tersebut mati, dirinya tidak bisa menjadi ibunda si pelancong waktu. Tapi jika si pelancong waktu tak pernah dilahirkan, dia tidak mungkin pergi ke masa lalu dan membunuh ibunya.
Penulis
Paul Davies adalah direktur Beyond: Center for Fundamental Concepts in Science di Arizona State University. Berprofesi sebagai fisikawan dan kosmolog teoritis, dia juga bekerja di bidang astrobiologi. Dia merupakan salah satu penulis buku populer fisika yang paling subur. Perhatian riset ilmiahnya meliputi black hole, teori medan quantum, sifat kesadaran, serta awal-mula dan evolusi kehidupan.
Untuk Digali Lebih Jauh
sumber
(Sumber: Scientific American Reports – Special Edition on Astrophysics, 2007, hal. 28-33)
"Tidak akan mudah, tapi mungkin dilakukan".
Perjalanan waktu telah menjadi tema sains fiksi populer sejak H. G. Wells menulis novel terkenalnya, The Time Machine, pada tahun 1895. Tapi bisakah itu betul-betul dilakukan? Mungkinkah membangun sebuah mesin yang dapat mengangkut manusia ke masa lalu atau masa depan?
Selama berdekade-dekade, perjalanan waktu berada di luar perbatasan sains terhormat. Namun pada tahun-tahun belakangan, topik ini telah menjadi semacam industri rumahan di kalangan fisikawan teoritis. Motivasinya sebagian adalah rekreasi—perjalanan waktu sangat menyenangkan untuk dipikirkan. Tapi riset ini mempunyai sisi serius pula. Memahami hubungan antara sebab dan akibat adalah bagian kunci dalam upaya menyusun unified theory (teori final) fisika. Jika perjalanan waktu yang tidak terlarang adalah mungkin, sekalipun secara prinsip, sifat unified theory bisa terpengaruh drastis.
Pemahaman terbaik kita atas waktu berasal dari teori relativitas Einstein. Sebelum teori ini muncul, waktu secara luas dianggap absolut dan universal, sama untuk setiap orang, tak peduli keadaaan fisikal mereka. Dalam teori relativitas khusus miliknya, Einstein mengajukan bahwa interval yang terukur di antara dua peristiwa tergantung kepada bagaimana pengamat bergerak. Yang krusial, dua pengamat yang bergerak secara berbeda akan mengalami durasi berbeda di antara dua peristiwa yang sama.
Efek [perjalanan waktu] acapkali digambarkan dengan menggunakan “paradoks kembar”. Kita andaikan saja Sally dan Sam adalah saudara kembar. Sally naik kapal roket dan bergerak pada kecepatan tinggi menuju sebuah bintang dekat, memutar balik, dan terbang kembali ke Bumi, sementara Sam tinggal di rumah. Bagi Sally, durasi perjalanan mungkin, katakanlah, setahun, tapi ketika dia kembali dan melangkah keluar dari kapal antariksa, dia mendapati bahwa 10 tahun sudah berlalu di Bumi. Saudaranya kini 9 tahun lebih tua dari dirinya. Sally dan Sam tak lagi berusia sama, meski fakta menunjukkan mereka lahir di hari yang sama. Contoh ini mengilustrasikan perjalanan waktu tipe terbatas. Praktisnya, Sally telah melompat 9 tahun ke masa depan Bumi.
Jet Lag
Efek ini, dikenal sebagai time dilation (pelebaran waktu), terjadi ketika dua pengamat bergerak relatif terhadap satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak melihat pelengkungan waktu yang aneh, sebab efek tersebut menjadi dramatik hanya manakala gerakan terjadi mendekati kecepatan cahaya. Pada kecepatan pesawat pun, time dilation dalam perjalanan tipikal hanya sebesar beberapa nanodetik—hampir tidak mencapai ukuran Wells. Namun demikian, jam atom cukup akurat untuk merekam pergeseran dan mengkonfirmasi bahwa waktu betul-betul teregangkan oleh gerakan. Jadi perjalanan ke masa depan adalah fakta yang terbukti, sekalipun sejauh ini besarannya tidak mengasyikkan. (Jet lag: kelelahan yang dirasakan setelah penerbangan panjang melintasi zona waktu—penj)
Untuk mengamati pelengkungan waktu yang betul-betul dramatis, seseorang harus melihat melampaui alam pengalaman biasa. Partikel-partikel subatom dapat didorong pada hampir kecepatan cahaya dalam mesin akselerator besar. Beberapa dari partikel ini, seperti muon, memiliki jam terintegrasi sebab ia membusuk dengan half-life yang pasti (half-life: waktu yang diperlukan bagi keradioaktifan untuk jatuh ke setengah harga asalnya-penj); menurut teori Einstein, muon yang bergerak cepat di dalam akselerator teramati membusuk dengan gerakan lambat. Beberapa sinar kosmik juga mengalami pelengkungan waktu spektakuler. Partikel-partikel ini bergerak mendekati kecepatan cahaya sehingga, dari sudut pandang mereka, mereka menyeberangi galaksi dalam hitungan menit, sekalipun dalam kerangka referensi Bumi mereka terlihat memerlukan waktu puluhan ribu tahun. Jika time dilation tidak terjadi, partikel-partikel itu tidak akan pernah sampai di sini.
Overview: Perjalanan Waktu
- Perjalanan waktu ke depan cukup mudah. Jika Anda bergerak mendekati kecepatan cahaya atau duduk di sebuah medan gravitasi kuat, Anda mengalami waktu secara lebih lambat dibanding orang lain—sama dengan mengatakan bahwa Anda pergi ke masa depan mereka.
- Perjalanan ke masa lalu agak lebih rumit. Teori relativitas memperkenankannya di konfigurasi ruangwaktu tertentu: alam semesta yang berotasi, silinder yang berotasi, dan, yang paling terkenal, wormhole—terowongan ruang dan waktu.
Kecepatan adalah satu cara untuk melompat
mendahului waktu. Gravitasi adalah cara lain. Dalam teori relativitas umumnya,
Einstein memprediksikan bahwa gravitasi memperlambat waktu. Jam berjalan sedikit
lebih cepat di loteng dibanding di ruang bawah tanah, yang lebih dekat dengan
pusat Bumi dan oleh karenanya lebih dalam di medan gravitasi. Demikian pula
halnya, jam berjalan lebih cepat di angkasa daripada di permukaan tanah. Sekali
lagi, efek ini sangat kecil, tapi telah diukur secara langsung dengan
menggunakan jam akurat. Tentu saja, efek pelengkungan waktu ini harus
diperhitungkan dalam Global Positioning System. Jika tidak, pelaut, sopir taksi,
dan misil jelajah akan menyimpang arah berkilometer-kilometer.
Di permukaan sebuah bintang neutron, gravitasi
begitu kuat sehingga waktu melambat sekitar 30% dari waktu Bumi. Dilihat dari
bintang semacam itu, peristiwa di Bumi akan menyerupai video yang dipercepat
maju (fast forward). Black hole merepresentasikan pelengkungan
waktu terhebat; di permukaan black hole, waktu berhenti menurut Bumi.
Artinya jika Anda jatuh ke dalam black hole dari dekat, dalam interval
singkat ia membawa Anda mencapai permukaan, keabadian akan berlalu di alam
semesta lebih luas. Oleh karenanya, kawasan di dalam black hole melampaui
akhir waktu, jika diperbandingkan dengan alam semesta sebelah luar. Bila seorang
astronot dapat meluncur sangat dekat ke sebuah black hole dan pulang
tanpa cedera—tak dapat disangkal merupakan kemungkinan khayalan dan
gila-gilaan—dia bisa melompat jauh ke masa depan.
Sejauh ini saya telah membahas perjalanan waktu ke depan. Bagaimana dengan perjalanan ke belakang? Ini jauh lebih problematis. Pada 1948, Kurt Gödel dari Institute for Advanced Study di Princeton, N.J., membuat solusi persamaan medan gravitasi Einstein yang menggambarkan alam semesta yang berotasi. Di alam semesta ini, seorang astronot bisa berjalan menembus ruang angkasa untuk mencapai masa lalunya sendiri. Ini terjadi lantaran cara gravitasi mempengaruhi cahaya. Rotasi alam semesta akan menyeret cahaya (dan karenanya menjadi hubungan kausa antara objek-objek) memutar bersamanya, memungkinkan sebuah objek materi berjalan dalam ikalan ruang tertutup yang juga merupakan ikalan waktu tertutup, tanpa melebihi kecepatan cahaya di lingkungan dekat partikel pada tahap apa pun. Solusi Gödel tidak dianggap sebagai barang aneh matematika—bagaimanapun juga, observasi tidak memperlihatkan tanda-tanda bahwa alam semesta secara keseluruhan sedang berputar. Namun demikian solusinya bermanfaat untuk mendemonstrasikan bahwa pergi ke masa lalu tidak dilarang oleh teori relativitas. Memang, Einstein mengakui dirinya terganggu oleh pemikiran bahwa teorinya memperkenankan perjalanan ke masa lalu di bawah beberapa kondisi.
Mesin Waktu Wormhole dalam Tiga
Langkah yang Tidak Begitu Mudah
Skenario-skenario lain untuk memperkenankan
perjalanan ke masa lalu juga ditemukan. Contoh, pada 1974, Frank J. Tipler dari
Universitas Tulane mengkalkulasi bahwa silinder panjang tak terhingga dan masif
yang berputar pada porosnya pada hampir kecepatan cahaya bisa membuat astronot
mengunjungi masa lalu mereka, dengan, lagi-lagi, menyeret cahaya mengitari
silinder menjadi ikalan. Pada 1991, J. Richard Gott dari Universitas Princeton
memprediksikan bahwa string kosmik—struktur yang dianggap para kosmolog
terbentuk di tahap-tahap awal big bang—dapat menghasilkan yang serupa.
Tapi pada pertengahan 1980-an, muncul skenario paling realistis untuk perjalanan
waktu, berlandaskan konsep wormhole.
Wormhole digunakan sebagai perangkat fiksi oleh Carl Sagan dalam novel tahun 1985-nya, Contact. Terinspirasi oleh Sagan, Kip S. Thorne dan rekan-rekan kerjanya di California Institute of Technology bermaksud menemukan apakah wormhole sesuai dengan ilmu fisika yang kita kenal. Titik tolak mereka adalah bahwa wormhole menyerupai black hole sebagai objek bergravitasi mengerikan. Tapi tak seperti black hole, yang menawarkan perjalanan satu arah entah ke mana, wormhole mempunyai jalan keluar sebagaimana halnya jalan masuk.
Dalam Ikalan
Agar wormhole dapat dilewati, ia harus mengandung apa yang diistilahkan oleh Thorne sebagai materi eksotis. Praktisnya, ini adalah sesuatu yang akan menghasilkan antigravitasi untuk melawan kecenderungan alami sebuah sistem masif untuk ber-implode (meledak ke dalam) menjadi black hole akibat bobotnya yang hebat. Antigravitasi, atau tolakan gravitasi, bisa dihasilkan oleh energi atau tekanan negatif. Kondisi energi negatif diketahui eksis di sistem-sistem quantum tertentu, yang menyiratkan bahwa materi eksotis Thorne tidak dikesampingkan oleh hukum fisika, walaupun tidak jelas apakah [sistem] berantigravitasi yang secukupnya dapat dirangkai untuk menstabilkan wormhole.
Thorne dan koleganya segera menyadari bahwa jika
sebuah wormhole yang stabil dapat dibuat, maka itu dapat dengan cepat
diubah menjadi mesin waktu. Seorang astronot yang melewatinya mungkin tidak
hanya keluar di suatu tempat lain di alam semesta, tapi juga di suatu waktu
lain—baik masa depan ataupun masa lalu.
Bentuk Perjalanan Waktu ke Depan yang
Eksis
Guna menyesuaikan wormhole untuk perjalanan waktu, salah satu mulutnya bisa dieret/digandengkan pada sebuah bintang neutron dan ditaruh dekat permukaannya. Gravitasi bintang tersebut akan memperlambat waktu di dekat mulut wormhole, sehingga selisih waktu antara ujung-ujung wormhole akan secara bertahap berakumulasi. Jika kedua mulut diparkir di tempat yang mudah dicapai di angkasa, selisih waktu ini akan tetap terbeku.
Anggap selisihnya 10 tahun. Seorang astronot yang
melewati wormhole di satu arah akan lompat 10 tahun ke masa depan,
sebaliknya astronot yang melewati arah lain akan lompat 10 tahun ke masa lalu.
Dengan kembali ke titik tolaknya di ruang biasa pada kecepatan tinggi, astronot
kedua dapat pulang sebelum dia berangkat. Dengan kata lain, ikalan ruang
tertutup bisa menjadi ikalan waktu tertutup pula. Batasannya adalah bahwa
astronot tidak dapat pergi ke waktu sebelum wormhole pertama kali
dibangun.
Persoalan berat yang terdapat dalam pembuatan
mesin waktu wormhole adalah pembuatan wormhole. Mungkin ruang
angkasa terpasangi struktur semacam itu secara alami—relik big bang. Jika
demikian, superperadaban bisa menyitanya. Kemungkinan lain, wormhole
secara alami menjadi eksis pada skala kecil, disebut panjang Planck, sekitar
faktor 1020 kali lebih kecil dari nukleus atom. Secara prinsip,
wormhole sekecil itu bisa distabilkan oleh denyutan energi dan kemudian
dengan suatu cara dipompa sampai pada dimensi yang dapat dipergunakan.
Asumsikan persoalan teknis dapat diatasi, produksi mesin waktu bisa membuka kotak Pandora paradoks sebab-akibat. Pertimbangkan, misalnya, pelancong waktu yang mengunjungi masa lalu dan membunuh ibunya ketika sang ibu masih gadis. Masuk akalkah ini? Jika gadis tersebut mati, dirinya tidak bisa menjadi ibunda si pelancong waktu. Tapi jika si pelancong waktu tak pernah dilahirkan, dia tidak mungkin pergi ke masa lalu dan membunuh ibunya.
Paradoks seperti ini muncul manakala pelancong
waktu mencoba mengubah masa lalu, yang jelas-jelas mustahil. Tapi itu tidak
mencegah seseorang menjadi bagian masa lalu. Misalkan saja si pelancong waktu
pergi ke masa lalu dan menyelamatkan seorang gadis dari pembunuhan, dan gadis
ini tumbuh dewasa menjadi ibunya. Ikalan sebab-akibat kini menjadi konsisten
dengan sendirinya dan tidak lagi paradoks. Konsistensi sebab-akibat dapat
membatasi hal-hal yang bisa dilakukan seorang pelancong waktu, tapi tidak
meniadakan perjalanan waktu itu sendiri.
Induk Semua Paradoks
Sekalipun perjalanan waktu bukan paradoks
keras, ia sudah pasti aneh. Pertimbangkan pelancong waktu yang melompat satu
tahun ke depan dan membaca tentang teorema matematis baru dalam Scientific
American edisi masa depan. Dia mencatat detailnya, kembali ke masanya, lalu
mengajarkan teorema tersebut kepada seorang murid, yang kemudian menulisnya
untuk dikirim ke Scientific American. Artikelnya, tentu saja, merupakan
artikel yang dibaca si pelancong waktu. Pertanyaan yang kemudian muncul: Dari
mana informasi tentang teorema tersebut berasal? Bukan dari si pelancong waktu,
karena dia membacanya, tapi bukan pula dari si murid, yang mengetahuinya dari si
pelancong waktu. Informasi tersebut nampaknya eksis tidak dari manapun, secara
tak masuk akal.
Konsekuensi ganjil perjalanan waktu telah membuat
beberapa ilmuwan menolak pemikiran tersebut mentah-mentah. Stephen Hawking dari
Universitas Cambridge telah mengajukan “penaksiran perlindungan kronologi”
(chronology protection conjecture), yang akan mengilegalkan ikalan
sebab-akibat. Karena teori relativitas diketahui memperkenankan ikalan
sebab-akibat, perlindungan kronologi membutuhkan suatu faktor lain untuk
mencegah perjalanan ke masa lalu. Apakah faktor tersebut? Sebuah usulan
menyatakan bahwa proses-proses quantum akan menjadi penyelamat. Eksistensi mesin
waktu akan memperkenankan partikel-partikel mengikal ke masa lalu mereka.
Kalkulasi mengisyaratkan bahwa disturbansi yang terjadi akan menguat otomatis
(self-reinforcing), menciptakan sentakan energi yang akan menghancurkan
wormhole.
Perlindungan kronologi masih merupakan spekulasi,
jadi perjalanan waktu tetap sebuah kemungkinan. Resolusi materi final mungkin
harus menunggu keberhasilan penyatuan mekanika quantum dan gravitasi, barangkali
lewat teori seperti teori string atau ekstensinya, yang disebut M-theory. Bahkan
ada kemungkinan akselerator partikel generasi berikutnya akan mampu menciptakan
wormhole subatom yang bertahan cukup lama bagi partikel-partikel di
dekatnya untuk membuat ikalan sebab-akibat singkat. Ini akan jauh berbeda dari
bayangan mesin waktu Wells, tapi akan mengubah gambaran kita tentang realitas
fisik untuk selama-lamanya.
Paul Davies adalah direktur Beyond: Center for Fundamental Concepts in Science di Arizona State University. Berprofesi sebagai fisikawan dan kosmolog teoritis, dia juga bekerja di bidang astrobiologi. Dia merupakan salah satu penulis buku populer fisika yang paling subur. Perhatian riset ilmiahnya meliputi black hole, teori medan quantum, sifat kesadaran, serta awal-mula dan evolusi kehidupan.
Untuk Digali Lebih Jauh
- Time Machines: Time Travel in Physics, Metaphysics, and Science Fiction. Paul J. Nahin. American Institute of Physics, 1993.
- The Quantum Physics of Time Travel. David Deutsch dan Michael Lockwood dalam Scientific American, Vol. 270, No. 3, hal. 68–74; Maret 1994.
- Black Holes and Time Warps: Einstein’s Outrageous Legacy. Kip S. Thorne. W. W. Norton, 1994.
- Time Travel in Einstein’s Universe: The Physical Possibilities of Travel through Time. J. Richard Gott III. Houghton Mifflin, 2001.
- How to Build a Time Machine. Paul Davies. Viking, 2002.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar