Yang pasti Ada Hanya Allah
Dalam VCD “Rahasia Di Balik Materi” oleh Harun Yahya dinyatakan bahwa “Materi adalah Penampakan, bukan Keberadaan”. Ya, Sebetulnya benda apapun yang ada di alam semesta ini, yang terlihat oleh mata kita, yang masuk lewat panca indra kita, itu semua tidaklah Nyata (Fana). Sebab benda hanya terlihat oleh mata jika terdapat “gelombang dengan kekuatan tertentu” yang dipantulkan oleh benda itu dan jatuh ke “retina mata” kita. Sehingga apapun yang terlihat oleh mata kita, sebenarnya hanyalah persepsi dari pikiran kita yang dipengaruhi oleh penerimaan “retina mata” semata.
Jadi yang terlihat oleh mata hanyalah pantulan cahaya dari suatu benda, bukan esensi dari benda tersebut. Sekali lagi, yang kita lihat adalah fana, dan yang sejati adalah yang tak terlihat oleh mata fisik, tapi terasa oleh keyakinan mata hati dan mata nurani.
Alam semesta ini hanyalah sekedar lautan energi yang bergetar-getar, semakin halus getarannya maka semakin Ghoib, dan semakin banyak variasi gelombang getarannya, maka pada tingkatan tertentu lautan energi itu seolah-olah membentuk sebuah benda, gambar, fisik, aroma, uang, dan lain sebagainya.
Ya, sebenarnya itu semua adalah ENERGI yang kita pahami sebagai gambar, suara, aroma dan lain sebagainya karena melewati panca indera kita (mata, hidung, telinga, kulit, dan lidah), yang kemudian dikirim ke otak melalui sinyal-sinyal elektromagnetik.
Contohnya, suatu MATERI berwarna merah karena benda tersebut memancarkan gelombang dengan frekuensi tertentu (625-740 nanometer). Artinya, warna merah sejatinya hanyalah getaran-getaran yang memancarkan cahaya dan menggetarkan sel-sel retina mata, sehingga muncul persepsi warna yang diterima oleh otak kita. Jadi sebenarnya warna adalah getaran energi belaka.
Nah, jika demikian, lalu apakah yang NYATA itu? Apakah yang PASTI ADA itu? Maka jawabnya : Yang Nyata adalah Dzat yang ada di balik lautan energi yang bergetar-getar tersebut, yang MELIPUTI seluruh isi alam semesta, dimana pun, dan kapan pun. Dialah Tuhan yang maha Esa, Maha Meliputi, Maha Tersembunyi, Maha Ada, Satu-satunya Dzat yang Nyata. ALLAHU AKBAR.
Cahaya ALLAH
Albert Einsten mengatakan bahwa Cahaya itu ABSOLUT sedangkan Ruang dan Waktu itu RELATIF. Dan Kecepatan bergerak suatu benda yang paling cepat yang ada di muka bumi ini adalah Cahaya. Menurut Einstein, tidak ada yang lebih cepat daripada Cahaya. Kecepatan Cahaya adalah 300.000 km/detik. Sehingga jika ada sebuah benda yang bergerak lebih cepat dari pada Cahaya maka benda itu seolah-olah akan menghilang, seolah-olah tak pernah mewujud di muka Bumi, tapi ada.
Berdasarkan Rumus Albert Einstein tentang hubungan antara waktu, materi, dan kecepatan, maka dimisalkan jika ada seorang Astronot dalam sebuah Roket meluncur dengan kecepatan mendekati Cahaya, dalam kasus ini anggap 0,8C dimana C = 300.000 km/detik, sehingga kecepatan Roket tersebut adalah 0,8 x 300.000 km/detik = 240.000 km/detik. Sehingga setelah 30 tahun waktu berlalu di dalam roket, ternyata sama dengan 50 tahun selang waktu di Bumi.
Artinya, kalau Astronot itu berusia 30 tahun, lalu berekspidisi ke luar angkasa selama 30 tahun, dan kembali ke bumi lagi, maka sesampainya di Bumi usianya sudah mencapai 80 tahun sebagaimana teman-teman sebayanya telah mencapai usia 80 tahun, namun secara fisik si Astronot tersebut baru berusia 60 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan secara sederhana, bahwa jika ada manusia yang bergerak mendekati kecepatan cahaya maka ia akan awet muda. Tapi apakah ada?
Dan jika Astronot itu meluncur bersama roketnya dengan kecepatan yang SAMA dengan kecepatan Cahaya, atau melebihi kecepatan Cahaya, maka nilai WAKTU di bumi menjadi tak terdefinisi, artinya nilai WAKTU diserahkan penuh kepada ALLAH Subhaanallaahu Wa Ta’aalaa, atau dengan bahasa mudahnya bahwa Astronot tersebut sudah tidak lagi terikat dengan Ruang dan Waktu. Menghilang, tapi ada...
Dalam Al-Quran Surat An-Nuur (24) ayat 35, Allah berfirman “..Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki..”. Subhanallah, rupanya Allah pun mengistilahkan nilai-nilai kebenaran dengan istilah “Cahaya”-Nya. Kalau Einstein mengatakan bahwa Cahaya itu sifatnya Absolut, maka Cahaya Allah itu pasti Maha Absolut, jauh sekali dari sifat relatif. Dan kalaulah kecepatan Cahaya itu mencapai 300.000 km/det, maka kecepatan Cahaya Allah pastilah tak tercapai dalam bayangan manusia. Dan kalaulah untuk menjadi “awet muda” itu harus bergerak mendekati kecepatan Cahaya, maka untuk “Tetap Muda (bukan sekedar awet muda, tapi tetap muda sebagaimana penghuni Jannah)” kita harus bergerak mendekati kecepatan Cahaya Allah. Bisakah?
Bisakah kita bergerak mendekati kecepatan Cahaya Allah? Padahal untuk bergerak mendekati Cahaya Matahari saja tak mungkin rasanya. Maka jawabannya adalah BISA jika Allah menghendaki. Perhatikan kembali firman Allah dalam Q.S. 24: 35, difirmankan “..Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki..”.
Bagaimana caranya? Sekarang, sebelumnya mari kita kembali kepada pernyataan Einstein yang mengatakan bahwa CAHAYA itu ABSOLUT sedangkan RUANG dan WAKTU itu RELATIF. Artinya, untuk mendapatkan sesuatu yang ABSOLUT, maka sedapat mungkin kita harus menghindari yang RELATIF. Artinya, untuk mendapatkan CAHAYA maka kita harus sedapat mungkin keluar dari RUANG dan WAKTU. Apa mungkin kita keluar dari RUANG dan WAKTU?
Ya, sekali lagi jawabannya adalah MUNGKIN saja jika ALLAH menghendaki. Dan hal ini sudah pernah terjadi yakni pada peristiwa Isro’ Mi’raj Rosulullah Shollallaahu ‘Alaihi Wasallam yang bergerak dengan kecepatan BUROQ, yang pastinya jauh melebihi kecepatan Cahaya.
Baiklah, mari kita dekati perlahan-lahan pembahasan ini. Misal jika Anda menggantungkan diri pada pertolongan seseorang, maka ketika orang tersebut tak mampu lagi menolong Anda maka Anda pasti akan kerepotan. Sebab bentuk pertolongan itu, mau tidak mau terikat dengan Ruang dan Waktu, yang pastinya tidak akan langgeng alias relatif. Dan yang menolong Anda pun Relatif. Artinya, kalau Anda bergantung kepada sesuatu yang RELATIF maka Anda akan terbawa “Cahaya” Relatif tersebut.
Maka jangan pernah menggantungkan sesuatu kepada yang Relatif, kepada yang masih terikat dengan Ruang dan Waktu. Tapi bergantunglah kepada yang Maha ABSOLUT, yang Cahayanya abadi tak pernah redup walaupun para musuh Allah berusaha memadamkan cahayaNya. Ya, “ALLAAHUSH-SHOMAD”, hanya ALLAH lah tempat kita bergantung. Disebabkan Allah itu bebas dari segala macam prasangka kemakhlukan, artinya Allah itu bebas dari Ruang dan Waktu, maka ketika Anda hanya menggantungkan kehidupan Anda sepenuhnya kepada Allah Subhaanallaahu Wa Ta’aalaa, maka insya Allah Cahaya Sejati akan hadir dalam hidup Anda.
Ketika sungguh kita bergantung hanya kepada ALLAH, maka kegelisahan yang sifatnya relatif akan jauh dari keseharian kita. Maka, Sholatnya orang yang mendapatkan CAHAYA akan terlihat lama sekali, padahal orang yang melakukan sholat tersebut merasa biasa saja, atau bahkan sudah merasa cepat. (Perhatikan kembali kasus astrosnot di atas). Artinya, kalau Anda sholat, dan Sholat Anda dalam liputan Cahaya Allah, maka Anda akan merasa waktu berlalu begitu cepat, padahal Anda sholat sudah begitu lama. Namun, ketika Anda sholat, dan Anda masih merasa waktu berjalan begitu lambat, padahal orang lain melihat Sholat Anda cukup cepat, berarti Sholat Anda belum berada di dalam liputan Cahaya-Nya. Wallahu a’lam.
Itu sebabnya, agar Sholat Anda tidak menjadi ria di hadapan makhluk Allah lainnya, maka Sholat khusus peminat Cahaya Allah di hadirkan di malam hari, yaitu Tahajjud. Nah silakan berlama-lama ketika Anda ber-tahajjud, nikmati “lama Anda yang sebentar” itu bersama Cahaya-Nya. Sedangkan untuk Sholat wajib, dan terlebih lagi di kala Anda menjadi Imam, maka Anda disunnahkan melihat kondisi makmun, sehingga dilarang berlama-lama jika makmum Anda heterogen usianya dan heterogen keperluannya atas dunia. Jika ingin lebih lama bersama Cahaya-Nya, maka lakukanlah di malam hari...
"Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Q.S. 17 : 79)"
Sahabat Cahaya... Perhatikanlah, berikut adalah salah satu do’a yang populer dibaca setelah Sholat Tahajud :
“Ya Allah berikan cahayaMu kepada hatiku, Ya Allah berikan cahayaMu kepada penglihatanku, Ya Allah berikan cahayaMu kepada pendengaranku, Ya Allah berikan cahayaMu dari sebelah kananku, Ya Allah berikan cahayaMu dari sebelah kiriku, Ya Allah berikan cahayaMu dari atasku, Ya Allah berikan cahayaMu dari bawahku, Ya Allah berikan cahayaMu dari depanku, Ya Allah berikan cahayaMu dari belakangku, Ya Allah berikan cahayaMu kepadaku.”
Dalam pengamatan saya, di dalam Alquran ada TIGA istilah yang berkenaan dengan CAHAYA, yaitu NUR, DHIYA’ dan SIROOJ. Nur adalah Cahaya secara umum, sedangkan Dhiya’ dan Sirooj adalah Cahaya yang lebih khusus. Dhiya’ dan Sirooj adalah sumber cahaya, Sang Pelita. Benda yang ber-Dhiya’ maka pasti ber-Nur, sedangkan benda yang ber-Nur, belum tentu sebagai Dhiya’.
Perhatikanlah firman Allah berikut : “Katakanlah: "Terangkanlah kepadaKu, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang (Dhiya’) kepadamu? Maka Apakah kamu tidak mendengar?" (Q.S. 28:71)
Kemudian Perhatikan pula firman Allah yang ini : “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar (Dhiya’) dan bulan bercahaya (Nur) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. 10:5)
Dan berikut firman Allah tentang Sirooj : “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya (Nur) dan menjadikan matahari sebagai Pelita (Sirooj)?” (Q.S. 71:16).
Subhanallah, Matahari sebagai sumber cahaya disebut dengan istilah Dhiya’ atau Sirooj, sedangkan Bulan sebagai Pemantul Cahaya matahari disebut sebagai Nur. Namun tetap saja, Dhiya’ dan Nur atau Matahari dan Bulan, keduanya adalah ber-Cahaya. Perbedaannya hanyalah yang satu sebagai SUMBER Cahaya, dan yang kedua sebagai PEMANTUL Cahaya.
Sahabat Semesta, sebagaimana yang disebut pada Q.S. 17 : 39, disana diibaratkan bahwa Allah sebagai Dhiya’, Sumber Cahaya langit dan bumi. Dengan demikian wajar Rosulullah sering dibaratkan sebagai Bulan, yang memantulkan cahaya dari Allah Subhaanallaahu Wa Ta’aalaa, itulah Nur Muhammad Shollallaahu ‘Alaihi Wasallam. Dan sesungguhnya, apapun KEBENARAN yang ada di alam semesta ini adalah NUR Allah Subhaanallaahu Wa Ta’aalaa, yakni hanyalah pantulan Cahaya sejati dari Allah yang berstatus sebagai MAHA DHIYA’ (MAHA SUMBER CAHAYA).
Dan kewajiban kita di muka bumi ini adalah kembali kepada CAHAYA ALLAH (Nurullah), bukan kembali kepada DZAT ALLAH (Dzaatillaah), karena memang kita tidak mampu menyatu dengan DZAT ALLAH. Tapi kita bisa menyatu dengan CAHAYA ALLAH. Jadi bukan Wihdatul Wujud, namun Wihdatun Nuur. Sebagaimana yang sering ALLAH perintahkan kepada kita.. “Minazzulumaati ilannuur..” yang artinya, “Dari keGELAPAN menuju CAHAYA”, dan di Al-Quran tidak ditemukan firman Allah yang berbunyi, “Minazzuluumati ilad-dhiyaa’...“ atau “Minazzuluumati iladz-Dzaat..”
Banyak sekali PERUMPAMAAN-PERUMPAMAAN yang ada di Al-Quran. Dan, Jika di Al-Quran ada ayat yang mengeluarkan kosa kata "Nyamuk" sebagai perumpamaan, maka agar jelas apa maksud dari ayat tersebut, kita diharuskan memahami apakah Nyamuk itu. Begitupun, ketika di Al-Quran begitu banyak istilah CAHAYA, maka kita harus memahami, baik secara fisik ataukah metafisik, apakah ARTI dari CAHAYA itu, dan Mengapa perumpamaan CAHAYA begitu populer di Al-Quran. Dan ini semua tentunya agar kita memahami Al-Quran dengan lebih baik, memahami Islam dengan lebih bijak.
Berta’aruf dengan CAHAYA
Cahaya memiliki sifat yang unik. Semua Benda lain yang ada di muka bumi, jika bergerak dari suatu tempat ke tempat lain pasti menggunakan medium, alias ada medianya. Contoh, Fulan bergerak dari Bogor ke Jakarta (dengan medium) menaiki Mobil, dan Mobil Bergerak Menaiki Jalan, dan Jalan Bergerak Menaiki Bumi, dan Bahkan Bumi pun Bergerak Menaiki Jalur-Jalur yang sudah ditentukan-Nya, pada Garis Edarnya. Tetapi Cahaya itu unik, ia bergerak tanpa “menaiki” apapun, dengan kata lain cahaya bergerak menaiki cahaya itu sendiri, menaiki dirinya sendiri. Artinya, tanpa medium apapun. Itu sebabnya Einstein mengatakan bahwa CAHAYA itu ABSOLUT.
Atau saya boleh katakan dengan bahasa lain; Fulan bergerak di atas mobil, mobil bergerak di atas Jalan, Jalan bergerak di atas Bumi, Bumi bergerak di atas garis edarnya, dan Cahaya bergerak di atas Cahaya. Cahaya di atas Cahaya. Nuurun ‘alannuur.
Ya, sekali lagi saya jelaskan, itu sebabnya Cahaya disebut Absolut, dia tidak memerlukan apapun untuk bergerak. Cahaya pun tetap bergerak sama cepatnya baik di ruang biasa ataupun di ruang hampa udara. Cahaya pun bergerak LURUS (Shiroothol Mustaqiim), walaupun bersumber dari Satu Arah, tapi ia bergerak LURUS dan MENYEBAR ke segala ARAH. Cahaya ada di mana-mana dengan keadilan pergerakannya, Dan cahaya tidak pilih kasih, siapapun yang ada di dekatnya akan disinarinya, tapi cahaya tak akan memasuki "rumah-rumah" yang tertutup "pintu"nya, dan tak ada celah sedikitpun. Sekiranya ada celah yang terbuka, walaupun sedikit, maka Cahaya pasti masuk.
Tentu saja Allah bukanlah Cahaya yang saya jelaskan di atas, dan bahkan Cahaya Allah pun bukanlah yang saya jelaskan di atas. Allah dan Cahaya-Nya jauh lebih sempurna dari apa yang sudah saya gambarkan di atas. Tapi sebagai pembelajaran untuk kita semua, kalaulah Cahaya yang ada di alam semesta sudah begitu MANDIRI-nya, maka tak bisa kita lukiskan bagaimana MANDIRI-NYA Cahaya dari ALLAH Subhaanallaahu Wa Ta’aalaa. Itulah sekilas metafora Cahaya ALLAH Subhaanallaahu Wa Ta’aalaa.
Dan Makhluk (Ciptaan) ALLAH yang paling MANDIRI, yang sampai saat ini ditemukan di alam semesta adalah Cahaya. Itu sebabnya (mungkin itulah salah satu alasan kuat mengapa) Allah sangat sering mengibaratkan kehebatan, hidayah, dan keMAHA-an-Nya dengan pendekatan istilah CAHAYA. Sebagaimana yang difirmankan di Al-Quran 24:35, “Allah-lah Cahaya Langit dan Bumi....”
Sahabat Semesta, Cahaya dari-Nya telah hadir, mari buka rumah Qolbu kita agar ia bisa "keluar-masuk" menerangi kita dan orang-orang di sekitar kita. Jika kita menutup diri dari cahaya-Nya, maka layaklah kita disebut sebagai orang-orang yang tertutup/terhalangi/kafir/ cover.... na'udzubillahi mindzalik ...
Dan jika seseorang tertutup dari cahaya-Nya maka kegelapan di atas kegelapan akan selalu meliputinya. Mari perhatikan firman Allah berikut.
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih (kegelapan di atas kegelapan), apabila dia mengeluarkan tangannya, Tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (Q.S. 24:40)”
Kini mari kita lanjutkan. Menurut jenisnya, Cahaya terbagi menjadi dua, pertama Cahaya Tampak, kedua Cahaya Tidak Tampak. Cahaya Tampak adalah Cahaya yang memiliki kemampuan untuk membuat benda menjadi Tampak secara kasat mata. Sedangkan Cahaya yang tidak tampak adalah Cahaya yang tidak “berusaha” membuat benda yang tidak tampak menjadi tampak. Contoh real cahaya tampak adalah Sinar Matahari, sedangkan contoh dari Cahaya Tidak Tampak adalah Sinar Ultra Violet dan Infra Merah.
Cahaya tampak itu berkaitan erat dengan kemampuan Mata Fisik manusia. Mata Fisik manusia diciptakan untuk melihat cahaya dengan panjang gelombang tertentu yaitu dari kisaran 370 nm sampai 703 nm, yang terdiri dari tujuh macam warna primer yaitu: merah, jingga (oranye), kuning, hijau, biru, nila (indigo), dan ungu.
Cahaya matahari yang berwarna PUTIH, jika ditembakkan ke sebuah PRISMA maka CAHAYA PUTIH tersebut akan terbagi membentuk 7 spektrum warna sebagaimana yang saya sebutkan di atas.
Sehingga sebenarnya, Cahaya PUTIH adalah GABUNGAN dari 7 Spektrum Cahaya yang berwarna merah, jingga (oranye), kuning, hijau, biru, nila (indigo), dan ungu. Dan ketika Anda melihat sebuah BENDA yang berwarna MERAH, maka sebenarnya yang terjadi adalah bahwa BENDA tersebut MENYERAP semua spektrum warna dari Cahaya Putih (Cahaya Matahari) Kecuali warna MERAH.
Begitupun misalkan jika Anda melihat BAJU berwarna BIRU, maka sebenarnya yang terjadi adalah bahwa BAJU itu MENYERAP Seluruh CAHAYA PUTIH kecuali Spektrum warna BIRU.
Dan, jika Anda melihat BENDA yang berwarna PUTIH, maka sesungguhnya Anda melihat BENDA yang TIDAK MENYERAP satu pun Spektrum warna yang dipancarkan oleh Matahari, alias Benda PUTIH adalah BENDA yang MEMANTULKAN kembali seluruh Cahaya Putih yang diterimanya.
Dan jika Anda melihat BENDA HITAM, maka sesungguhnya yang terjadi adalah bahwa BENDA itu MENYERAP SELURUH Cahaya Putih yang diterimanya.
Sahabat Cahaya, sebagaimana dijelaskan pada GAMBAR di atas bahwa Cahaya berWARNA Merah adalah Cahaya dengan Panjang Gelombang Tertinggi. Sedangkan Cahaya berwarna Ungu memiliki Frekuensi Tertinggi. Dengan kata lain, Semakin Tinggi Frekuensi maka semakin Rendah Panjang Gelombang.
Dalam bahasa kehidupan yang dikaitkan dengan gelombang otak kita, yaitu jika Panjang Gelombang semakin panjang maka berakibat kepada semakin TENANGnya kehidupan seseorang, dan jika semakin tinggi frekuensi dari suatu gelombang, maka bisa berakibat kepada semakin TEGANG kehidupan seseorang.
Berkenaan dengan itu, maka orang yang sedang Banyak Pikiran (stress-tegang), sebaiknya mengurangi MELIHAT Benda berwarna MERAH, karena benda yang berwarna MERAH adalah benda yang TIDAK MENYERAP Cahaya Matahari yang berwarna MERAH. Padahal Cahaya Matahari yang berwarna Merah memiliki Panjang Gelombang yang paling panjang. Dengan demikian, memperbanyak melihat benda berwarna BIRU, NILA, dan UNGU lebih disarankan untuk menenangkan pikiran.
Jika kita kembali ke zaman Rosulullah Shollallaahu ‘Alaihi Wasallam, maka Rosulullah menyukai PAKAIAN yang berwarna PUTIH. Maka, dapat dipahami secara teori warna ini mengapa warna putih itu disarankan, sebab pakaian warna putih memantulkan kembali semua Cahaya Matahari yang diterimanya, sehingga si pengguna baju Warna Putih bisa lebih fokus kepada CAHAYA yang ada di dalam dirinya, yang meliputi dirinya. Cahaya yang lebih sejati, cahaya yang bersifat metafisik, bukan yang fisik.
Itu sebabnya, Tokoh Baik di dalam dunia persilatan sering menggunakan pakaian putih. Sedangkan Tokoh Jahat lebih sering menggunakan pakaian berwarna hitam. Dan memang, baju Warna Hitam itu melambangkan bahwa ia banyak menyerap energi dari luar (seperti : jin, iblis, energi tak terlihat, dlsb), dan malah melupakan energi (cahaya) hakiki yang ada di dalam dirinya, yang sangat dekat dengan dirinya. Dan lagipula, Baju berwarna Hitam itu bisa melambangkan kesombongan (tapi tidak selalu ya), sebab warna HITAM itu sebagai lambang RUMAH TUHAN (Baitullah).
Ya, Baitullah-lah yang lebih berhak menjadi MAGNET di Bumi ini, yang MENYERAP semua ENERGI yang ada. Begitulah HITAM, memiliki sifat MEYERAP. Sehingga, Baitullah itu melambangkan KEKOSONGAN dan DAYA TARIK (Magnet) yang kuat.
Itu sebabnya pakaian IHRAM tidak boleh HITAM, alias harus PUTIH, sebab warna PUTIH melambangkan ketidakmampuan (tidak mampu menyerap warna apa pun), hadir menghadap ALLAH dengan bertamu di BAITULLAH-NYA yang HITAM dan KOSONG. Artinya, pakaian warna putih melambangkan bahwa "saya siap diserap oleh-Mu ya Allah, saya akan kembali penuh kepadaMu ya Allah"... Innaa lillaahi wainnaa ilaihi rooji'uuun...
Dan tahukah Anda, bahwa ternyata diduga lebih dari 90% MATERI yang ada DI ALAM SEMESTA ini adalah MATERI Berwarna HITAM, atau sering disebut Materi GELAP, atau ada juga yang menyebut sebagai Lubang Hitam (Black Hole) yang keberadaannya tidak diketahui persisnya, tapi dapat dirasakan radiasinya, sebab MATERI GELAP ini mampu dan terus menyerap energi apapun yang ada di alam semesta dengan begitu kuatnya.... dan ketika semua sudah terserap maka itulah dugaan terjadinya Kepunahan Sejati Alam Semesta Tampak.... wallahu a’lam.
Tasbih CAHAYA
Sahabat Semesta, setelah kita mengarungi beberapa tulisan sebelumnya, maka kini saatnya kita masuk ke puncak pemahaman dan kesadaran yang ditawarkan di dalam buku ini, yaitu “Ketika Einstein Bertasbih”. Nah, bagaimana caranya seorang Einstein bertasbih?
Kata At-Tasbih adalah derivasi dari kata as-sabh, yang berarti : terapung, dan as-sibaahah : berenang, yang secara etimologi berarti berlalunya benda materi dengan cepat di tengah-tengah benda yang kepadatan massanya kurang dari benda materi tersebut, seperti air atau udara.
Kemudian, As-Sabh bisa berarti : kekosongan, hampa. Bisa juga berarti : bertindak di dalam kehidupan. As-Sabh bisa juga digunakan dalam bentuk metafora untuk menunjukkan makna peredaran atau pergerakan bintang-bintang di hamparan langit. Perhatikanlah ayat berikut: “Dan masing-masing beredar pada garis edarnya (yasbahuun)” (Q.S. 36:40”.
Sehingga dapat disimpulkan arti dari BERTASBIH adalah bahwa seluruh elemen di alam semesta ini selalu BERGERAK mengikuti garis edar thawaf semesta seraya fokus kepada Allah, yang bagi kita sebagai manusia ditandakan dengan fokus kepada rumah kosong atau Baitullah.
Baitullah adalah Rumah Allah. Baitullah adalah lambang dari keberadaan Allah di muka bumi, tapi Baitullah bukanlah Allah Subhaanahuu Wa Ta’aalaa, dan bukanlah patung yang disembah. Baitullah dibuat oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, karena memang Nabi Ibrahim membuat “visualisasi” dalam beribadah, sehingga para hamba Allah lainnya bisa fokus dalam beribadah kepada-Nya, walaupun sesungguhnya kemana pun kita menghadap di sana ada wajah dari Allah Subhaanahuu Wa Ta’aalaa. Baitullah sebagai lambang itu ada di dua tempat, pertama Mekkah (Bumi Fisik), kedua Hati Terdalam (Bumi Jiwa). Sedangkan Baitullah yang sejati ada di alam Supra yang kita sebut sebagai ‘Arsy.
“(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman ....” (Q.S. 40:7)
Karena Alam semesta selau begerak, maka alam semesta ini selalu bertasbih. Karena Allah bersemayam di atas Arsy-Nya maka Allah-lah yang ditasbihi, yang dithawafi, yang dijadikan titik fokus pergerakan alam semesta.
Karena Baitullah itu Rumah Allah, dan di dalam rumah Allah itu ternyata Kosong (As-Sabh), maka Allah itu adalah “Kosong” (perhatikan : dengan tanda kutip). Maksudnya, Kosong dari berbagai PRASANGKA manusia terhadapNya, sehingga saking kosongnya kita sebut sebagai SUCI, dan saking sucinya, kita sebut saja sebagai MAHA SUCI. Sehingga SUBHANALLAH artinya MAHA SUCI ALLAH YANG TELAH MEMBUAT SEMESTA INI BERGERAK FOKUS KEPADANYA.
Jadi, bertasbih itu bergerak, dan bergerak itu harus benar, bergerak yang benar adalah ta'at. Ta'at dalam ber-ma'rifat, ber-hakikat, dan ber-syariat.
Jadi bertasbih itu artinya bergerak dalam keta’atan, bergerak fokus menuju Allah. Ya, kita hidup hanya untuk beribadah kepada Allah, untuk ta’at kepadaNya, bergerak taat artinya bergerak sesuai kaidah Sunnatullah Khusus.
Selanjutnya, E= MC2
Tahap berikutnya, mari kita bergerak (baca: bertasbih) lebih dalam dengan pendekatan rumus "temuan" Einstein yaitu E=MC2. Dimana,
E= Energi, sifatnya INVISIBLE bisa disebut gelombang elektromagnetik
M = Massa, sifatnya VISIBLE bisa disebut sebagai benda atau materi, tapi dalam kondisi tertentu bisa juga M mencapai level Invisible
C = Kecepatan Cahaya, 299.792,5 km/detik, dibulatkan menjadi 300.000 km/detik.
Mari kita bahas kembali sedikt saja tentang karakter Cahaya. Perhatikanlah bahwa Cahaya memiliki sifat memperlihatkan sesuatu yang tidak terlihat. Memperjelas sesuatu yang tidak jelas. Secantik apapun wajah seorang wanita, jika tidak ada cahaya maka kecantikannya tidak akan jelas. Tapi jika ada wanita berwajah biasa saja, tidak terlalu cantik, tapi setelah difoto dengan pencahayaan yang baik, maka di dalam foto, ia akan terlihat sangat cantik rupawan.
Pendapat saya, Cahaya itu ada dua tingkatannya. Pertama, Cahaya yang memperjelas alam fisik, dan kedua, Cahaya yang memperjelas apa yang ada di dalam Hati (alam metafisik). Itu sebabnya Al-Quran dihadirkan sebagai cahaya bagi hati orang-orang yang beriman agar kehidupannya di alam jasad/fisik maupun di alam nonjasad/metafisik menjadi sukses bahagia.
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. 39:22).
Sedangkan Allah bukanlah sekedar cahaya untuk jasad atau sekedar cahaya untuk hati. Tetapi Allah adalah pemberi Cahaya jasad dan hati, langit dan bumi, visible dan invisible. Itu sebabnya Allah itu adalah Cahaya di atas Cahaya.
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. 24:35).
Perhatikan teks “yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api”. Artinya cahaya Allah bukanlah dari api, tapi justru Cahaya yang berasal dari Allah akan bisa menciptakan api. Bahkan bukan sekedar menciptakan api, melainkan menciptakan alam semesta, termasuk menciptakan “cahaya” sebagaimana yang disebutkan oleh Einstein yang mana telah kita bahas pada bab-bab sebelumnya.
Jadi, apakah CAHAYA diatas CAHAYA itu?
Saya tidak membahas tentang Dzat Allah. Karena itu memang rahasia Allah. Namun, yang kali ini saya bahas hanya lambang tentang-Nya berdasarkan konteks Al-Quran.
Allah dikatakan sebagai Cahaya di atas Cahaya. Mungkin asumsi kita, berarti Allah itu sangat terang, sehingga kalau kelak kita melihat-Nya kita akan silau. Kalaulah hari ini kita melihat Matahari saja sudah silau, lalu bagaimana mungkin kita mampu melihat Allah, Dzat Cahaya di atas Cahaya.
Tapi menurut saya, Anda tidak akan silau kalau berhasil melihat Allah Subhaanahuu Wa Ta’aalaa. Ada dua alasannya, pertama karena jika Anda kelak melihatnya maka Anda tidak melihatnya dengan mata fisik Anda, dan kedua karena di dalam Al-Quran perkataan Nur (Cahaya) disandingkan dengan Bulan bukan dengan Matahari.
“Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya (nur) dan menjadikan matahari sebagai pelita (sirooj).” (Q.S. 71:16).
Tentunya kita tak akan silau jika melihat cahaya bulan, bahkan sangat menikmati cahaya Bulan, terlebih lagi jika bulan purnama. Nah, sedangkan Allah itu adalah cahaya di atas cahaya, artinya justru akan sangat sejuk, nikmat, dan tenang bahagia ketika kita berhasil langsung melihat wajah Allah Subhaanahuu Wa Ta’aalaa. Subhanallah. Tiada yang lebih indah dibandingkan dengan pertemuan kita dengan Allah Subhaanahuu Wa Ta’aalaa.
Allah itu tidak mungkin sama dengan makhluk-Nya, artinya Allah memiliki Cahaya yang berbeda dengan Cahaya Bulan. Bulan bercahaya karena adanya pelita dari Matahari. Padahal Allah-lah yang memberikan Cahaya kepada Matahari dan Bulan. Begitulah Dzat Allah, selalu berbeda dengan makhluk-Nya. Cahaya di atas Cahaya, Maha Cahaya.
Namun demikian, sekali lagi, yang terpenting bukanlah mengenai apakah cahaya Allah itu menyilaukan atau tidak, tapi yang terpenting adalah dengan menggunakan mata apa kita melihat cahaya Allah? Apakah menggunakan Mata Fisik, Mata Pikiran, Mata Hati, ataukah Mata Nurani? Nah, marilah kita secara perlahan tapi pasti untuk terus belajar menggunakan Mata Nurani yang telah Allah berikan kepada kita.
Sahabat Semesta, merujuk kembali kepada penjelasan tentang makna “Subahanallah”, maka Allah itu Suci, bahkan MAHA SUCI. Artinya terlepas dari pandangan kita tentang persepsi atas cahaya yang kita pahami. Maka, As-sabh = Kosong, Hampa, Suci, nir-warna, nir-waktu, nir-ruang, gelap tapi menyinari. Ingat teks “Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.”
Mari kita renungkan kembali, dan kita kembalikan pemahaman sejati dari pengertian “Cahaya di atas Cahaya” kepada Ilahi Robbi. Manusia hanya menyangka, dan semoga ini adalah prasangka terbaik yang bisa kami lakukan, sebagai manusia yang serba terbatas. Wallahu a’lam bish-showab.
“E=MC2” dan Ruang Kosong
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka makna C2 itu bisa diartikan sebagai Kecepatan “Bergerak” yang “Sangat Tinggi”, atau “kekonsistenan bertasbih” yang “sangat khusyu”. Atau bisa diartikan sebagai KETA’ATAN KEPADA ALLAH YANG SANGAT LUAR BIASA. Maka, jika M diartikan sebagai Manusia, tentunya manusia yang memiliki karakter C2 adalah Para Rosulullah, Nabiullah, Waliyullah, atau para Muttaqiin Pilihan.
Karena E= MC2, maka M = E/C2. Sehingga, jika makna dari M adalah seorang Manusia (M), maka ia akan memiliki kualitas yang sangat tinggi jika nilai E nya tinggi, dan M-nya akan tinggi jika kehidupannya tidak terlalu berorientasi jasadi, sebab semakin jasadi semakin rendah pergerakan energi (E). Otomatis!
Artinya manusia jika meninggikan nilai E-nya maka karaker M menjadi lebih halus, bisa sama atau lebih halus lagi dari gelombang elektromagnetik, lebih ta’at lagi dibandingkan cahaya, lebih ta’at lagi dibandingkan malaikat.
Sehingga ketika manusia memiliki KETA’ATAN yang LUAR BIASA kepada ALLAH Subhaanahuu Wa Ta’aalaa, maka Energinya menjadi sangat besar dan nafsunya terhadap dunia (kehidupan jasad) menjadi sangatlah kecil. Dan karena nilai C itu konstan, maka rumus Einstein di atas mengatakan secara tersirat bahwa “Semakin padat suatu benda (M), maka semakin kecil energi yang dihasilkan (E), atau semakin halus suatu benda, maka semakin besar energinya”.
Maka wajar saja, kadang Wailiyullah yang halus hatinya, dikarenakan ia memiliki energi yang besar maka ia bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan begitu cepat, dan bisa lebih dahsyat kecepatannya dibandingkan gelombang elektromagnetik.
Dan salah satu cara yang efektif untuk MENGURANGI kepadatan sebuah materi-benda adalah dengan cara BERTASBIH. Yaitu BERGERAK secara harmoni dan thawaf fokus kepada-NYA. Yakni bergerak dengan energi yang TINGGI, atau dengan kata lain bergerak dalam Gelombang otak yang rendah, atau dengan kata lain bergerak dengan hati yang Tenang dan hanya Fokus kepada Allah Subhaanahuu Wa Ta’aalaa.
Untuk menghasilkan perGERAKAN yang berenergi tinggi maka pergerakan itu bukanlah pergerakan yang berorientasi fisik yang powerfull, tapi berorientasi kepada spiritual yang mendalam, dalam sebuah ketenangan dan keta’atan sejati pada-Nya.
Yup, bergeraklah ke dalam, at present, mencari dan menikmati ruang KOSONG dalam relung-relung materi di tubuh kita ini. Biarkan jiwa ini leluasa bersama-Nya. Fokus kepada RUANG KOSONG sebagai kesadaran baru, bukan hanya bermain di alam sadar, pun bukan alam bawah sadar, tapi sudah menuju kepada alam SUPRA SADAR. Dan ruang kosong itu bernama "Baitullah Jiwa".
Hati di dalam, dan Fakta di luar. Semakin engkau ke dalam maka kadang semakin enggan ke luar, karena engkau merasakan bahwa di dalam jauh lebih nikmat daripada di luar. Tetapi bagi sebagian yang lainnya, yang belum pernah sedalam dirimu, maka semakin ke luar, justru kian enggan masuk ke dalam, karena menurutnya di luar lah yang lebih nikmat.
Itu sebabnya jika engkau sudah masuk ke dalam lalu kau menyaksikan-Nya dengan Mata Nuranimu, maka jangan lupa ke luar untuk memberitahukan kepada semesta bahwa kenikmatan sejati ada di dalam sini, di dalam diri ini, sangat dekat, sungguh dekat, bukan yang dulu, dan bukan yang nanti, tapi sekarang, at present moment. Kenikmatan sejati dalam pola Thawaf seraya bertasbih fokus kepada Ilahi Robbi.
Nah, sebagai tambahan dari artikel yang sangat singkat ini, saya ambil kesimpulan dari Sahabat ARif RH (yang saya modifikasi) tentang CAHAYA :
1. Cahaya MERAMBAT LURUS. Artinya kita harus berani berada di "Jalan Yang Lurus" agar kita bisa "secepat" cahaya atau lebih. Kalau di dunia nyata, jalan lurus ibarat jalan tol, kalau masuk harus bayar. Maka, semakin mahal harga sewa jalan tol otomatis semakin sedikit kendaraan yang mau lewat jalan tol dan semakin cepatlah laju kendaraan yang melewati jalan tol. Coba aja, kalau tarif tol Jagorawi dinaikkan harganya menjadi 100rb per mobil, insya Allah dapat dipastikan jalan Tol Jagorawi menjadi jauh lebih luang. Nah, itu sebabnya, untuk mendapatkan kehidupan yang LUANG dan CEPAT maka jangan sungkan-sungkan untuk bayar jalan tol dengan SEDEKAH yang BESAR.
2. Cahaya MENEMBUS BENDA BENING. Artinya, kita ini suka yang bening-bening..hehe.. maksudnya suka sesuatu yang JELAS, CLEAR, BERSIH, TERBUKA, TRANSPARANS. Dan memang, air bening pun lebih menyehatkan jiwa dan raga Anda.
3. Cahaya BISA DIURAIKAN MENJADI BERMACAM-MACAM WARNA. Artinya, setiap orang akan memiliki karakter yang unik, yang sangat bersesuaian dengan "warna aura" yang dia miliki.
4. Cahaya BISA DIBIASKAN. Artinya, hidup ini banyak fatamorgana..hehe..hati-hati tertipu...
5. Cahaya MEMILIKI KECEPATAN TERTINGGI di dunia ini yaitu 300.000 kilometer per detik. Artinya, kita harus bergerak cepat... sehingga yang lambat bergerak akan cepat tua dan tertinggal cahaya kehidupan...
6. Cahaya adalah SALAH SATU BENTUK ENERGI. Artinya, orang yang dekat dengan sumber cahaya maka hidupnya pasti tidak mudah lelah.. SEMANGAT TEYUUUS...
7. Cahaya BISA DIPANTULKAN. Artinya, jangan salahkan Allah ketika CAHAYANYA menghampiri Anda lalu Anda pantulkan lagi ke semesta. Itu sebabnya, orang yang SOMBONG adalah orang yang hobi memantulkan cahaya dariNYA... so, seraplah....
8. Cahaya BISA MENGALAMI INTERFERENSI, artinya....hmmm...begini...INTERFERENSI itu intinya adalah terjadinya peleburan antara dua atau lebih dzat, khususnya gelombang. Jika peleburan itu cocok-satu fase-satu visi maka peleburan itu akan saling menguatkan, dan jika peleburan itu bertolakbelakang maka akan saling menghancurkan.... lalu musnah... . Itu sebabnya kita harus bisa SATU VISI dengan orang-orang yang sudah didekatkanNYA kepada kita... setelah perbanyak silaturahim untuk mengembangkan VISI kita.... insya ALLAH pasti akan tambah kuat. Salam Lebur Visi !
9. Cahaya adalah dualitas PARTIKEL sekaligus GELOMBANG, Artinya : sama dengan kita yang hidup dengan sifat dualitas. Antara dunia dan akhirat...antara jasad dan ruh...antara tampak dan tidak tampak...
10. Dan sebagainya, dicari sendiri yaaa he he he
Wallahu a'lam
Kang Zain M.SEI
www.cahaya-semesta.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar