Pasal 4
SEWAKTU Charles Darwin mengemukakan teori evolusi, ia mau
tak mau mengakui bahwa kehidupan mungkin ”pada mulanya diembuskan oleh sang
Pencipta ke dalam satu atau beberapa bentuk”.1 Tetapi, teori evolusi
masa kini umumnya tidak menyebut-nyebut adanya Pencipta. Sebaliknya, teori generatio
spontanea (terbentuknya kehidupan secara spontan) yang pernah ditolak,
telah dimunculkan kembali dalam bentuk yang agak berbeda.
2 Suatu bentuk konsep generatio spontanea
telah dipercayai sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-17 M, bahkan
para ilmuwan yang disegani, seperti Francis Bacon dan William Harvey,
mempercayai teori itu. Tetapi, pada abad ke-19, Louis Pasteur dan beberapa
ilmuwan lain tampaknya telah meruntuhkan teori tersebut, karena eksperimen
mereka membuktikan bahwa kehidupan hanya dapat berasal dari kehidupan yang
sudah ada. Meskipun demikian, karena dirasa perlu, teori evolusi mengemukakan
asumsi bahwa dahulu kala, entah bagaimana, kehidupan mikroskopis pasti telah
muncul secara spontan dari benda mati.
Wajah Baru Teori Generatio Spontanea
3 Pendapat terkini tentang asal mula kehidupan
menurut evolusi diringkaskan oleh Richard Dawkins dalam bukunya The Selfish
Gene. Ia berspekulasi bahwa pada mulanya, atmosfer bumi terdiri dari
karbon dioksida, metana, amonia, dan air. Melalui energi dari sinar matahari,
dan mungkin dari petir serta letusan gunung berapi, senyawa-senyawa sederhana
itu terurai lalu tersusun kembali menjadi asam-asam amino. Berbagai asam amino
itu lambat laun terakumulasi di lautan dan menjadi senyawa sejenis protein.
Pada akhirnya, ia berkata, lautan itu menjadi suatu ”sup organik”, tapi masih
tidak bernyawa.
4 Lalu, menurut penjelasan Dawkins, ”sebuah
molekul yang sangat luar biasa terbentuk secara kebetulan”—molekul yang mampu
menggandakan diri. Meskipun mengakui bahwa kebetulan tersebut sangat tidak
mungkin, ia berkukuh bahwa pasti itulah yang terjadi. Molekul-molekul yang
serupa terkumpul, dan kemudian, lagi-lagi melalui suatu kebetulan yang sangat
tidak mungkin, molekul-molekul ini membungkus diri dengan membran pelindung
yang terbuat dari molekul-molekul protein lain. Konon, itulah sel hidup pertama
yang muncul dengan sendirinya.2
5 Sampai di sini seorang pembaca mungkin mulai
mengerti komentar Dawkins dalam prakata bukunya, ”Buku ini hendaknya dibaca
seolah-olah ini buku fiksi ilmiah.”3 Tetapi, bagi para pembaca pokok
tersebut, itu bukan hal aneh. Kebanyakan buku lain tentang evolusi juga hanya
secara sekilas mengulas problem besar tentang munculnya kehidupan dari benda
mati. Maka, Profesor William Thorpe dari fakultas zoologi di Universitas
Cambridge mengatakan kepada sesama ilmuwan, ”Semua spekulasi dan diskusi
dangkal yang diterbitkan selama sepuluh sampai lima belas tahun terakhir, yang
menjelaskan caranya kehidupan bermula, ternyata terlalu sederhana dan tidak
berbobot. Jalan keluar untuk problem itu sebenarnya masih sama jauhnya seperti
dulu.”4
6 Kemajuan pengetahuan yang sangat pesat
baru-baru ini justru memperlebar kesenjangan antara benda mati dan makhluk
hidup. Bahkan organisme bersel tunggal yang paling tua ternyata sedemikian
rumitnya sehingga tak terselami. ”Biologi mengalami kesulitan dalam menemukan
permulaan yang sederhana,” kata astronom Fred Hoyle dan Chandra Wickramasinghe.
”Sisa-sisa fosil bentuk-bentuk kehidupan purba yang ditemukan di bebatuan tidak
memperlihatkan permulaan yang sederhana. . . . maka teori evolusi
tidak memiliki fondasi yang kuat.”5 Dan, bertambahnya pengetahuan
malah mempersulit upaya untuk menjelaskan bagaimana bentuk kehidupan
mikroskopis yang luar biasa rumit dapat muncul secara kebetulan.
7 Langkah-langkah utama munculnya kehidupan,
menurut perkiraan teori evolusi, adalah (1) adanya atmosfer primitif yang
tepat dan (2) lautan sup organik yang sarat dengan molekul-molekul
”sederhana” yang dibutuhkan oleh kehidupan. (3) Dari molekul-molekul itu
terbentuklah protein dan nukleotida (senyawa kimia yang kompleks) yang
(4) menyatu dan terlapisi membran, dan selanjutnya (5) mengembangkan
suatu kode genetik dan mulai menggandakan diri. Apakah langkah-langkah ini
sesuai dengan fakta yang ada?
Atmosfer Primitif
8 Pada tahun 1953, Stanley Miller mengalirkan
percikan listrik melalui suatu ”atmosfer” yang terdiri dari hidrogen, metana,
amonia, dan uap air. Eksperimen ini menghasilkan beberapa dari sekian banyak
asam amino yang ada dan yang merupakan bahan pembentuk protein. Namun, ia hanya
memperoleh 4 dari 20 asam amino yang diperlukan untuk kehidupan. Lebih dari 30
tahun kemudian, eksperimen para ilmuwan masih belum bisa menghasilkan ke-20
asam amino yang dibutuhkan dalam keadaan yang dianggap memungkinkan.
9 Miller berasumsi bahwa atmosfer primitif bumi
mirip dengan yang ada dalam labu (tabung) eksperimennya. Mengapa? Karena,
seperti yang belakangan dikatakan oleh dia dan rekan sekerjanya, ”Senyawa yang
penting secara biologis hanya dapat terbentuk dalam keadaan reduksi [tidak ada
oksigen bebas dalam atmosfer].”6 Namun, para evolusionis lain
berteori bahwa oksigen harus ada. Hal ini menimbulkan dilema bagi evolusi sebagaimana
diungkapkan oleh Hitching, ”Kalau ada oksigen di udara, asam amino yang pertama
tidak akan pernah terbentuk; tanpa oksigen, asam amino itu akan tersapu habis
oleh sinar-sinar kosmis.”7
10 Kenyataannya, orang hanya bisa mereka-reka
atau menduga-duga seperti apa sebenarnya atmosfer primitif bumi itu. Tidak ada
yang mengetahuinya secara pasti.
Bisakah Suatu ”Sup Organik” Terbentuk?
11 Apakah mungkin asam amino yang diperkirakan
telah terbentuk dalam atmosfer terbawa turun ke lautan dan membentuk suatu ”sup
organik”? Sama sekali tidak mungkin. Energi yang sama yang memecah senyawa
sederhana dalam atmosfer itu justru akan lebih cepat menguraikan setiap asam
amino kompleks yang terbentuk. Menarik, ketika Miller mengalirkan percikan
listrik melalui suatu ”atmosfer” dalam eksperimennya, ia berhasil menyelamatkan
empat asam amino yang ia peroleh hanya karena ia memindahkannya dari daerah
percikan listrik. Seandainya ia membiarkannya di sana, percikan itu akan
menguraikan asam-asam amino tersebut.
12 Namun, katakanlah asam-asam amino itu, entah
bagaimana, bisa mencapai lautan dan terlindung dari radiasi ultraviolet yang
merusak di atmosfer. Lalu? Hitching menjelaskan, ”Di bawah permukaan air tidak
akan ada cukup energi untuk mengaktifkan reaksi kimia selanjutnya; air selalu
menghambat pertumbuhan molekul yang lebih kompleks.”8
13 Maka, setelah berada dalam air, asam-asam
amino itu harus keluar dari air untuk dapat membentuk molekul yang lebih
besar dan berevolusi menjadi protein yang penting bagi pembentukan kehidupan.
Tetapi, begitu keluar dari air, asam-asam amino itu kembali berada dalam bahaya
karena cahaya ultraviolet yang merusak! ”Dengan kata lain,” ujar Hitching,
”secara teoretis, untuk melewati bahkan tahap pertama yang relatif mudah
ini [untuk mendapatkan asam amino] dalam evolusi kehidupan, peluangnya nyaris
nihil.”9
14 Walaupun umumnya ditegaskan bahwa kehidupan
muncul secara spontan dalam lautan, air sama sekali tidak menunjang proses
kimiawi yang diperlukan. Ahli kimia Richard Dickerson menjelaskan, ”Maka sulit
diterima bagaimana polimerisasi [penggabungan molekul-molekul kecil menjadi
molekul yang lebih besar] dapat berlangsung dalam lingkungan berair di lautan
primitif, karena air cenderung menghasilkan depolimerisasi [penguraian molekul
besar menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana] bukannya polimerisasi.”10
Ahli biokimia George Wald menyetujui pandangan ini. Ia mengatakan, ”Penguraian
spontan lebih mudah terjadi, sehingga akan berlangsung jauh lebih cepat,
daripada sintesis spontan.” Ini berarti tidak akan terbentuk sup organik! Wald
menganggap hal ini sebagai ”problem paling pelik yang kita [para evolusionis]
hadapi”.11
15 Namun, ada lagi problem pelik yang dihadapi
oleh teori evolusi. Ingat, ada lebih dari 100 asam amino, tetapi hanya 20 yang
diperlukan untuk protein-protein kehidupan. Selain itu, ada dua bentuk asam
amino: Ada yang molekulnya berbentuk ”tangan kanan” dan yang lain ”tangan kiri”.
Seandainya asam-asam amino itu terbentuk secara acak, seperti dalam teori sup
organik, kemungkinan besar ada setengah yang berbentuk tangan kanan dan
setengah berbentuk tangan kiri. Dan belum diketahui alasannya mengapa hanya
satu bentuk yang dipilih untuk kehidupan. Kenyataannya, dari ke-20 asam amino
yang digunakan untuk menghasilkan protein-protein kehidupan, semuanya
adalah asam amino tangan kiri!
16 Bagaimana mungkin, secara acak, hanya
jenis-jenis tertentu yang menyatu dalam sup tersebut? Fisikawan J. D. Bernal
mengakui, ”Patut diakui bahwa penjelasan ini . . . masih merupakan
salah satu bagian tersulit untuk dijelaskan tentang aspek-aspek struktural
kehidupan.” Ia menyimpulkan, ”Mungkin kita tidak akan pernah dapat
menjelaskannya.”12
Probabilitas dan Protein Spontan
17 Seberapa besarkah peluang terbentuknya satu
molekul protein dari asam-asam amino yang tepat? Ini bisa diibaratkan kita
memiliki setumpuk kacang merah yang bercampur dengan kacang putih dalam jumlah
yang sama. Selain itu, ada lebih dari 100 jenis kacang dalam tumpukan itu. Nah,
jika Anda menyendok tumpukan ini, apa yang akan Anda dapatkan? Agar sejajar
dengan komponen-komponen dasar suatu protein, Anda harus menyendok hanya kacang
yang berwarna merah—sama sekali tidak boleh ada yang berwarna putih! Selain
itu, dalam sendok Anda hanya boleh ada 20 jenis kacang merah, dan setiap kacang
harus ada di tempat tertentu yang telah ditetapkan dalam sendok itu. Dalam hal
protein, jika satu saja di antara syarat-syarat itu tidak terpenuhi, protein yang
dihasilkan tidak akan berfungsi dengan baik. Tidak soal berapa kali kita
mengaduk dan menyendok tumpukan kacang itu, apakah kita akan memperoleh
kombinasi yang tepat? Tidak. Maka, bagaimana mungkin itu terjadi dalam sup
organik?
18 Protein-protein yang dibutuhkan untuk
kehidupan memiliki molekul yang sangat kompleks. Seberapa besarkah peluang satu
molekul protein yang sederhana dapat terbentuk secara acak dalam suatu sup
organik? Para evolusionis mengakui kemungkinannya hanya satu berbanding 10113
(1 diikuti dengan 113 nol). Tetapi, kejadian apa pun yang kemungkinannya satu
berbanding 1050 saja sudah dianggap tidak pernah terjadi oleh para
matematikawan. Kemustahilan hal itu nyata dari fakta bahwa angka 10113
lebih besar daripada jumlah semua atom yang diperkirakan ada di alam semesta!
19 Beberapa protein berfungsi sebagai materi
struktural dan yang lain sebagai enzim. Enzim mempercepat reaksi kimia yang
dibutuhkan dalam sel. Tanpa bantuan enzim, sel itu akan mati. Tidak hanya
sedikit, tetapi ada 2.000 protein yang berfungsi sebagai enzim untuk kegiatan
sel. Seberapa besarkah peluang untuk mendapatkan semua ini secara acak?
Kemungkinannya adalah satu berbanding 1040.000! ”Kemungkinan yang
sangat, sangat kecil,” kata Hoyle, ”yang tidak bakal terwujud sekalipun seluruh
alam semesta terdiri dari sup organik.” Ia menambahkan, ”Jika seseorang tidak
berprasangka karena kepercayaan masyarakat atau pendidikan ilmiah sehingga
yakin bahwa kehidupan muncul [secara spontan] di bumi, perhitungan yang
sederhana ini akan sama sekali menepis gagasan tersebut.”13
20 Namun, sebenarnya peluang itu jauh lebih kecil
lagi daripada angka ”yang sangat, sangat kecil” tadi. Sel harus memiliki
membran pembungkus yang sangat rumit, yang terbuat dari molekul protein, gula,
dan lemak. Seperti yang ditulis oleh evolusionis Leslie Orgel, ”Membran sel
modern memiliki kanal dan pompa yang secara khusus mengontrol masuk dan
keluarnya zat makanan, limbah, ion logam, dan sebagainya. Kanal-kanal khusus
ini melibatkan protein-protein yang sangat spesifik, molekul-molekul yang tidak
mungkin ada pada permulaan evolusi kehidupan.”14
Kode Genetik yang Luar Biasa
21 Yang lebih sulit untuk didapat daripada semua
ini adalah nukleotida, unit dasar DNA, yang mengandung kode genetik. Ada lima
histon yang tercakup dalam DNA (histon dianggap berkaitan dengan pengaturan
kegiatan gen). Peluang untuk membentuk histon yang paling sederhana pun konon
adalah satu berbanding 20100—angka yang amat besar lainnya yang
”melebihi jumlah semua atom dalam semua bintang dan galaksi yang dapat dilihat
melalui teleskop astronomi terbesar”.15
22 Namun, kesulitan yang lebih besar bagi teori
evolusi adalah asal mula kode genetik yang lengkap—syarat untuk reproduksi sel.
Teka-teki lama tentang ’ayam atau telur’ muncul sehubungan dengan protein dan
DNA. Hitching mengatakan, ”Pembentukan protein bergantung pada DNA. Tetapi, DNA
tidak dapat terbentuk tanpa protein yang sudah ada sebelumnya.”16
Inilah paradoks yang diajukan oleh Dickerson, ”Yang mana lebih dulu,” protein
atau DNA? Ia mengatakan, ”Jawabannya pastilah, ’Keduanya berkembang
bersamaan.’”17 Itu sama saja dengan mengatakan bahwa ’ayam’ dan
’telur’ pasti berevolusi bersamaan, tidak ada yang berasal dari yang lain.
Apakah ini kedengarannya masuk akal bagi Anda? Seorang penulis sains
menyimpulkan, ”Asal mula kode genetik menimbulkan problem ayam-dan-telur yang
pelik, yang sampai sekarang masih sangat kacau.”18
23 Ahli kimia Dickerson juga melontarkan komentar
yang menarik ini, ”Evolusi sistem kerja genetik adalah langkah yang belum dapat
dibuat modelnya di laboratorium; karena itu, orang dapat berspekulasi tanpa
batas, tanpa hambatan fakta-fakta yang menyulitkan.”19 Tetapi,
dapatkah disebut prosedur ilmiah yang baik apabila serbuan ”fakta-fakta yang
menyulitkan” dikesampingkan dengan begitu mudahnya? Leslie Orgel menyebut
keberadaan kode genetik sebagai ”aspek yang paling membingungkan dari problem
tentang asal mula kehidupan”.20 Dan, Francis Crick menyimpulkan,
”Walaupun kode genetik hampir bersifat universal, mekanisme yang diperlukan
untuk mewujudkannya terlalu kompleks sehingga tidak dapat muncul dalam sekali
langkah.”21
24 Dalam upaya mengatasi problem di atas, teori
evolusi mengajukan proses langkah demi langkah yang dapat dilakukan seleksi
alam secara bertahap. Namun, tanpa kode genetik untuk memulai reproduksi,
tidak akan ada bahan yang dapat dipilih oleh seleksi alam.
Fotosintesis yang Menakjubkan
25 Kini timbul lagi rintangan baru bagi teori
evolusi. Pada suatu saat selama perkembangannya, sel primitif itu harus
menciptakan sesuatu yang merombak kehidupan di bumi—fotosintesis. Dalam
fotosintesis, tumbuhan menyerap karbon dioksida dan melepas oksigen, dan proses
ini belum dipahami sepenuhnya oleh para ilmuwan. Sebagaimana dikatakan biolog
F. W. Went, fotosintesis adalah ”proses yang belum dapat ditiru dalam
tabung percobaan”.22 Namun, secara kebetulan, sebuah sel kecil yang
sederhana konon telah menciptakannya.
26 Proses fotosintesis ini mengubah atmosfer yang
tidak memiliki oksigen bebas menjadi atmosfer yang seperlima jumlah molekulnya
adalah oksigen. Alhasil, binatang dapat menghirup oksigen dan hidup, dan
lapisan ozon dapat terbentuk untuk melindungi semua kehidupan dari dampak
radiasi ultraviolet yang merusak. Mungkinkah serangkaian peristiwa luar biasa
ini terjadi hanya secara kebetulan?
Apakah Kecerdasan Tersangkut?
27 Sewaktu dihadapkan pada berbagai rintangan
besar yang menghalangi pembentukan sebuah sel hidup secara kebetulan, beberapa
evolusionis terpaksa mundur. Misalnya, para pengarang buku Evolution From
Space (Hoyle dan Wickramasinghe) menyerah dan berkata,
”Persoalan-persoalan ini terlalu kompleks untuk dihitung kemungkinannya.”
Mereka menambahkan, ”Tidak mungkin . . . kita dapat mengatasinya
hanya dengan sup organik yang lebih besar dan lebih baik, seperti yang kami
harapkan mungkin terjadi satu atau dua tahun lalu. Angka-angka yang kita hitung
di atas pada dasarnya menunjukkan bahwa terbentuknya sup seukuran alam semesta
ataupun seukuran bumi sangatlah mustahil.”23
28 Maka, setelah mengakui bahwa pastilah ada
kecerdasan yang tersangkut dalam munculnya kehidupan, para pengarang itu
melanjutkan, ”Memang, teori semacam itu begitu jelas sehingga orang heran
mengapa hal itu tidak dipercayai secara luas sebagai sesuatu yang tak bisa
dipungkiri. Alasannya bersifat psikologis dan bukan ilmiah.”24 Maka,
seorang pengamat dapat menyimpulkan bahwa rintangan ”psikologis” adalah
satu-satunya penjelasan yang masuk akal mengapa kebanyakan evolusionis berkukuh
bahwa kehidupan bermula secara kebetulan dan menolak adanya ”rancangan atau
tujuan atau pengarahan”25 apa pun, seperti yang diungkapkan oleh
Dawkins. Sebenarnya, setelah mengakui perlunya kecerdasan, bahkan Hoyle dan
Wickramasinghe mengatakan bahwa mereka tidak percaya adanya pribadi Pencipta
yang menyebabkan munculnya kehidupan.26 Menurut pendapat mereka,
kecerdasan memang suatu keharusan, tetapi adanya Pencipta tidak bisa diterima.
Tidakkah hal itu bertentangan?
Apakah Ilmiah?
29 Untuk dapat diterima sebagai fakta ilmiah,
teori munculnya kehidupan secara spontan harus diteguhkan melalui metode
ilmiah. Metode itu dijabarkan sebagai berikut: Amati apa yang terjadi; berdasarkan
pengamatan tersebut buatlah teori tentang apa yang mungkin benar; ujilah teori
itu dengan pengamatan lebih lanjut dan dengan eksperimen; dan perhatikan apakah
prediksi berdasarkan teori tersebut terbukti benar.
30 Jika kita berupaya menggunakan metode ilmiah,
munculnya kehidupan secara spontan belum pernah dapat diamati. Tidak ada bukti
bahwa hal itu terjadi sekarang, dan tentu saja tidak ada manusia yang mengamati
terjadinya peristiwa itu dalam kurun waktu yang diperkirakan oleh para
evolusionis. Tidak ada teori tentang hal itu yang pernah diteguhkan melalui
pengamatan. Berbagai eksperimen laboratorium telah gagal mengulanginya.
Berbagai prediksi berdasarkan teori itu belum terbukti kebenarannya. Mengingat
metode ilmiah tidak dapat diterapkan, secara jujur dapatkah teori itu diangkat
menjadi suatu fakta ilmiah?
31 Di pihak lain, ada banyak bukti untuk
mendukung kesimpulan bahwa kehidupan tidak mungkin muncul secara spontan dari
benda mati. ”Cukup dengan merenungkan betapa luar biasa sulitnya hal ini,” kata
Profesor Wald dari Harvard University, ”seseorang dapat mempercayai bahwa
organisme hidup mustahil terbentuk secara spontan.” Tetapi, apa yang sebenarnya
diyakini oleh pendukung evolusi ini? Ia menjawab, ”Namun, buktinya kita
ada—menurut saya, sebagai hasil dari munculnya kehidupan secara spontan.”27
Apakah ini kedengaran seperti sains yang objektif?
32 Biolog asal Inggris Joseph Henry Woodger
melukiskan penalaran demikian sebagai ”dogmatisme murni—mengklaim bahwa apa
yang ingin Anda percayai benar-benar terjadi”.28 Bagaimana para
ilmuwan sampai mempercayai sesuatu yang jelas-jelas melanggar metode ilmiah?
Evolusionis terkenal Loren Eiseley mengakui, ”Setelah mencaci para teolog
karena mempercayai dongeng dan mukjizat, sains mendapati dirinya dalam posisi
yang sulit karena harus menciptakan dongengnya sendiri: yaitu anggapan bahwa
apa yang, setelah upaya yang panjang, tidak dapat dibuktikan terjadi dewasa
ini, telah terjadi pada zaman purba.”29
33 Berdasarkan bukti, teori tentang munculnya
kehidupan secara spontan tampaknya lebih cocok digolongkan sebagai fiksi ilmiah
daripada fakta ilmiah. Banyak pendukung tampaknya telah mengabaikan metode
ilmiah dalam hal-hal demikian agar dapat mempercayai apa yang ingin mereka
percayai. Meskipun ada banyak sekali kejanggalan yang tidak menunjang teori
munculnya kehidupan secara kebetulan, dogmatisme yang kaku telah mengalahkan
kehati-hatian yang biasanya menjadi ciri metode ilmiah.
Tidak Semua Ilmuwan Mempercayainya
34 Tetapi, tidak semua ilmuwan menutup diri
terhadap alternatif lain. Misalnya, karena menyadari banyaknya kejanggalan yang
tidak menunjang munculnya kehidupan secara spontan, fisikawan
H. S. Lipson berkata, ”Satu-satunya penjelasan yang dapat diterima
adalah penciptaan. Saya tahu bahwa hal ini adalah anatema (aib) bagi
para fisikawan, dan memang demikian juga bagi saya, tetapi kita tidak boleh
menolak sebuah teori yang tidak kita sukai jika bukti hasil eksperimen
mendukungnya.” Ia selanjutnya menyatakan bahwa setelah adanya buku The Origin
of Species karya Darwin, ”evolusi menjadi seperti suatu agama
ilmiah; hampir semua ilmuwan mempercayainya dan banyak yang siap
’membengkokkan’ penyelidikan mereka agar cocok dengan teori tersebut”.30
Suatu komentar yang menyedihkan tetapi benar.
35 Chandra Wickramasinghe, profesor di University
College, Cardiff, mengatakan, ”Sejak awal pendidikan saya sebagai ilmuwan, saya
telah diindoktrinasi dengan sangat kuat untuk percaya bahwa sains tidak bisa
sejalan dengan segala bentuk penciptaan yang disengaja. Gagasan itu dengan
susah payah harus disingkirkan. Saya merasa sangat tidak enak dalam situasi
ini, keadaan mental yang sekarang saya rasakan. Tetapi, tidak ada jalan keluar
yang masuk akal. . . . Munculnya kehidupan dari proses kimiawi yang
kebetulan di bumi itu seperti mencari sebutir pasir tertentu di semua pantai
yang ada di setiap planet di alam semesta—dan menemukannya.” Dengan kata lain,
sangat tidak mungkin kehidupan dapat muncul dari proses kimiawi yang kebetulan.
Maka, Wickramasinghe menyimpulkan, ”Tidak ada cara lain bagi kita untuk dapat
mengerti susunan kimiawi kehidupan yang tepat selain melihat ke ciptaan-ciptaan
dalam skala kosmis.”31
36 Seperti yang dikatakan oleh astronom Robert
Jastrow, ”Para ilmuwan tidak memiliki bukti bahwa kehidupan bukan hasil penciptaan.”32
37 Namun, bahkan seandainya sel hidup pertama
itu, entah bagaimana, muncul secara spontan, adakah bukti bahwa sel tersebut
berevolusi menjadi semua makhluk yang pernah hidup di bumi? Fosil memberikan
jawabannya, dan pasal berikut akan membahas apa yang sebenarnya ditunjukkan
oleh catatan fosil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar